Andini dan Alya memasuki kamar Zahra. Daebak! Ternyata oh ternyata temannya yang satu ini sedang menonton bias di laptopnya.
"Wih si lumpuh fokus banget nontonnya." Sindir Alya.
Zahra mengabaikan sindiran temannya. C'mon girls, biasnya lebih penting daripada bacotan unfaedah Alya.
Andini bergabung ikut tengkurap di samping Zahra ketika melihat Mark tertawa lepas. Tawa Mark mengalihkan dunianya, pikir Andini.
"Anak-anak dream comeback ya, Ra?" Tanya Andini sambil fokus menonton boy grup kesayangannya.
Zahra mengangguk, "Iya jadi kang kopi semua mereka, ngikutin jejak Lucas."
Alya ikut tengkurap tapi dengan posisi yang kurang ajar. Iya tengkurap di atas badan Andini dan Zahra.
Oasu.
Zahra dan Andini kompak bangun dari posisinya.
"Lo berat tolol!" Maki Zahra dengan kasar.
Andini mendengus kesal, "Lo gak sadar diri Al? Badan lo udah ngembang gak kayak dulu lagi, sialan." Sembur Andini.
Alya berucap santai, "Apa sih lebay. Berat badan gue cuma naik 6 kilo padahal."
"52 kilo gram itu berat ya, setan. Jangan mancing keributan deh!" Zahra menghardik temannya.
"Tau nih, lo pikir ketiban berat segitu gak bikin badan orang sakit." Ujar Andini.
Alya memutar bola matanya malas. Please, temannya ini lebay sekali.
"Lo ngasih tau Langit tentang keadaan lo gak, Ra?" Tanya Alya mengalihkan pembicaraan.
Zahra menggeleng, "Enggak deh."
Andini mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa?"
"Biarin aja sih, yang gue kasih tau cuma lo berdua sama Queen. Langit gak perlu, biar kelakuan dia keliatan natural di depan Afifah. Sekalian buktiin si Langit bisa setia apa enggak sama keadaan gue yang menyedihkan sekarang." Tutur Zahra.
Alya dan Andini mengangguk paham.
"Boleh juga ide lo." Balas Alya.
Zahra tersenyum miring, "Iya lah, siapa dulu? Gue gitu loh."
Andini memandang tidak suka ke arah Zahra, "Demi alek, Ra. Muka lo songong banget kalo kayak gitu." Andini berucap ketus.
"Dia mah dalam keadaan apa pun tetap sombong, Din. Bukan Zahra namanya kalo gak sombong." Tutur Alya.
Zahra menghela nafas kasar, "Mau gimana lagi nyet, resiko punya muka jutek. Senyum ke orang aja di kiranya malah sinis." Keluh Zahra.
Alya dan Andini terbahak. Temannya yang satu ini memang di karuniai muka seperti cewek dingin tak yang tersentuh. Resiko sih, karena Rama mau pun Anita juga memiliki wajah kalem. Memang sudah keturunan, pikir mereka.
"Btw nih ya, Ra. Kayaknya Langit gak bakal berani macam macam deh di belakang lo, orang dia bulol banget." Papar Alya.
Bulol?
Andini dan Zahra menyerit bingung.
"Bulol apaan?" Tanya Zahra.
"Bucin tolol." Jawab Alya sambil tertawa.
"Bener-bener, si Langit emang bucin parah anjir!" Pekik Andini kali ini membenarkan ucapan Alya.
Zahra memandang malas kedua temannya, "Ngaca bego, laki kalian juga gitu. Di suruh ngapain aja manut gak protes."
"Gak sia-sia gue nerima perjodohan ini." Ucap Andini mengenang masa-masa yang telah ia lalui dengan Elang, suaminya.
Alya tersenyum, "Dulu gue mikirnya pernikahan kita gak akan lama loh."
Zahra mengangguk, "Gak terasa udah sejauh ini. Tapi masih banyak yang harus di lalui ke depannya. Kita masih setengah jalan."
"Mungkin puncaknya saat kita melihat Raja, Pangeran, dan Queen punya keluarga masing-masing." Ucap Andini.
"Gue harap sih suami kita tetap manis hingga akhir." Tutur Alya.
"Kalo di pikir pikir lagi, gue belum tentu sebahagia ini kalo tetap mempertahankan hubungan sampai nikah sama Gilang. Gilang baik sih, jujur baik banget. Tapi dia gak pernah ada waktu buat gue. Selalu aja perusahaan yang dia prioritaskan. Pas pacaran aja kayak gitu, gimana pas udah nikah nanti." Ujar Zahra.
"Tapi gue sempat kasian loh sama Gilang pas lo nikah sama Langit. Kebayang gak sih nyeseknya jadi dia gimana?" Tanya Alya meringis membayangkan jadi Gilang.
"Parah banget sih itu. Gue antara kasian sama legah. Legah karna Zahra dan Langit udah nikah, di sisi lain kasian karna Gilang harus mengorbankan perasaannya." Respon Andini.
Zahra tersenyum miris, "Gilang baiknya gak ngotak sih. Sukanya nyakitin diri sendiri supaya orang lain senang."
"Dan lo malah ninggalin dia nikah sama cowok lain di masa-masa sulitnya? Lebih gak ngotak lo sih." Cibir Alya.
"Ya waktu itu kita semua masih labil. Belum bisa ngertiin perasaan orang lain karena ego masih tinggi. Mungkin kalo gue bisa sedikit dewasa menghadapi masalah waktu itu, gue sama Gilang masih bareng sampai sekarang." Ungkap Zahra.
Andini mengangguk, "Lagian kalian juga udah bahagia sama jalan hidup masing-masing."
"Huum udah bahagia banget." Balas Zahra.
"Dan intinya Zahra sama Gilang bukan jodoh. Bahkan saling cinta aja gak bisa mengubah garis yang udah di takdirin Tuhan buat kalian." Papar Alya.
Andini berdecak kagum, "Gila sih yang berjuang dari awal Gilang tapi malah Langit yang dapet."
"Mau jungkir balik sekali pun kalo bukan jodoh tetap gak bersatu." Balas Zahra singkat.
Alya terkekeh, "Mana si Shasa ujung ujungnya meninggoy lagi, 'kan sia sia kalian putusnya."
Zahra menghela nafas kasar, "Gak sia-sia juga sih, karena hal itu gue sama Langit bisa bareng-bareng sampai sekarang."
Andini mengangguk, "Gak ada yang sia-sia di dunia ini. Semua kejadian pasti ada alasan kenapa itu harus terjadi."
Note: silahkan komen jika ingin cerita ini cepat update.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jareda's FAMILY (On Going)
Romansa[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] SEQUEL DARI CERITA "Perjodohan berjamaah" _____________________________ Kehidupan Zahra, Alya, dan Andini, berubah pesat setelah menikah. Sejauh ini pernikahan ketiganya bahagia, bahkan sangat bahagia. Tetapi lama-kelam...