sembilan belas.

74 9 11
                                    

"Hidup di bui bagaikan burungBangun pagi makan nasi jagungTidur di ubin pikiran bingungApa daya badanku terkurung"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Hidup di bui bagaikan burung
Bangun pagi makan nasi jagung
Tidur di ubin pikiran bingung
Apa daya badanku terkurung"

Petikan gitar Hesa menambah keceriaan suasana malam minggu didepan rumahnya. Suara merdu Reno, Dio, dan Hesa bersenandung riang mengisi kegelapan malam dengan menyanyikan lagu lawas milik D'lloyd. Sementara Nesa, menganggukan kepalanya mengikuti irama yang kadang senada dan kadang pula saling bertabrakan. Si Jelita juga tak mau kalah, tangkainya ikut menari mengikuti hembusan sepoi-sepoi angin malam yang dingin.

Beberapa kotak rokok milik ketiga lelaki itu tergeletak sembarang dimeja semen, dengan ditemani beberapa cangkir kopi hitam dan juga satu gelas sirup marjan rasa cocopandan milik Nesa. Tadi sebelum kesini, Reno dan Dio sempat mampir ke tukang sate padang dan juga martabak, alhasil makanan itu sudah selesai dilahap oleh keempatnya dan hanya beberapa potong martabak manis saja yang masih tersisa.

"Nes, sekarang cowok lo siapa?" tanya Dio tiba-tiba begitu genjrengan gitar Hesa berhenti.

Nesa menggeleng, "gak ada..."

"Bohong"

Nesa berdecak, mata sinisnya menatap Dio lekat-lekat, "ngapain boong sih? Gak penting banget!"

"Lo aja berdua jadian!" Suara Reno mengintrupsi semua orang yang ada disana.

"JANGAN!" Cegah Hesa sambil menaruh gitarnya secara grasak-grusuk.

Kali ini semua pandangan tertuju pada Hesa, menatap laki-laki itu dengan tatapan curiga.

"Gak mau gue sodaraan sama lo!" tunjuk Hesa pada Reno.

Reno menepis tangan Hesa, "ya lo pikir gue sudi? KAGA!"

"Jangan bikin gue marah ye ... Jangan sampe gue oles minyak wijen ubun-ubun lo!" Tangan Hesa seketika terulur, menarik leher Reno kemudian memitingnya.

"AARRRGGGHHH!!" Pekik laki-laki yang badan nya berukuran lebih kecil dari pada Hesa, membuatnya susah melawan Hesa.

Kejadian tersebut tak lantas membuat Kakak-kakak mereka melerai--keduanya malah tertawa kegirangan, menyaksikan Adik-adik mereka saling menikam satu sama lain. Tak ada yang lebih indah daripada saat ini, melihat Hesa dan Reno bergulat memperebutkan sesuatu yang tidak seharusnya dibahas. Anak-anak aneh.

Tak berapa lama keadaan kembali normal, sudah tidak asing bagi mereka semua ketika melihat Reno dan Hesa didetik ini dirundung rasa benci, kemudian didetik berikutnya sudah disirami dengan rasa kasih sayang. Keduanya memang seperti itu, rasanya tak pernah sekalipun melihat keduanya benar-benar bermusuhan, yang dilihat hanya sebuah love-hate relationships yang biasa terjadi.

Reno menyesap kopi hitam dicangkirnya yang tinggal setengah, sebelum akhirnya berbicara, "Per, lo jadi deketin Inara?"

"Inara siapa?"

ZONA ASTARAJINGGA || HAECHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang