Bab 24
can't i just stay here?
spend the rest of my days here
Agaknya, Jian memang tidak bisa melakukan banyak hal lagi untuk membuat Jungkook lekas menjauh dan menerima kenyataan bahwa mereka tidak sepatutnya bersama. Sebab, setelah menemani Jihyo di rumah sakit sejak kemarin malam, mendadak bel apartemennya berbunyi tengah malam. Jungkook yang datang dengan wajah kuyu dan lusuh menandakan jika pria itu tidak mendapat waktu tidur yang cukup.
Sembari menghela napas panjang, gadis itu membuka lebar pintu, menyambut kehadiran Jungkook. Namun, bukannya segera masuk, Jungkook justru memeluknya kelewat erat di depan pintu. Aroma tubuhnya lebih didominasi oleh antiseptik khas rumah sakit. Lengan kemeja pemuda itu yang digulung sebatas siku membuat Jian bisa merasakan suhu tubuh Jungkook yang lumayan hangat. Khas sekali orang yang kekurangan waktu tidur dan istirahat.
"Jeon, kenapa ke sini? Kan kita—"
"Karena aku hanya ingin di sini, Jian. Kau rumah aku pulang." Jungkook menyela cepat tanpa melepas pelukan. Jian bahkan dibuat terkejut ketika pria itu mengangkat tubuhnya dan menggendongnya, spontan Jian melingkarkan kaki pada pinggang Jungkook, mengerjap samar. Terkejut. Namun tidak bisa berontak mengingat seberapa kuat tenaga pemuda ini.
Ia hanya bisa diam membisu saat Jungkook membawanya masuk ke dalam kamar. Merebahkan tubuhnya hati-hati di atas ranjang sebelum mengukungnya, melempar tatapan hangatnya.
"Jangan pergi lagi." Ia menggeleng kecewa, bibirnya agak mencebik muram. Jian mengalihkan pandangannya ke sembarang arah, yang penting tidak bersitatap dengan sepasang iris gelap Jungkook yang menyiratkan banyak kesedihan pun kekecewaan.
"Jian," sambungnya sembari mengusap lembut kedua pipi gadisnya. Berharap Jian mau memandangnya. Tepat di manik matanya, agar gadis itu tahu seberapa besar perjuangan Jungkook untuk merengkuhnya. Setelah apa yang terjadi kemarin malam, Jungkook bahkan tak merasa menyesal sama sekali. Walau harus menerima sorot kebencian dari ayah dan ibu Jian.
Selama beberapa menit, hanya hening yang terjalin di ruangan itu. Dibarengi deru napas keduanya yang saling bersahutan, lembut namun entah mengapa terkesan menyesakkan.
Jian kalah. Setelah bertahan dengan keheningan yang mencekik, gadis itu malah menangis. Terisak, tersedu-sedu selagi satu tangannya balas mengusap pipi Jungkook yang hangat. Kejar sekali tangisannya.
"Tidak tahu, Jeon ... aku sudah kehilangan semuanya, aku kehilangan harapan untuk kita."
"Aku sedang berjuang. Kau harus berdiri di belakangku, supaya aku tetap berdiri tegak, Jian." Jungkook berucap pelan, membenahi anak rambut gadisnya. Lalu ibu jarinya mengusap air mata Jian, berkali-kali sebab air mata gadis itu seperti enggan berhenti. Tidak tahu saja, kalau Jungkook pun mati-matian menahan air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AEONIAN [Completed]
FanfictionHwang Jian tidak pernah mengharapkan cinta yang sempurna sementara kisahnya dimulai dari benang kusut yang tak teruraikan. Tetapi siapa yang menduga perasaannya kian membesar seiring berjalannya waktu? Jian tidak bisa mengalah. Dia menginginkan Jeo...