EPISODE 24 - Nir

1.1K 351 156
                                    


Rian yang hanya termangu bosan saat istirahat benar-benar sebuah anomali. Untuk pertama kalinya ketinggalan ponsel, terlihat jelas kalau dia kurang kerjaan. Kebetulan sekali, aku jadi tidak sungkan memberinya kesibukan.

"Ke kantin, yuk, Yan! Kutraktir cola!" ajakku, harus menahan tawa demi melihat ekspresi gabutnya.

"Enggak ditraktir juga enggak apa-apa. Bilang aja, kamu ada perlu apa?" jawab Rian ternyata ... sudah mengendus niatku.

Ketahuan menyogoknya dengan cola demi sebuah informasi memang memalukan, tapi akan lebih memalukan bila aku tak pernah tahu apa pun yang terjadi dengan Vian.

Apalagi sekarang bocah itu banyak diserang hujatan. Bila dia sendiri merahasiakannya dariku, mungkin aku bisa tahu dari Rian.

"Soal Vian, 'kan? Mantan mentor masih aja peduli ya!" komentarnya tanpa kusangkal.

"Ya, sejujurnya aku juga enggak percaya dia bisa maju ke final, tapi ketika Edo bilang soal kesempatan istimewa, menjinakkan Vian atau apalah ... kupikir bukan Vian yang curang," jelasku, cukup mengingat kata-kata Edo yang sedikit kumengerti waktu itu.

"Emang bukan, justru Vianlah yang disogok dan dijanjikan kemenangan di kompetisi itu ... biar dia selalu tutup mulut soal sisi kelam sekolah ini, Bell," kata Rian kian merendahkan suaranya, khawatir bocor ke telinga orang lain. Sisi kelam sekolah?

"Kayaknya serius banget ... Vian tahu dari mana?" tanyaku kian penasaran, kemudian dia menceritakan sesuatu yang tak pernah kutahu.

Tentang Nir, organisasi rahasia yang menangani berandalan sekolah ini. Berkat mereka, preman receh sampai kriminal berat seperti bandar judi dan narkoba bisa dibereskan dengan aman tanpa tersebar luas. Citra sekolah pun selalu bersih dengan tersimpannya rahasia-rahasia di tangan anggota Nir.

Tiba-tiba aku merasa baru kemarin berada di sekolah ini. Kupikir sudah banyak yang kutahu selama satu setengah tahun ... tapi rupanya, lingkungan sekolah ini tidak sesederhana yang kukira.

"Oke, jadi ... Vian ternyata bagian dari Nir? Termasuk kamu, Yan?"

"Aku? Pernah diajak, tapi kutolak ... mager banget ngurus begituan. Mungkin Vian deket sama aku biar kelihatan mager dan apatis juga, padahal dia anggota baru Nir yang paling diwaspadai ... karena bukan cuma tahu soal kasus-kasus rahasia di kalangan siswa, tapi juga rahasia kelam oknum-oknum guru."

"Ya ampun, guru-guru kita juga ada yang enggak bener?" tanyaku, entah kenapa semakin tahu malah semakin merinding.

"Yah, setan bisa nempel ke siapa aja, Bell! Dengan liciknya membungkam anak-anak Nir pake keistimewaan, merangkul mereka sama berbagai keuntungan biar enggak ngungkit aib-aib itu, tapi enggak kayak Edo, Vian selalu menolak. Menurutnya, siapa pun harus ditindak. Bukan cuma siswa, tapi guru-guru yang bahkan lebih enggak bermoral ... Kayaknya Vian muak banget harus pura-pura hormat di depan mereka."

"Ya ampun, lalu Vian hampir bongkar semuanya di Festival Budaya? Dia enggak ngerti bedanya berani sama cari mati ya?" komentarku sambil memijit kening, benar-benar tak habis pikir, Vian dengan muka jutek dan seringai menyebalkannya menyimpan nyali sebesar itu.

Meski demikian, aku senang karena tak bisa menyalahkannya. Andai ini bukan menyangkut rahasia dan urusan rumit di belakang, aku pasti tidak keberatan membela Vian, meski nanti dia bakal bilang, "Enggak butuh, kok!"

"Bell ... ternyata abis cerita panjang-panjang gitu haus juga ya! Jadi beli cola, enggak?" tanya Rian mengingkari kata-katanya sendiri, tapi bila dengan cara itu terima kasihku lebih pantas, aku pun tak keberatan.

Expert MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang