Langkahnya cepat mengimbangi langkah orang orang yang terasa lebih cepat, entah karena langkah mereka yang terlalu terburu buru atau langkah Cleo yang sudah lelah setelah perjalanan panjangnya. Tidak ingin berlama lama menghabiskan waktunya, Cleo mencari taksi yang bisa ia tumpangi untuk sampai ke tujuan akhirnya. Untung saja karena setahun lalu ia tinggal disana sehingga tidak menemui kesulitan yang berarti saat mencari tumpangan.
Tenaganya sudah sangat terkuras, Cleo meminta supir taksi untuk menurunkan koper berukuran sedangnya. Sebelum ia memasuki gerbang di depannya, Cleo menatap rumah itu dengan berat. Sambil menggerek kopernya, kepalanya ia tundukan karena sudah lelah dan juga berat melawan perasaannya.
"Okaeri" ucapnya di ambang pintu yang sudah dibukanya.
Cleo melepaskan jaket dan sepatunya, dan ambruk berlutut di lantai yang terasa hangat. Air matanya sudah sejak tadi ia tahan juga meluruh menggambarkan bagaimana perasaanya saat ini.
"Ne obaachan, aitai"
"Gomen" imbuhnya lagi.
Dengan masih tersedu sedu, Cleo bangkit dan meraih kopernya berjalan lesu membawanya masuk ke dalam kamar yang dulu ditempatinya.
Rumah yang selalu membuatnya merasa sepecial kini terasa hampa. Apalah arti sebuah rumah tanpa nyawa, sebuah rumah yang hanya berbentuk fisik tanpa jiwa. Semewah apapun tempat tinggal, tidak akan menjadi rumah tanpa cinta dan kasih sayang di dalamnnya. Begitupun yang sedang Cleo rasakan sekarang, ia menginginkan rumahnya kembali tapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain kembali ke tempat tinggalnya dan menjadikan itu rumah kembali.
Suasa sepi yang menyelimuti terasa ramai dengan suara jangkrik yang jelas terdengar dari taman belakang, sura jarum jam yang berdetik dengan terpola. Cleo menghabiskan malamnya di rumah yang biasa kosong setelah berbulan bulan. Tidak ada rasa takut sedikitpun di benaknya. Rasa cintanya terhadap rumah ini mengalahkan semua sepi di sekitarnya.
Masih tanpa kata, Cleo sebagai manusia biasa membutuhkan makanan untuk bertahan hidup. Namun dapurnya kosong, ya mau siapa juga yang akan memasak? masa iya hantu.
Sebuah keputusan yang normal diambil untuk mendelivery makannan ke rumah. Makanan junkfood dipilihnya karena enggan berpikir lebih rumit sedangkan perutnya sudah meronta minta diisi.
Setelah berhasil memesan makanan, entah dorongan dari mana kakinya melangkah maju menuju kamar yang mana biasanya ditempati oleh neneknya. Cleo memberanikan diri masuk dan duduk di kasur yang masih rapih itu. Meskipun rumah itu kosong namun selalu dibersihkan satu minggu sekali oleh orang suruhan pamannya yang lebih sering di China.
Senyum ketirnya mengembang meresapi "Konbanwa Obaasan!"
Cleo membuka berangkas hitam kecil diatas nakas dekat tempat tidur. Kotak kecil itu berisi ponsel yang dulu dipakai neneknya dan juga ponsel yang ia pakai dulu sebelum dibelikan yang baru. Ternyata ponsel itu masih hidup, 'Cleo berhak bahagia, cepat kemari dan temui dia!'. Pesan terakhir itu belum terhapus, percakapan dengan Amar saat sebelum kejadian itu.
Tangisnya tentu saja kembali pecah. Memeluk dirinya sendiri, hanya itu yang bisa dilakukan. "maaf obaa, kalau saja dulu aku gak ijinin obaa pergi"
"kalau saja dulu aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri"
"kalau saja aku bisa lebih kuat"
"kalau saja aku tidak perlu menangis di depan obaa"
"kalau saja.........obaa tidak sayang sama aku"
"obaachan masih ada disini, aku masih bisa liat obaa, aku masih bisa memeluk obaa saat obaachan kesepian, aku masih bisa menyayangi obaa jauh lebih lama lagi"
KAMU SEDANG MEMBACA
Extra
Teen FictionIni cuma ekstra, dibaca boleh tidak juga tidak apa. Kelanjutan hidup hari kemarin.