Hayo, siders muncul.
Bab 18
Bening matanya kini pancarkan kesedihan yang tak pernah terlihat selama ini. Senyuman itu tampak pedih memancarkan air mata, lukiskan seberapa perih luka itu membekas dalam batinnya.Jian tergugu. Tenggorokannya tercekat, nyaris tak bisa mengatakan sepatah kata ketika Jeon Jungkook meletakkan setangkai bunga mawar merah di atas abu mendiang Bae Jena. Tidak pernah terlintas dalam benak bahwa Jungkook akan membawanya ke sini. Membiarkan Jian menjadi satu-satunya orang yang bisa menyaksikan sisi lemah dalam diri lelaki itu.
Cukup lama Jian berdiri mematung tepat di belakang presensi tegap kekasihnya. Entah apa saja yang Jungkook bicarakan bersama Jena di sana, yang mengejutkan Jian hampir tak mampu menumpu bobot tubuhnya sendiri manakala Jeon Jungkook berbalik ke arahnya dengan mata memerah oleh air mata.
Diam-diam gadis itu menelisik penampilan kacau Jungkook yang sebulan ini tak terjangkau olehnya. Lingkaran hitam di bawah matanya seolah menjelaskan seberapa sering lelaki itu tidak menutup mata ketika malam datang menjemputnya, wajah kuyu itu menjadi saksi seberapa mengerikan kehilangan yang Jungkook rasakan. Sendirian.
"Jeon...," lirihnya kehilangan kata-kata untuk membuat segalanya menjadi lebih baik.
Jian mengigit bibir bawahnya saat melihat Jungkook justru terduduk di atas lantai yang dingin, menyembunyikan tangis di antara kedua lututnya.
"Aku ... merindukannya, Ji." Lirih dan serak suara itu terdengar membelai rungu. Jian lekas berlutut, membawa prianya ke dalam dekapan. Membiarkan Jungkook menangis di dadanya, menumpahkan semua air mata yang tak lagi mampu dibendung sendirian.
Kehilangan ibu adalah bagian paling menyakitkan dari sebuah kehidupan. Kendati Jian tidak merasakannya, ia memahami bagaimana perasaan hancur Jeon Jungkook setelah kepergian Jena.
Jian turut membiarkan air matanya jatuh bergulir perlahan saat isak tangis lelaki di dekapannya ini kian terdengar memilukan. Tangannya yang gemetar itu memeluk Jian dengan erat seolah jika ia tak melakukannya, Jian juga akan pergi meninggalkannya.
Tidak pernah sekalipun dalam hidup, Jian menyaksikan Jungkook sepatah dan sehancur ini.
Jungkooknya yang setiap hari tampak kuat dan berani, kini hancur menjadi kepingan di dalam pelukannya.
"Aku tahu—aku tahu ayah brengsekku yang melakukannya, tapi aku tidak bisa melakukan apapun, Ji." Sepenggal kalimat itu menjelaskan semuanya bahwa benar dugaannya ada yang janggal dari kecelakaan tunggal yang Jena alami. Dan Jian tidak menyangka praduga mengerikan itu benar-benar terjadi.
"Aku bukan putra yang baik ... aku tidak bisa menjaga dan melindunginya, Jian." Parau sekali lelaki itu berbisik. Jian memejamkan mata—mengusap lembut punggung Jungkook yang bergetar oleh isak tangisnya sendiri. "Kau selalu menjadi putra terbaik yang pernah bibi Jena miliki, Jeon."
KAMU SEDANG MEMBACA
AEONIAN [Completed]
FanficHwang Jian tidak pernah mengharapkan cinta yang sempurna sementara kisahnya dimulai dari benang kusut yang tak teruraikan. Tetapi siapa yang menduga perasaannya kian membesar seiring berjalannya waktu? Jian tidak bisa mengalah. Dia menginginkan Jeo...