Jika ada seseorang yang harus diberi banyak cinta dan dipeluk raganya, maka orang itu adalah Mas Hesa.
Bagaimana tidak? Sudah banyak luka yang secara tidak langsung digoreskan kepadanya, begitu juga beban serta tanggung jawab yang bukan dengan sengaja ia pikul, melainkan dilimpahkan kepadanya. Sosok anak bungsu yang sebenarnya rapuh namun dipaksa berdiri dengan kedua kakinya sendiri, demi menopang banyak tubuh disandarannya.
Bagaimana Hesa bisa menerimanya dengan lapang dada? Tidak, ada kalanya lelaki itu ingin marah. Ada kalanya lelaki itu merasa semua berjalan baik jika ia mencintai Tuhan, tetapi ada saat dimana ia tidak merasa seperti itu sama sekali. Ada kalanya lelaki itu sedih dan menyesali kepergian Mama. Semua terasa sesak didada, dan kian berisik dikepala. Bahkan setiap waktu ia selalu berpikir bagaimana memulihkan semua, disaat semuanya masih hangat dan baik-baik saja. Namun ia juga berpikir, kalau memang semuanya benar terjadi, kenapa musti ada perlawanan? Tapi Hesa selalu percaya kata-kata Mama perihal, "Allah Maha Penolong". Hesa memang bukan petarung alami, tapi jika ia percaya pada sesuatu, maka ia akan mempertahankan kepercayaan itu.
Dalam kehidupan, semua hal akan diungkap penuh. Dan secara terang-terangan, semua orang harus mampu menghadapi hal yang tak terduga. Semua ini mengenai perubahan, jika Nesa dan Bapak tidak siap dengan kepergian Mama, maka Hesa lah yang harus menerimanya. Hesa merasa harus mengumpulkan kebahagiaan dihidupnya kembali, dan memberi Nesa serta Bapak kebahagiaan.
Sudah tiga hari ini Bapak benar-benar tidak membuka gerbang percakapan dengan kedua anaknya. Memang bukan hal yang aneh jika Bapak jarang berinteraksi dengan mereka dalam beberapa tahun terakhir, namun agaknya kali ini Hesa dan Nesa benar-benar tidak mendengar suara Bapak didalam rumah mereka.
Tok!Tok!Tok!
Nesa mengetuk pintu kamar Bapak pelan, tak ada jawaban pada awalnya.
"Pak?" Panggil Nesa sambil kembali mengetuk pintu kamar Bapak.
Pintu kamar terbuka, menampilkan sosok Bapak dengan baju koko serta sarungnya, tak lupa peci diatas kepalanya, dan juga buku yasin digenggaman tangannya.
"Kenapa, Teh?"
Nesa berdeham, "Nesa sama Mas mau izin pergi dulu keluar sebentar"
"Mau kemana?" tanya Bapak--matanya meneliksik penampilan Nesa dan Hesa yang sudah terlihat rapih.
"Mau ke Mall sebentar sama mau beli kertas hvs, udah habis" jelas Nesa.
Bapak tak langsung menjawab, ia berjalan kearah ruang keluarga, menengok kearah jam dinding disana, waktu menunjukkan pukul 7 malam. "Kenapa gak dari sore? Ini kan malam jum'at, emang gak yasinan? Gak doain Mama? Bapak liat-liat anak Bapak gak ada yang pernah doain Mamanya. Kerjaan nya cuma haha-hihi sana-sini. Udah gak ada yang sayang sama Mama?"
Hesa melihat tangan Nesa sudah terkepal disana, ia sepertinya menahan kekesalan nya. Nesa tidak menjawab perkataan Bapak, namun matanya memerah sebab menahan marah juga rasa kesalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZONA ASTARAJINGGA || HAECHAN
FanficHesa kira, kepergian Mama adalah satu-satunya kehilangan yang akan ia alami seumur hidupnya. Namun, agaknya ia keliru-ternyata setelah kepergian Mama, ia terus menjumpai kehilangan-kehilangan berikutnya. wordizards, 2021.