Setiap orang yang hidup didunia pasti mempunyai mimpi dan juga cita-cita, begitu pula dengan Hesa. Meskipun hidupnya selalu dipenuhi dengan ketidak-seriusan, namun Hesa juga memiliki mimpi yang ingin ia wujudkan agar bisa menjadi kenyataan. Yaitu, menjadi seorang penyanyi. Hesa memang tidak kuliah dibidang sastra dan ilmu seni, namun lelaki itu mengikuti unit kegiatan mahasiswa berupa seni musik, katanya sambil menyelam minum air.
"Nyanyi mah hobi hungkul, Ren. Nyambi aja kalo lagi bosen. Sengaja sih gak mau gue jadiin mata pencaharian, karena gue gak mau hobi gue berakhir sebagai tuntutan." Jawab Hesa saat ditanya Reno perihal mengapa ia tidak mengambil jurusan seni musik.
"Musik tuh bahasa perasaan, Ren. Dia menyatukan bidang moral, emosional, dan estetika manusia. Kadang, ada kalanya musik mewakili perasaan yang gak bisa diungkapin lewat kata-kata, bahkan musik bisa jadi temen yang paling setia. Makanya, kadang pas gue lagi down, mood gue bakal bagus lagi ketika gue dengerin lagu bagus." Sambungnya.
"Terus ya, Ren, kalo kata Albert Schee--swhe-- anying gelo susah siah nyebutnya." Hesa kesusahan menyebutkan nama seorang teolog, musikus, dan filsuf berdarah Alsace - Lorraine, Pranciss tersebut. "Pokoknya kata Albert S-c-h-w-eitzer, ada dua cara buat berlindung dari kesengsaraan hidup, yang pertama musik, dan yang kedua kucing. Tapi gue kurang setuju sama opsi kedua karena gue gak terlalu berteman akrab dengan kucing. Jadi gue ganti opsi yang kedua pake keluarga." Jelas Hesa dengan mata berbinar sambil menatap Reno yang sedari tadi setia mendengarkannya.
Hesa selalu berhasil menyampaikan makna tentang musik kepada orang lain menurut versinya dengan begitu tulus. Kecintaannya pada musik memang sudah mengalir dalam diri serupa darah. Di keluarga Astarajingga, rasanya hanya Mas Hesa lah yang mempunyai minat tinggi terhadap musik dan menyanyi.
Tak ada waktu malam yang ia lewatkan disetiap harinya tanpa duduk dibawah Jelita, dengan gitar dipelukan nya, dan buku notes sedang berisikan lirik lagu dan kunci-kunci gitar karangan nya yang berhasil ia tulis namun sampai saat ini agaknya belum pernah ia perdengarkan kepada orang lain, lalu ditemani secangkir kopi hitamnya, dan kadang pula ditemani sahabatnya yang tidak lain dan tidak bukan adalah Reno, serta sebungkus rokok yang biasa ia hisap.
Tak jarang juga Hesa mendapat tawaran menyanyi dikafe-kafe hits setiap minggunya, kadang pula diacara ulang tahun anak muda, kadang juga diundang diacara pensi sekolah maupun universitas.
Tawaran itu dengan senang hati Hesa terima, "lumayan nambah duit jajan" katanya. Oleh sebab itu, jika Bapak terlambat memberinya uang bulanan, Hesa sama sekali tidak pernah merasa khawatir karena ia sedikit banyak sudah mempunyai penghasilan dari hobi yang ia jalani.
"Nih ya, Mas. Kalo misalkan pas lo lagi nyanyi dikafe, terus tiba-tiba ada produser nawarin lo buat rekaman gimana?" tanya Nesa pada suatu malam dibawah Jelita menemani Hesa bernyanyi sambil memetik gitarnya.
Hesa tersenyum disana, "ya gak gimana-gimana" jawabnya acuh.
"Lo bakal tolak?"
Hesa mengangguk mantap, namun senyumnya masih setia tersungging dari bibirnya, "Hobi ya hobi, pekerjaan ya pekerjaan. Jangan dijadiin satu nanti ribet. Hobi kan bisa buat nyantai dan jadi bahan pelarian kalo kita lagi pusing sama kerjaan. Nah kalo misalkan hobi itu sendiri kita jadiin pekerjaan, nanti pas kita lagi mumet, kita mau lari kemana coba?"
"Tapi kan lo mau jadi penyanyi, Mas" ucap Nesa sambil mendorong pundak adiknya.
"Nyanyi dikafe-kafe aja menurut gue udah sebuah pencapaian, Teh. Bahkan kalo gue cuma jadi penyanyi kamar mandi pun gue bakal tetep menikmati itu." Jawab Hesa santai kemudian terkekeh, sepertinya laki-laki itu selalu menghargai setiap jerih payah yang ia capai walaupun hanya sedikit saja.
Musik juga seringkali menemani Hesa merenung dan menjadi teman untuk mengolah isi kepala. Disaat ia tidak bisa mengungkapkan segala kegundahan nya, disaat kata-kata dari mulutnya terhenti, maka musiklah yang akan berbicara.
Mama pernah bilang, "Suara Mas Hesa bagus, Mama seneng dengernya. Mama selalu doain supaya suara Mas selalu diperkuat oleh cinta. Jadi setiap kali orang mendengarnya, mereka akan bahagia sekaligus tenang."
Hesa selalu bersyukur karena dianugrahi suara yang indah dan enak didengar, dan ia berharap tidak akan pernah kehilangan perasaan itu. Ia selalu mengagumi cara Mama mendukungnya dan selalu mengapresiasi setiap bait lagu yang keluar dari mulutnya. Teringat disaat suara Hesa hilang karena ia sering berteriak, itu membuat Mama bertindak seolah ini akhir dunia. Padahal Hesa bukan penyanyi sungguhan atau semacamnya, hanya saja ia baru selesai tampil diacara pensi sekolah dan tiba-tiba saja suaranya menghilang. Satu rumah geger karena Mama, Hesa yang diperlakukan sedemikian rupa hanya bisa terkekeh dan menerjemahkan perilaku Mama sebagai salah satu pembuktian bahwa beliau benar-benar mencintainya.
Hesa sangat menyukai penyanyi legendaris dunia yaitu Michael Jackson. Dan membuatnya pernah bermimpi, jika ia bisa melakukan 1/10 saja dari apa yang Michael Jackson lakukan melalui musiknya untuk orang lain. Maka Hesa merasa bahwa ia benar-benar bisa membuat perubahan pada dunia ini.
Namun pada kenyataannya, Hesa benar-benar akan membuat itu hanya menjadi mimpi belaka. Hesa memutuskan untuk menghentikan dirinya. Ia tidak ingin muluk-muluk, ia hanya ingin membuat dirinya bahagia melalui musik, ia tidak ingin mengubah dunianya menjadi sangat besar dan sangat cepat karena menjadi seorang penyanyi profesional dan terkenal. Itu akan membuatnya meninggalkan kehidupan normalnya, demi berada dikecepatan cahaya setiap harinya dan akan membuatnya tersesat didalamnya.
Hesa merasa, dengan menjadi dirinya yang sekarang adalah hal yang indah dan patut untuk ia syukuri. Musik memang sudah merembes masuk dalam dirinya, namun ia tidak ingin sesuatu yang ia suka berubah menjadi sesuatu yang akan menuntutnya kelak. Dengan menjadi penyanyi freelance membuat Hesa bisa tetap menjadi dirinya sendiri sekaligus bisa membuat orang lain tenang dengan suaranya.
Saat terbaik dalam hidupnya adalah ketika Hesa bernyanyi sambil memetik gitarnya, keluarganya akan ada disampingnya dan bernyanyi bersamanya. Tak ada perasaan yang lebih baik daripada melihat keluarganya duduk melingkar diruang tamu mereka sambil tersenyum--menyaksikan nya bernyanyi. Tak ada praduga disana, hanya ada cinta murni. Itulah yang terjadi dikeluargnya pada saat Mama masih hidup, semua orang mengapresiasi dan memberikan yang mereka miliki.
Namun semuanya berubah sejak kepergian Mama, yang tersisa hanyalah Nesa yang masih setia meramaikan suasana pada saat ia memetik gitarnya. Tak ada lagi Bapak disana, tak ada lagi acungan jempolnya yang mengistilahkan bahwa dirinya hebat, juga tak ada lagi senyuman hangat Bapak ketika Hesa mengeluarkan suara indahnya.
Semuanya berubah, terdapat ruang kosong dalam diri Hesa dan pada setiap lantunan nadanya, berharap Bapak bisa kembali mengisi ruang kosong pada setiap nada-nada yang ia suarakan.
Nesa pernah bilang pada suatu malam berbintang saat mereka tengah membicarakan perihal Bapak, "liat aja sisi baiknya" katanya. Maka Hesa akan menurut, dan akan terus melihat sisi baik Bapak dan tidak akan pernah sama sekali memandang sisi buruknya.
°°°°
Kalo ada yang punya kafe terus mau ngadain live music, jangan lupa kontak mas hesa ya biar dia ada job. Lumayan buat beli rokok, kasian rokoknya tinggal 2 batang:)
Guys kalo kalian mau tau taste music nya mas hesa kayak gimana, coba dibuka aja profil @ hesastarajingga on twitter, disana ada pin soal playlist nya dia. Siapa tau yall have same taste on music hehe
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
ZONA ASTARAJINGGA || HAECHAN
FanfictionHesa kira, kepergian Mama adalah satu-satunya kehilangan yang akan ia alami seumur hidupnya. Namun, agaknya ia keliru-ternyata setelah kepergian Mama, ia terus menjumpai kehilangan-kehilangan berikutnya. wordizards, 2021.