Sambil diplay audio nya coba biar ngefeel walaupun sedikit hehe
"Mas ..."Hesa menghela napasnya kasar, kemudian merenggangkan sedikit cekalannya pada tangan Nesa, "naik!" ucap Hesa singkat sambil menarik tangan Kakaknya untuk menuntunnya menaiki si Bombom yang terparkir ditengah jalan.
Tak ada percakapan sama sekali, bahkan hanya ingin memeluk pinggang Hesa pun agaknya Nesa tidak berani. Ia memilih untuk memegang tas ransel yang Hesa kenakan dipunggungnya. Setelah sampai dirumah, Hesa tak menanyakan keadaan Nesa barang satu kata pun. Laki-laki itu memilih untuk memarkirkan Bombom didalam garasi selepas Nesa turun.
Tak tahu harus berbuat apa, Nesa berjalan perlahan masuk ke dalam rumahnya. Tak berapa lama Hesa menyusul dengan mimik wajah yang masih sama seperti tadi, "ada yang luka gak?" tanya Hesa dengan nada bicara yang datar.
Nesa menggeleng, kemudian duduk diruang keluarga mereka. Bapak tidak ada dirumah, dijam-jam seperti ini, beliau memang masih sibuk dikantornya. Maka dari itu hanya ada mereka berdua saja, ya walaupun memang seperti itu biasanya. Hesa berjalan mendekati Nesa dan memberi gadis itu segelas air mineral untuk menenangkan dirinya, "minum dulu" nada bicara Hesa sama sekali tidak bersahabat, Nesa tau bahwa Hesa sedang marah dan memendam kekesalan padanya.
Hesa mengusak rambutnya sembarangan, dan lagi-lagi menghembuskan napasnya kasar, "lo bisa gak sih, Teh, bikin gue percaya sekali aja kalo lo tuh beneran bisa jaga diri?" ucap Hesa sedikit frustasi.
"Udah ke sekian kalinya lo kayak gini, Teh. Waktu itu gue sering dapet laporan dari Bang Dio, kalo lo sering ngelamun. Apa sih yang lo pikirin? Gak ada lagi yang perlu lo pikirin selain tugas-tugas lo, Teh. Udahlah! Cukup tidur nyenyak, makan enak, main sama temen-temen lo, FOKUS... Jangan kebanyakan mikirin hal yang gak seharusnya lo pikirin! Beruntung tadi gue bisa ngendaliin si Bombom ... Coba kalo enggak? Apa yang bakal terjadi sama lo? Apa gak lo sekarang udah terkapar dirumah sakit?" Ucap Hesa panjang lebar dan penuh penekanan pada kata "fokus".
Hesa memejamkan matanya, "bisa gak sih lo kasih gue kesempatan buat menikmati hidup gue barang 5 menit aja tanpa ngekhawatirin hidup lo?!" Bentaknya.
Hening ...
Tak ada suara disana setelahnya. Air mata Nesa sudah menggenang dipelupuk matanya, ia sama sekali tidak menyangka bahwa Adiknya ternyata sudah begitu lelah menghadapinya. Saat itu Nesa sadar bahwa beban yang Hesa tanggung ternyata lebih besar ketimbang dirinya. Hesa bahkan sangat paham apa arti kehilangan sesungguhnya, tapi ia bersedia dan berlapang dada untuk mengikhlaskan semuanya. Sedangkan Nesa, terjebak dalam kesedihan dan keterpurukan yang membuat dirinya malah membebani Hesa. Sebetulnya, Bapak dan Nesa sama. Sama-sama tidak mengerti apa itu ikhlas dan mengikhlaskan.
Serupa batu yang menghantam sebuah kaca, hati Nesa seperti remuk dibuatnya. Memikirkan bagaimana ia bisa tidak sepeka itu untuk mengetahui bahwa Hesa adalah orang yang paling merasa tersakiti akibat kepergian Mama. Hesa bahkan tak pernah menunjukkan nya, tapi Nesa tahu, ada sisi terlemah Hesa akan muncul saat ia sedang berada dikamarnya. Ketika saat tak ada orang lain yang melihat dan memperhatikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZONA ASTARAJINGGA || HAECHAN
Fiksi PenggemarHesa kira, kepergian Mama adalah satu-satunya kehilangan yang akan ia alami seumur hidupnya. Namun, agaknya ia keliru-ternyata setelah kepergian Mama, ia terus menjumpai kehilangan-kehilangan berikutnya. wordizards, 2021.