" Abang, ini kita sudah selesai sholat Isyanya yah. Habis ceramah, kita nanti mulai sholat tarawehnya. Abang ingat sholatnya berapa lama?"
Disela waktu antara sholat isya dan taraweh Byakta terus mengulang penjelasan dan pertanyaan yang sama mengenai kegiatan ini.
Terus dilakukannya sebulan sebelum puasa.
Butuh kesabaran dari orangtua agar terus memberikan penjelasan. Hal ini agar tertanam ke otak Taya mengenai aktivitas mereka selama puasa.
" Ingat dong, itu banyak. Ada seginiiii... Ndak bisa jali tangan Taya semua. Ini sama kaki juga ini." Taya menarik tangan ayahnya dan menghitung jumlah rakaat sholat yang harus mereka lakukan nanti.
" Segini berapa?"
" Ini ada sepuluh, sama sepuluh, sama tiga ini. Jadi belapa Ayah?" tanyanya ingin tahu. Ummm dulu ayah sama mama pernah bilang sama Taya, tapi kan Taya lupa.
"Jadi 23 Nak, 20 rakaat untuk taraweh dan tiga rakaat untuk sholat witir. Setiap masjid ada yang sama, ada juga yang beda jumlah rakaatnya."
" Huuh. Taya ingat..." pekiknya girang.
Huh Taya merasa pintar sudah tahu mengenai hal ini.
" Ayo mulai sholat yuk."
" Ndak lama-lama kan Ayah?" Tanya Taya lagi.
Err apakah Taya lupa penjelasan ayahnya baru saja?
" Lama, tapi sholatnya 2 rakaat lalu salam. Nanti nggak berasa kok. Mulai yuk nak." Byakta membujuk lagi putranya.
Baru mau mulai saja Taya sudah ingin kabur begitu.
Akhirnya Taya berhasil mengikuti empat rakaat sholat taraweh. Ketika mau memasuki rakaat berikutnya Taya memilih duduk manis diatas sajadah Dino miliknya.
Kata Ayah boleh istirahat sebentar. Jadi Taya nggak sholat.
Boleh yah?
Tapi sepertinya boleh, buktinya ayah nggak larang tuh.
Kata ayah Taya kan masih belajar kalau sholat taraweh.
Setelah rakaat kedelapan Taya menanyakan lagi masih berapa lama mereka sholat " Ayah masih lama ndak?"
Belum selesai.
Taya sudah terlihat sangat bosan, kenapa orang sholatnya banyak sekali yah. Menurut Taya itu bikin capek loh. Berdirinya juga lama.
Taya ingin segera pulang saja, tapi ayah nggak mau pulang. Taya kan anak baik, sholeh lagi, jadi Taya harus menunggu dengan sabar.
" Abang tidur sini, nanti Ayah gendong kalau Abang ketiduran waktu kita pulang. Sholatnya masih lama nak." Byakta memberi pengertian kepada Taya.
Kasihan melihat putranya, kentara sekali kalau bosan.
Tidak mengantuk sih, hanya benar-benar bosan.
Syukurnya Taya tidak rusuh, soalnya Byakta dan Baheera sudah sounding hal ini jauh-jauh hari. Jadi mungkin Taya memang paham.
" Ndak ngantuk Ayah. Ndak bobo masjid. Taya main boleh?" Taya meminta ijin ingin bermain bersama teman-teman seumurannya yang sedang seru bermain di belakang sana.
Tadi Taya sudah main kok sama mereka, terus waktu sholat nggak boleh main lagi katanya ayah.
Bubar.
Kalau sekarang boleh tidak yah?
" Boleh, tapi nggak jauh-jauh yah. Terus kalau ketawa, kalau bicara juga pelan yah. Soalnya masih sholat semua."
Byakta pada akhirnya memberi ijin, tak tega juga memaksa putra gembulnya untuk mengikuti kegiatan taraweh dengan kyusuk seperti orang dewasa lain.
Taya ingin ikut ke masjid bersamanya saja sudah sangat bersyukur.
" Telimakasih Ayah..." pekiknya girang, eh sepertinya Taya lupa kalau Tadi ayah bilang kalau bicara harus pelan.
Pada akhirnya sisa kegiata taraweh hari pertama Taya dihabiskan dengan lari-larian bersama teman-teman seumurannya.
Taya senang deh kalau taraweh setiap hari, soalnya temannya banyak.
Terus juga boleh lari-larian.
Taya suka ikutan Ayah taraweh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Nataya
KurzgeschichtenTaya datang lagi dengan cerita bertemakan Ramadhan.. Kali ini Taya mau belajar puasa, Mama sudah bilang kalau sudah Abang harus belajar puasa. Dulu Taya pernah belajar puasa kok, tapi lupa. Eummmm kata Mama sama Ayah nanti tetap belajar sampai banya...