Aeonian II : U s

616 80 53
                                    

Dalam beberapa momentum, ternyata benar apa yang kebanyakan orang katakan bahwa ketika satu senyuman tulus yang membingkai seseorang yang teramat kau cintai muncul, maka senyuman serta kebahagiaan itu akan menular pada dirimu sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dalam beberapa momentum, ternyata benar apa yang kebanyakan orang katakan bahwa ketika satu senyuman tulus yang membingkai seseorang yang teramat kau cintai muncul, maka senyuman serta kebahagiaan itu akan menular pada dirimu sendiri. Jeon tidak pernah merasa sebegitu terberkatinya ketika melihat senyuman Jian. Tidak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya.

Namun, Jeon merasakannya detik itu. Detak jantungnya menggila luar biasa saat senyuman manis tersebut terukir di kedua sudut bibir Jian sementara netra hangatnya menatap lekat stiker tatto yang baru saja Jeon rekatkan di dekat urat nadinya.

Tatto berinisial JK. Bukan tatto sungguhan sebenarnya. Tapi Jian begitu menyukainya. Bahagia dan takjub. Ingin membuat tatto sungguhan seperti Jeon, tetapi masih belum berani.

"Sesuka itu?" tanya Jeon, sebab senyum Jian belum melenyap dari dua puluh menit yang lalu.

Melihat Jian mengangguk, Jeon lantas menarik wanita itu mendekat, membubuhkan kecupan manis di keningnya dengan posisi duduk saling berhadapan. Peluh masih membanjiri tubuh keduanya di dalam ruang olahraga rumah mewah Jeon.

"Lelah, sayang?" Jeon melarikan jemarinya untuk menghapus keringat di sisi wajah Jian. Padahal hanya melakukan exercise ringan sejenak dan sit up. Namun, Jian sudah sangat kelelahan. Rupanya wanita itu hampir tidak pernah berolahraga selama ini. Benar-benar pemalas. Jeon sampai menggelengkan kepala sangking tak percayanya.

"Sangat. Jangan memaksaku work out lagi!" sunggutnya dengan bibir mengerucut. Jeon terkekeh ringan, lalu kembali mengusap peluh di kening Jian.

"Ada banyak sekali hal-hal yang ingin aku lakukan bersamamu, Ji. Salah satunya ini, olahraga bersama." Jeon menjauhkan diri. Bukannya mengajak Jian segera membersihkan diri selepas olahraga, kini kepala pria itu malah berada di paha Jian. Merebahkan dirinya dengan nyaman.

"Yang tidak pernah kita lakukan dulu, as a couple."

"Astaga, kita sudah tua, bukan anak muda lagi." Jian menggelengkan kepala heran. Menurutnya, keinginan Jeon agak sedikit kekanakan. Melakukan hal-hal yang bagaimana memangnya?

Jeon menggeleng protes. "Masih dua puluh sembilan tahun. Masih banyak hal yang belum pernah kau lakukan. Sekarang aku tanya, kapan terakhir kali kau memiliki waktu untuk dirimu sendiri?"

Saat mengatakannya, sorot mata mereka bertemu dalam satu tatapan lamat. Jian bungkam. Tidak tahu harus menjawab apa sebab memang tidak memiliki jawaban. Kapan terakhir kali ia mempunyai waktu untuk dirinya sendiri? Jian tidak tahu.

Masa mudanya terlalui begitu saja tanpa memori ataupun kenangan manis. Saat usianya masih terlampau muda, Jian dipaksa dewasa oleh keadaan dan memposisikan diri sebagai seorang ibu yang baik untuk Senna. Nyaris seluruh hidupnya berubah semenjak kehadiran Senna. Jian hanya berfokus pada Senna tanpa memikirkan kebutuhannya sendiri sebagai manusia, sebagai wanita lebih tepatnya.

AEONIAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang