empat puluh dua.

60 10 4
                                    


Dingin malam ini rasanya benar-benar menyelimuti Nesa. Gadis itu duduk termenung dibangku semen, dan berharap bahwa si Jelita akan bergerak kesana-kemari mengikuti hembusan angin sekaligus menemaninya malam itu--tapi nyatanya Jelita tetap diam, entah karena memang tak ada angin, atau pohon jambu biji bogel itu sudah benar-benar tertidur.

Sayup-sayup ia mendengar petikan gitar Hesa dari arah ruang tamu. Biasanya lelaki itu akan menghampirinya dan duduk bersamanya menikmati hamparan langit malam sekalipun tanpa bintang, namun kali ini Hesa memilih diam--sepertinya ia masih menetralkan perasaannya dengan membiarkan Nesa seorang diri diluar rumah.

Seorang lelaki bertubuh tegap dan agak kurus tiba-tiba saja memasuki pekarangan rumah Astarajingga tanpa salam, ia adalah Dio. Lelaki itu kadang memang jauh dari kata sopan, namun ia selalu mengusahakan diri menemani Nesa malam ini setelah gadis itu memintanya untuk datang.

"Salam napa, Yo!" Protes gadis itu dari bangku semen.

Dio masih berdiri ditempatnya, "oiya--Assalammualaikum!"

"Telat, setan!" Umpat Nesa sambil memutar bola matanya malas.

"Yang setan tuh elo karena gak jawab salam gue!"

"Iya, Waalaikumsalam Dio-ku sayang!"

Dio mendecih kemudian melemparkan tatapan sinis pada Nesa yang membuat Nesa terkekeh--merasa senang karena lelaki itu akan selalu ketus dan judes tiap kali Nesa menggodanya.

"Ngapain lo malem-malem gini sendirian?"

"Sendiri gimana? Kan sekarang berdua sama lo."

"Seterahlah, Nes!" Dio mendengus, ia sepertinya sudah malas menanggapi sahabat masa kecilnya itu.

Nesa terbahak melihat raut kesal milik Dio, "kok lo mau kesini sih, Yo?"

"Kan lo suruh ..."

"Berarti kalo gak disuruh gak akan dateng?"

"Yaiyalah!" Jawab laki-laki itu ketus. "Lo abis nangis ya?" Tangan Dio meraih dagu Nesa untuk melihat kedua mata Nesa yang terlihat sembab.

Nesa berdecak kemudian menepis tangan Dio dari dagunya.

"Kenapa?" tanya lelaki itu sambil memangkas jarak diantara keduanya.

Nesa menghembuskan napasnya panjang, "Yo, cara minta maaf yang bener gimana sih?" Alih-alih menjawab pertanyaan Dio, gadis itu malah balik bertanya.

Dio melirik gadis itu--kemudian menatapnya sangsi sekaligus heran.

"Gak tau!" Jawab lelaki itu singkat dan ketus.

"Ih, bangsat!"

Umpatan yang Nesa ucapkan membuat telapak tangan Dio terulur untuk menampar bibirnya--walaupun pelan namun berhasil membuat Nesa kesal.

"Lo mau minta maaf sama siapa emang? Hati siapa yang udah lo sakitin? Hah?" Dio menaikkan intonasinya didepan gadis yang menatapnya sendu--tatapan yang tidak pernah ingin Dio temui dari sorot mata Nesa.

"Bapak ..."

Hening.

Dio diam.

Keduanya terpaku dalam pikiran masing-masing untuk beberapa saat.

"Ada masalah apa sama Bapak?" tanya Dio sangat lembut sambil menatap gadis itu lekat-lekat.

"Ngga ada, letak masalahnya cuma ada di gue ..."

Dio menghela napasnya kasar, tak berani menanyakan masalah tersebut lebih jauh, ia malah takut membuat Nesa tidak nyaman bercerita karena merasa ia mendesaknya.

ZONA ASTARAJINGGA || HAECHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang