Bab 2
Satu minggu yang terasa seperti di Neraka.
Menyaksikan Jihyo dan Jungkook yang melangkah beriringan menuju meja makan dengan senyuman manis keduanya membuat perut Jian mendadak terasa mual. Sepekan ini pemandangan itu yang selalu menyambutnya tiap pagi. Pemuda Jeon itu bahkan rutin memposisikan dirinya duduk di antara Jian dan Jihyo.
Dalam kesendiriannya, Jian memejamkan mata sesaat kala aroma citrus yang begitu ia sukai menguar dari sosok di sebelahnya. Menghirupnya diam-diam sebab tak ada cara lain untuk menyimpannya dalam ingatan.
"Tidak disangka ya, selama ini melihat kalian main bersama, sekarang Jungkook jadi menantu keluarga ini." Jian tidak perlu repot melirik siapa yang berbicara. Sudah seminggu dan kata-kata bangga itu tak pernah sedikit pun luput setiap mereka makan pagi bersama.
Ibu pelakunya. Memang siapa lagi? Ibu tidak pernah sehari saja tidak membanggakan sosok Jungkook yang sudah menjadi menantunya. Ayah yang sibuk membaca koran pagi pun hanya berdeham menanggapi-barangkali mulai bosan oleh deretan kata yang sama itu.
"Bu, sudah seminggu ibu selalu mengatakan hal yang sama." Jihyo terkekeh kecil. Saat sarapan pagi telah tersedia di meja makan, perempuan itu segera mengambilkan nasi dan lauk untuk suaminya.
Jian menyantap makan paginya dalam diam. Tidak berminat sama sekali untuk bergabung dalam percakapan sebab ia tidak tahu harus mengatakan apa.
"Jia, cepat cari kekasih. Tidak iri memang melihat adikmu dan Jungkook?" Ibu mengerling penuh godaan. Jian mendengus samar-takut membuat orang tuanya tersinggung dengan tingkah lakunya.
"Aku baik-baik saja, kok. Masih dua puluh satu." Pada akhirnya hanya itu yang mampu dia ucapkan.
Ayah berdeham sebelum bertanya untuk mengalihkan pembicaraan, "Kuliahmu bagaimana?"
"Lancar, Yah." sahut Jian seraya meneguk segelas susu cokelat hangat.
Ayah mengangguk lantas menatap Jihyo, Jungkook dan Jian bergantian.
"Mulai sekarang berangkat kuliah bersama saja. Jian tidak perlu membawa mobil sendiri lagi atau pun naik bus." Yoon menukas santai tanpa menyadari Jian sudah melotot tak terima.
"Tapi Jungkook biasa membawa motor kalau kuliah, Ayah." Jelas dia menolak ide konyol itu. Membayangkan dirinya berada di dalam mobil bersama pengantin baru itu membuatnya bergidik ngeri. Selain enggan, Jian tidak ingin melukai hati dan perasaannya sendiri. Sama saja menawarkan diri ke kolam penuh buaya; membunuh diri sendiri dengan sukarela.
"Tidak apa, Jia. Aku akan pakai mobil mulai sekarang." Pemuda yang sejak tadi tidak mengeluarkan suara itu pun akhirnya berucap tenang.
Jian mengembuskan napas. Memandang sekali lagi ke arah sang ayah namun nihil. Dia takkan bisa mengelak apalagi menolak perintah ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AEONIAN [Completed]
FanfictionHwang Jian tidak pernah mengharapkan cinta yang sempurna sementara kisahnya dimulai dari benang kusut yang tak teruraikan. Tetapi siapa yang menduga perasaannya kian membesar seiring berjalannya waktu? Jian tidak bisa mengalah. Dia menginginkan Jeo...