Jian melenguh pelan. Tubuhnya melengkung, mata terpejam rapat sementara bibirnya setengah terbuka.
Tidak lama setelah itu, suara ketukan pintu berulang kali terdengar ditengah rintik hujan yang masih terus berlanjut sejak malam. Mengerjap, berusaha membuat Jeon menyingkir dari atasnya, wanita itu melilit selimut guna menutupi tubuh polosnya. Masih berbaring dengan napas terengah pun peluh yang tampak kontras dengan udara dingin pagi ini. Tak lama setelah itu, satu desahan pelan keluar dari birai manis Jeon.
Jeon manusia paling nekat. Jian yakin, selama mereka di sini, bibi Lim akan selalu membangunkan mereka pagi-pagi buta. Itulah sebabnya ia menolak keras keinginan Jeon untuk bercinta saat mereka terbangun setengah jam lalu.
Benar, bukan dugaannya? Bibi Lim mengetuk pintu tanpa henti. “Jian, ayo bangun. Bantu bibi membuat sarapan.”
Mengigit bibir bawahnya, wanita itu mengembuskan napasnya kasar, menatap Jeon yang malah tersenyum mesem dengan seringaian paling sialan itu. Puas sekali wajahnya.
“Iya, Bi. Nanti aku menyusul.”
Barulah setelah itu bibi Lim pergi. Jian mendengus, masih meremat selimut yang menutupi tubuhnya sementara Jeon duduk di hadapannya dengan kondisi—ya begitu.
“Jian,” katanya, masih tersenyum penuh kemenangan. “Pakai bajumu, Jeon.”
“Tidak. Sini dulu.” Si pria menarik tangan Jian dan melepas selimut yang menjadi penutup tubuh polos sang istri. Membawa Jian ke pangkuannya. “Mau punya anak lagi. Boleh?”
“Lihat nanti.”
“Tadi aku tidak pakai pengaman.”
“Ada pil.”
Merengut masam, Jeon lantas memeluk punggung sang istri erat. Menelusupkan wajahnya di dada Jian, manja sekali. Jian meringis geli, bercampur ngilu. Takut jika Jeon terbangun lagi sebab mereka masih sama-sama telanjang saat ini.
“Aku ingin menagih wish list yang kita tulis.”
Jian meremang seketika. Teringat bagaimana isi wish list Jeon—yang sejujurnya sangat merugikan dirinya.
“Say yes for everything a day.” Jeon kini beralih mengecupi leher juga tulang selangka wanitanya. Jian merintih—jelas saja. Ia paling sensitif. Disentuh sedikit, bisa langsung terangsang. Leher adalah titik terlemahnya dan Jian mengakui itu.
“Well, okay. Now let me move.” Jian menjauhkan bibir Jeon dari lehernya. Meraih kaos dan celana pendeknya, memakainya secepat mungkin karena takut bibi Lim kembali datang.
“Don’t take your pills.”
“Jeon!” Memekik, Jian tidak habis pikir. Seharusnya ia tidak terkejut bila Jeon akan memanfaatkan situasi dengan sangat baik. Hanya saja, jika soal anak… Jian benar-benar belum siap.
KAMU SEDANG MEMBACA
AEONIAN [Completed]
FanficHwang Jian tidak pernah mengharapkan cinta yang sempurna sementara kisahnya dimulai dari benang kusut yang tak teruraikan. Tetapi siapa yang menduga perasaannya kian membesar seiring berjalannya waktu? Jian tidak bisa mengalah. Dia menginginkan Jeo...