Hari Keduapuluh Sembilan 'Taya ingin Takbiran'

2K 297 5
                                    

" Taya mau pelgi sana Mama... Huwaaa mau sana Mama. Allahuakbal masjid sana Mama.."

Baheera kewalahan memenangkan putranya yang tamtrum. Masalahnya mereka baru buka puasa hari terakhir, dan Taya mulai merengek ingin ikutan takbir bersama orang-orang di masjid.

Bukannya tidak mau, masalahnya mereka benar-benar baru buka puasa. Belum sholat magrib. Di dekat rumah takbiran sudah dimulai dari sore, dan Taya tadi sore sudah ikut kakeknya ke masjid dan ikut takbiran.

Sekarang sudah ingin ke sana lagi.

" Buka puasa dulu Nak, baru adzan magrib ini. Takbirannya nanti setelah isya Nak." bujuk Baheera kewalahan.

" Sama Ayah yuk." Byakta mengambil alih putranya yang tantrum.

" Mau masjid sana Ayah. Huwaaaa, mau Allahuakbal sana." rengeknya semakin jadi.
" Sholat magrib dulu yah, terus Ayah juga buka puasa dulu. Nanti kita takbiran di masjid." jelas Byakta membujuk putranya.

Taya ketika tantrum suka tidak mau mendengarkan orang lain. Inginnya semua pintanya dipenuhi saat itu juga. Ketika keinginannya tidak dipenuhi cara Taya mendapatkannya adalah dengan menangis dan marah.

Terkadang Taya tahu jika seperti itu keinginannya tidak akan selalu dipenuhi oleh orangtuanya. Namun Taya belum memahami cara mengungkapan perasaannya dengan baik.

" Jangan nangis yah, nanti kita takbiran. Allahuakbar ke masjid Nak." Byakta menghapus air mata putranya.

Matanya sudah merah karena menangis.

" Ughhh Abang berat nih sekarang, Ayah sampe berasa loh waktu gendong Abang."
Byakta menggendong putranya yang sudah mulai tenang, tidak teriak dan menendang segala arah lagi.

" Pelgi Allahu akbal sana nanti, hiks..." cicitnya pelan, suaranya sudah mulai serak karena kebanyakan menangis.

Karena besok sudah Idul Fitri, Byakta sekeluarga pulang ke Depok. Lebaran bersama orangtua Byakta. Taya dan mamanya sudah sampai dari pagi, dan Byakta baru saja pulang kerja.

" Iya, pergi ke sana nanti kita. Sudah yuk nangisnya, cuci muka dulu sama Ayah yah."

Byakta langsung saja membawa putranya ke arah dapur untuk cuci muka, lebih dekat arah dapur daripada kamar mandi.

" Makan yuk Nak, nanti pergi takbiran sama Kasan juga." bujuk kakeknya juga begitu Taya dan Ayahnya duduk bersama di meja makan.

" Ndak maam..."

" Minum yah, tadi Abang sudah makan yah sebelum buka. Tidak apa-apa kok." Baheera juga ikut menyodorkan air minum untuk putra gembulnya itu.

" Taya mau buah?" neneknya ikut menawarkan makanan juga.

" Ndak maam." tolak Taya tak berselera, sepertinya Taya merasa kehabisan energi sehabis menangis tadi.

" Kenapa harus nangis sih Bang kalau mau pergi takbiran. Abang bisa kasih tau baik-baik loh, bilang kalau mau ikut takbiran ke masjid nak." tanya Byakta merasa gemas dengan putranya ini.

" Mau Allahuakbal masjid Ayah." gumanya memberitahu ayahnya.

" Ayah kasih tahu yah Bang, kalau Abang ingin sesuatu, Abang bisa bilang ke Ayah, Mama, Kasan, atau Necan yah. Bilangnya juga harus baik-baik." Byakta berusaha menjelaskan dengan sabar agar putranya bisa memahami.

" Huuh."

" Abang kasih taunya yang baik yah, kalau sambil nangis terus marah Ayah, Mama, Kasan, Necan, semua orang nggak bisa dengar. Kasih tau yang baik yah."

Taya mangangguk tanda mengerti.

Byakta mendesah pasrah, ia berharap putranya bisa memahami. Satu hal lagi yang patut Byakta dan Baheera syukuri adalah nenek dan kakeknya Taya memilih diam dan mendengarkan ketika Taya sedang dinasehati orangtuanya.

Hello NatayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang