Entah sudah berapa kali Jian melempar delikan tajam ke arah Jeon. Pria itu duduk di atas pantri, memperhatikan gerak-geriknya di dapur sambil berpangku dagu. Bibirnya tak kunjung melenyapkan senyum, yang Jian tahu apa makna di baliknya.
Semua karena apa yang mereka lakukan setengah jam lalu di kamar mandi.
"Ra, tolong bangungkan Cio dan Nana ya." Jian berujar sembari menata hasil masakannya di meja makan. Hanya sarapan sederhana. Nasi goreng dengan telur mata sapi. Kesukaan Cio.
Tidak lupa membuat susu cokelat untuk kedua buah hatinya itu. "Susu aku mana?"
Demi Tuhan. Jian tidak bisa berhenti mengartikan makna kotor tiapkali Jeon berbicara. Salahkan tingkah dan segala sisi nakal dalam diri Jeon. Jian jadi tertular.
"Bikin sendiri." Jian menyahut cuek. Kontradiksi dengan wajahnya yang memerah tanpa alasan jelas.
"Tidak usah, deh. Lupa tadi sudah minum susu." Jeon berucap santai. Benar-benar pandai menggoda Jian dengan caranya sendiri.
"Bisa berhenti menyeringai seperti itu? Kau seperti orang gila." Jian menghela napasnya. Dua kotak bekal untuk Cio dan Nana sudah siap di atas pantri. Untuk bekal, Sora yang memasak. Jian masih belum terlalu andal. Dan juga, ia tidak memiliki banyak waktu saat pagi.
"Memang gila." Jeon menjulurkan lidahnya. Lalu tiba-tiba saja pria itu mengangkat lima jarinya ke udara, memandangnya seksama. "Jari aku enak, ya?"
"Jeon! Nanti anak-anak dengar." Jian mendumal malu. Astaga. Teringat bagaimana jari telunjuk dan tengah Jeon mengobrak-abrik dirinya pagi ini. Sialan. Tidak ada penyatuan, tapi Jian bahkan keluar dua kali berkat jemari dan lidah pria di hadapannya itu.
Jeon terkekeh. Turun dari kursi bar lantas menghujami seluruh wajah Jian dengan kecupan manis. "Tidak usah malu. Aku paham kalau tiba-tiba ada yang meluk pagi-pagi sambil sentuh itu tandanya sedang turn on."
Jian merutuki hormonnya pagi ini. Ia memang terjaga lebih cepat. Jam setengah empat pagi sudah bangun. Awalnya hanya memandangi wajah Jeon yang terlelap di sisinya dengan posisi tengkurap. Tanpa atasan. Kebiasaan pria itu saat tidur. Sumpah, Jian hanya ingin mencumbu, awalnya. Tapi, dia malah turn on sendiri saat kulit mereka bersentuhan. Melihat wajah lugu dan polos Jeon ketika terlelap memacu hormonnya. Aneh sekali. Mungkin otaknya tidak bisa menerima keluguan pria yang berubah beringas saat bercinta dengannya.
Find a man who can do both.
Dan Jeon mencakup keduanya. Lugu dan polos saat terlelap. Namun, liar dan nakal sekali kalau sudah menyentuhnya.
"Kalau mau bilang ya, sayang. Tidak harus selalu aku yang minta."
"Iya bawel. Sudah, jangan dibahas. Pipiku panas, tahu!" Lagi-lagi Jeon tertawa sebelum duduk di kursi makan. Menunggu Cio dan Nana sembari mengamati Jian yang tidak berhenti mondar-mandir di dapur. Entah apa yang wanita itu kerjakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AEONIAN [Completed]
FanficHwang Jian tidak pernah mengharapkan cinta yang sempurna sementara kisahnya dimulai dari benang kusut yang tak teruraikan. Tetapi siapa yang menduga perasaannya kian membesar seiring berjalannya waktu? Jian tidak bisa mengalah. Dia menginginkan Jeo...