Ps: Yang punya trauma sama perselingkuhan, mohon mundur dari cerita ini. I've warned ya. Mohon bijak dalam membaca.
Matured content.
Bab 9
BIARPUN bibirnya tidak berhenti mengerucut kesal, nyatanya, Jian tetap melakukan apa yang Park Jimin perintahkan selama hampir satu jam belakangan di kediaman mewah sahabatnya ini. Tidak henti-hentinya pemuda Park itu memberi arahan berbagai pose dan gaya kepada Jian sementara lelaki itu akan memotretnya puluhan kali. Ya, saat ini Jian sedang melakukan sesi pemotretan dadakan akibat paksaan dari Jimin sejak beberapa hari yang lalu. Katanya sih, Jimin mau melamar pekerjaan di salah satu agensi hiburan sebagai fotografer paruh waktu. Salah satu syaratnya adalah mengumpulkan portofolio hasil jepretan pemuda itu dengan kamera andalannya.
Jangan dikira Jian tidak menolak mentah-mentah. Sudah puluhan kali gadis itu menolak, tetapi Jimin seakan tidak kehilangan akal untuk membujuknya. Kemarin, tiba-tiba sekali pemuda itu datang ke rumah membawa seekor anjing berjenis maltase yang selama ini sangat Jian inginkan. Harganya tidak murah, tentu saja. Namun, dengan segala kekayaan yang Jimin miliki dari ayahnya, membeli seekor anjing lucu bukan hal besar. Bahkan jika Jian mau, Jimin bisa membelikan puluhan anjing maltase untuknya.
Jian memang pernah bilang ingin memelihara anjing, tetapi akan membeli dengan uangnya sendiri. Lalu si Park itu berhasil meluluhkan hatinya sebab datang dengan anjing yang kini Jian beri nama Nora.
Pasal Jimin bekerja, sebenarnya Jian juga tidak memahami jalan pikiran sahabatnya itu. Bukan soal uang, karena Jimin mempunyai banyak warisan dari sang ayah—meskipun diambil alih ibu tirinya. Jian yakin ada tujuan lain mengapa lelaki itu memutuskan untuk melamar pekerjaan dan mengabaikan tugas akhir kuliahnya.
"Sudah belum, Jim? Ini melelahkan! Kau harus bayar aku dengan makan malam." Entah keberapa kali protes itu terlontar dari gadis manis yang kini sedang berpose dengan bunga di sekitar wajahnya.
"Jangan cemberut, hasilnya jadi jelek, bodoh!" Jimin menyahut kesal. Pasalnya, tema yang Jimin angkat untuk portofolionya adalah loneliness. Dia butuh wajah inosen Jian, bukan muka tertekuk masam seperti anak babi yang tidak diberi makan selama sepekan.
Jian menurut, berusaha semaksimal mungkin mengikuti seluruh arahan Jimin hingga pada saat cakrawala berubah gelap, pemotretan itu selesai dilakukan.
"Jujur padaku, kenapa kau melamar pekerjaan? Uangmu itu bisa membeli lima rumah mewah kalau kau lupa." Jian menjatuhkan diri di atas sofa lembut yang ada di kamar Jimin sedangkan pria itu justru beralih pada meja kerjanya. Menyalakan laptop lalu berkutat serius dengan benda itu.
"Aku ingin menyalurkan hobi."
"Kau lupa belum lulus kuliah?" sindir Jian sambil melipat tangan di bawah dada. Jimin mendengus, mendelik dengan bibir mencibir.
KAMU SEDANG MEMBACA
AEONIAN [Completed]
FanfictionHwang Jian tidak pernah mengharapkan cinta yang sempurna sementara kisahnya dimulai dari benang kusut yang tak teruraikan. Tetapi siapa yang menduga perasaannya kian membesar seiring berjalannya waktu? Jian tidak bisa mengalah. Dia menginginkan Jeo...