dua puluh enam.

71 8 2
                                    

Hesa duduk termenung dikursi yang berada diteras kos-an tempat Inara tinggal. Lelaki itu sedang menunggu si Tuan rumah selesai membuatkan minuman untuknya.

"Makasih..." Ucapnya saat Inara menaruh secangkir teh hangat diatas meja tepat dihadapannya. "Gue ganggu ya?" Lanjut Hesa sambil menatap wajah Inara lamat-lamat.

Inara menghembuskan napasnya, "mau jawab iya tapi gak enak hati, mau jawab engga juga tapi emang ngeganggu. Gimana dong?"

Hesa tergelak sambil mengusak rambut Inara sembarangan, membuat si empunya berdecak kesal.

"Boleh pinjem pundaknya sebentar?"

Ucapan Hesa membuat Inara bingung serta heran, tapi mulutnya enggan untuk bertanya. Yang ia lakukan malah mengikis jarak duduk antara dirinya dengan Hesa.

Tanpa aba-aba dan intruksi apa-apa, Hesa langsung meletakkan kepalanya tepat dipundak milik Inara, yang membuat pemiliknya tercekat. Namun, gadis itu tetap membiarkan posisi Hesa yang bersandar dipundaknya, ia memperhatikan lelaki itu diam-diam. Hesa nampak memejamkan matanya dan memijat pangkal hidungnya, sepertinya lelaki ini sedang sedikit frustasi. Lagi-lagi Inara hanya menebak-nebak, mulutnya tetap enggan untuk bertanya.

"Gini dulu sebentar gapapa kan, Ra?" Hesa bertanya apakah Inara keberatan dengan posisi mereka sekarang.

"Hmm..." Sahut Inara.

Tangan gadis itu terulur mengusap surai milik Hesa dengan lembut. Lelaki itu sepertinya tampak menikmati setiap sentuhan yang Inara berikan. Hesa merasa nyaman saat sedang bersama Inara, begitupun sebaliknya.

Hesa mungkin tak banyak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia menyukai Inara, namun gadis itu bisa merasakan ketulusan yang Hesa berikan. Ia senang bagaimana Hesa memberinya perhatian-perhatian yang dapat membuatnya seperti dihargai dan disayangi. Walaupun Inara tidak begitu yakin dengan perasaannya. Namun agaknya, ia menyukai Hesa.

"Ra?" Panggil Hesa dengan mata terpejam dan masih dengan posisi yang sama.

"Hmm"

"How's your day?" Pertanyaan Hesa yang sepertinya tidak pernah absen disetiap harinya.

Inara nampak tersenyum, "seperti biasa, tapi--" ucapan Inara terhenti.

Hesa membenarkan posisi duduknya menjadi menghadap gadis itu, ia tak lagi bersandar pada pundak Inara, "tapi apa?" tanyanya penasaran.

Inara menautkan jari-jarinya, merasa gugup seketika, "tapi ... Agak kepikiran tentang lo aja" ucapnya ragu.

Alih-alih tersipu, Hesa malah tergelak ditempatnya--membuat Inara menatapnya jengkel dan mendaratkan satu cubitan tepat diperut lelaki itu.

"AWWW!!" teriak Hesa sambil meringis memegangi perutnya. "Sakit..." Eluhnya.

Inara menekuk wajahnya sebal, "rese sih lo!"

"Ra?" Panggil Hesa lagi.

"Apa lagi?"

"Cita-cita lo jadi apa?"

Seketika Inara langsung menoleh menatap Hesa, tak habis pikir bagaimana lelaki itu selalu punya cara untuk membuatnya bingung dan heran akibat keanehan pikiran yang ia miliki. "Apa sih random banget??!!" Protes Inara.

Hesa mendengus, "jawab, Ra!" Rengeknya sambil menggoyang-goyangkan tubuh Inara, persis seperti balita yang meminta dibelikan permen oleh Ibunya.

Inara menepis tangan Hesa agar berhenti berulah, "mau jadi Ibu" jawabnya asal.

"Dari?"

"Dari anak-anakmu!" Celetuk Inara.

Hesa lagi-lagi tergelak, seketika Inara sadar dengan ucapannya dan membuat pipinya memerah akibat menahan malu.

ZONA ASTARAJINGGA || HAECHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang