dua.

207 18 0
                                    

"Mas, sama saudara tuh jangan suka berantem. Akur-akur loh, saling sayang, saling jaga. Kalo misalnya Mas lagi kesusahan, yang bakal nolong ya Teteh. Begitu juga sebaliknya, kalo Teteh lagi susah, pasti Mas Hesa yang bakal nolong."

Begitu kata Mama dulu, saat menyaksikan bagaimana kedua anaknya bertengkar hebat perihal kopi yang tumpah keatas laptop Nesa karena Hesa tidak sengaja menyenggolnya.

Nesa marah, alih-alih minta maaf, Hesa malah balik memarahi Tetehnya. Nesa menangis dibuatnya, bahkan hampir 2 hari saudara itu tak saling sapa.

"Sekarang aja apa-apa ribut, gak ada yang mau minta maaf. Gimana kalo Mama gak ada? Apa bakal terus kayak gini?"

Mengingat ucapan Mama itu Hesa merasakan dadanya tercekit--sesal, sesak, dan sakit bercampur aduk menjadi satu.

Sebelum kepergiannya, Mama benar-benar terasa sangat menyayangi kedua anaknya. Maka dari itu, meninggalnya beliau menumbuhkan rasa penyesalan dari keduanya--mengapa mereka tidak memperhatikan Mama dan terus-terusan memeluknya?

"Mas, Bapak mana?" tanya Nesa yang baru saja keluar dari kamarnya. Melihat sekelilingnya mencari keberadaan Bapak.

Hesa menoleh kesumber suara, "udah berangkat"

"Pamit sama lo?"

Hesa menggeleng.

Bagai ulat keket yang hinggap dan pergi pada tiap dahan, Bapak seringkali berangkat tanpa pamit dan pulang tanpa salam. Entah, bagaimana bisa namun itulah yang terjadi.

Perhatian Bapak terhadap mereka memang menjadi sebuah tanda tanya besar saat ini. Tapi siapa peduli, yang terpikir dibenak mereka adalah bagaimanapun Bapak, beliau tetap menyayangi anaknya.

"Mas, hari ini anter yuk"

"Kemana?" tanya Hesa singkat sambil menyesap kopi hitamnya, matanya tak ia alihkan dari serial Upin&Ipin ditelevisi.

"Enaknya kemana?"

"Lah nanya"

Nesa tergelak, sebab ia memang tidak tau ingin kemana. Hanya saja, ingin berkeliling dengan Adiknya. "Ada masukan?"

Hesa mengelus dagunya, seakan berpikir--alih-alih memberi masukan, namun ia malah menggelengkan kepalanya.

"Gak asik lo najis!" umpat Nesa.

"Ke Mama aja yuk, Teh"

Tempat pemakaman umum itu masih sama sendunya seperti saat Mama baru saja disemayamkan. Tidak ada yang menyenangkan dari jejeran nisan yang berbaris rapih disana, semuanya terasa menyayat hati.

Hesa dan Nesa berjalan mendekati pusara Mama. Tidak ada yang berbicara, namun keduanya dapat merasakan kesedihannya satu sama lain.

"Ma, Mas sama Teteh dateng" Ucap Hesa sambil menyentuh nisan Mama yang sedikit tertutup debu.

Nesa tertunduk, memperhatikan setiap inci makam Mama--tak ada air mata disana, namun menjadi diam seribu bahasa. Tangan Hesa terulur meraih pundak Kakaknya, membawanya berjongkok sambil merapalkan doa.

Tak ada lagi yang Mama harapkan selain doa dari kedua anaknya, ia tidak lagi membutuhkan uang dan segala rupa. Ia hanya ingin anak-anaknya selalu mengingatnya dan mengiriminya doa untuk mengiringi jalan nya ke surga.

Nesa melingkarkan tangan dipinggang adiknya, dengan getap Hesa memeluk tubuh ramping Nesa--menyalurkan seluruh energi yang ia punya. Mengerti saat Mama meninggal, hati Nesa lah yang paling tersakiti, sebab anak perempuan sangat membutuhkan kehadiran Ibu disampingnya.

"Mas, disini masih kosong" tunjuk Nesa pada lahan kosong sebelah pusara Mama--tempat ia berjongkok. "Bilangin jangan ada yang tempatin, nanti itu buat aku"

ZONA ASTARAJINGGA || HAECHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang