Bab 8
Terbangun dengan kepala sedikit terasa berat, Jian lekas masuk ke dalam kamar mandi. Memanut pantulan dirinya di depan cermin wastafel. Jemarinya mengambil sikat gigi dan pasta. Kembali terngiang percakapan semalam sebelum Jian kembali ke kamarnya sendiri.
"Jadi kita ini apa, Jeon?" tanyanya, memberanikan diri. Jantungnya berdetak begitu cepat semalam. Bisa jadi karena efek alkohol dan eksistensi Jungkook yang menyorot iris legamnya begitu dalam. Intens. Lalu jawaban itu meluncur sedikit mengandung keraguan dari birai tipisnya. "Dua orang yang saling mencintai?"
Mendengar itu Jian menuai senyum. Sudah cukup. Kendati bukan itu jawaban yang ia inginkan, selagi diucapkan oleh Jungkook, rasanya sudah lebih dari cukup. Jian sadar diri. Memang apa yang ia harapkan? Sebuah hubungan? Tidak mungkin mereka bisa melabeli kedekatan jikalau masih memiliki sedikit hati pada Jihyo.
Jian melihat Jungkook menuai senyum terbaiknya tadi malam. Kendati dibayangi oleh segala macam rasa takut juga keraguan, Jian hanya tak bisa melakukan apa pun selain mengikuti kata hatinya. Ia bisa apa jika bagian terkecil dalam hati pun perasaannya menginginkan Jungkook? Melupakan fakta tentang status pemuda itu, mengabaikan kenyataan yang membelenggu mereka.
Menyentuh dadanya yang bergemuruh oleh perasaan bahagia, Jian lantas menggelengkan kepalanya berulang kali untuk menghilangkan bayang wajah Jungkook ketika menciumnya semalam. Ciuman itu sangat manis sampai Jian tak ingin melepaskannya. Pelukkannya begitu hangat hingga pikiran piciknya ingin selalu merasakan kehangatannya setiap saat.
"Aku sudah gila," gumamnya pada diri sendiri sebelum mulai menyikat gigi sekaligus membersihkan wajah. Ia akan pergi ke supermarket pagi ini tetapi tak perlu repot-repot mandi karena Jian terlalu malas melakukannya. Benar, Jian memang gadis pemalas jika sudah urusan mandi.
Selesai membasuh wajah dan berganti pakaian, Jian keluar kamar menuju lantai satu. Harus melihat kondisi Jimin yang semalam mabuk berat akan tetapi netranya tak menangkap sosok itu di ruang keluarga. Selimut yang semalam membalut tubuh pemuda Park itu pun telah terlipat rapih di atas sofa. Bungkus camilan yang tercecer di lantai sudah menghilang. Bersih dan rapih.
Jian kemudian merogoh saku celananya, menghubungi Jimin. Tentu ia mencemaskan kondisi Jimin. Bagaimana bisa pemuda itu pulang dalam keadaan kepala berat bukan main setelah mabuk? Niatnya Jian ingin membuat sup pereda pengar untuk Jimin pagi ini. Tepat deringan ketiga, Jimin menjawab panggilan darinya.
"Ya?" Suaranya bahkan terdengar serak. Jian memakai sandalnya sebelum menutup pintu utama. Jarak supermarket dengan rumahnya tidak terlalu jauh jadi berjalan kaki pun bukan hal masalah bagi Jian. Hitung-hitung olahraga.
"Kenapa pulang? Aku akan membuatkanmu Kongnamulguk. Kepalamu pasti sakit 'kan? Perutmu bagaimana? Kau muntah?" Pertanyaan beruntun itu secara alami keluar dari birai tipisnya. Selalu seperti itu dan akan selalu seperti itu pada Jiminnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AEONIAN [Completed]
FanfictionHwang Jian tidak pernah mengharapkan cinta yang sempurna sementara kisahnya dimulai dari benang kusut yang tak teruraikan. Tetapi siapa yang menduga perasaannya kian membesar seiring berjalannya waktu? Jian tidak bisa mengalah. Dia menginginkan Jeo...