Serangan

428 115 275
                                    

Suhwan berlari tak tentu arah dengan raut wajah ketakutan. Ia sudah tak beraturan dengan rambut yang berantakan, piyama tidur yang robek dan juga sandal yang hanya dipakai satu sebab satu lainnya entah berada di mana. Beberapa kali ia menoleh ke belakang, mencoba memastikan tidak ada yang mengikutinya.

Suara-suara gebrakan semakin keras di dengar disusul barang-barang yang berjatuhan ke lantai. Suhwan tak habis pikir, selama ia tinggal di rumah tak pernah ia mendapatkan teror hantu yang besar-besaran seperti ini. Rumah besarnya itu terasa semakin besar sebab ia merasa tersesat. Sudah beberapa kali ia mencoba berjalan menuju pintu namun ia selalu keluar dari arah dapur. Aneh sekali.

BRAK!

PRANG!!

"AAAAAAAAAAAAAAA." Teriaknya kaget saat sebuah lampu kristal gantung terjatuh dan pecah tepat di sampingnya. Lengannya yang tak tertutup apapun itu terluka dan darah segar segera mengalir.

Tubuh Suhwan bergetar dan ia jatuh terduduk di lantai. Dengan perlahan, ia mundur dan menatap takut ke sekitar. Entah sudah berapa lama ia habiskan untuk lari sebab waktu terasa begitu lambat. Sekarang ia merasa seperti tokoh utama film horror yang diteror sepanjang malam.

"Hahahaha."

Suara tertawa itu menggelegar di sepanjang penjuru rumah membuat Suhwan menutup telinganya rapat-rapat dan menggeleng. Ia terisak takut dan merasa sedikit terguncang. Terngiang-ngiang jelas dalam pikirannya suara dan wajah menyeramkan sosok yang menyerupai pembantunya.

"AAAAAAAAAAAAAAA!!" pekik Suhwan saat kakinya tiba-tiba ditarik padahal tak ada siapapun di sana. Tubuhnya maju beberapa meter dan saat sampai di depan pintu, tubuhnya terlempar sampai membentur pintu.

Dengan tenaga yang tersisa, Suhwan mencoba bangkit dan berjalan tertatih untuk menyandarkan tubuhnya pada tembok. Ia meringis saat rasa perih pada tangannya yang terluka terasa, dan kepalanya berdenyut akibat terbentur pada pintu — dengan darah yang mulai mengalir pada lukanya itu. Ia menatap lurus ke depan dengan nafasnya memburu, mencoba mengumpulkan ingatan tentang apa yang terjadi.

BRAK!

Pintu utama yang berada di sampingnya didobrak kuat oleh seseorang dari luar membuat Suhwan memejamkan mata takut. Suara langkah kaki terdengar dan entah mengapa membuatnya bernafas lega. Itu manusia, dan setidaknya mengurangi rasa takut yang Suhwan alami.

Suhwan membuka matanya dan hal pertama yang ia lihat adalah sepasang kaki yang terbalut sepatu hitam. Ia mendongak, menatap sang pemilik kaki yang kini malah menyeringai kejam melihatnya.

Si pemilik kaki itu memiliki penampilan bukan seperti orang-orang pada umumnya. Rambutnya merah dan putih sebahu dengan sebagian rambut dikuncir ke atas. Ia memakai jas yang tak dikancing membuat pakaian dalamnya terlihat. Kalung rantai yang dipakai membuat Suhwan salah fokus, namun bukan itu masalahnya — dibandingkan dengan orang normal, pria itu tampak seperti seorang pemimpin geng jalanan.

Alis Suhwan terangkat. "Kau..siapa?" 

Yuta — si pemilik kaki itu, berjongkok di hadapan Suhwan dengan sebuah senyuman meremehkan. "Kau bertanya aku siapa?"

"Iya.." jawab Suhwan lemas, tenaganya kini sudah terkuras habis akibat lari dari teror jurig — yang entah mengapa kini hilang saat Yuta datang.

"Kau tidak perlu tahu siapa aku." Jawab Yuta santai. "Karena di akhirat kau tidak akan ditanya tentang itu, kan?"

Suhwan terdiam dan menatap wajah Yuta was-was. Ia baru menyadari saat di ruangan yang sudah berantakan itu ada beberapa orang berbadan besar dengan tato di sekujur tubuhnya. Ia yakin, jika Yuta bukanlah orang yang bisa diremehkan dan ia berada dalam bahaya sekarang.

[✓] Genbrok Vers.2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang