[22] mind blown and a gift

269 101 83
                                    

08 Mei 2020

"Mau minum?" tanya Sanha.

Eunha terdiam gak menyahutinya, matanya menatap ke atas langit kamar rawat dan tatapannya terlihat kosong. Setelah 2 minggu, akhirnya perempuan itu sadar dari masa kritisnya, tapi dia hanya terdiam sambil berbaring di ranjang, gak bicara satu kata apa pun ke Sanha. Sanha yang melihat kondisi kakaknya itu jadi bingung harus berbuat apa.

"Mau gue potongin apel? Katanya, sih, apelnya manis banget," Sanha meraih satu apel di nakas sampingnya, tapi ketika dia menggenggam pisau tiba-tiba Eunha berteriak sambil matanya yang menatap ke pisau yang ada di tangan kanan Sanha.

"Heh, lo kenapa???" tanya Sanha, kebingungan dan cukup terkejut melihat Eunha yang berteriak semakin histeris.

Sanha mengkerutkan keningnya melihat Eunha yang merasa gak nyaman, lebih tepatnya terlihat ketakutan. Perempuan itu memeluk kedua lututnya sambil menggelengkan kepala, lalu memukul kedua telinganya, dan kemudian kembali berteriak membuat Sanha langsung memeluknya.

Beberapa detik kemudian Eunha segera mendorong tubuh Sanha sampai pelukannya terlepas, lalu meraih pisau yang sebelumnya akan Sanha gunakan untuk memotong apel, perempuan itu mengarahkan pisau ke sembarangan arah membuat Sanha ragu untuk mendekatinya.

Sanha mencoba untuk mengambil alih pisau dari genggaman Eunha, karena dia sadar akan yang di pegang perempuan itu adalah benda yang berbahaya. Tapi, ketika tangan Sanha baru menjulur langsung mendapatkan sebuah goresan yang cukup besar di lengannya, dan Eunha masih mengarahkan pisaunya ke sembarangan arah.

Tanpa berpikir, telapak tangan Sanha langsung menyentuh pisau tersebut, sampai dia merebutnya membuat telapak tangannya tergores dan mengeluarkan banyak darah yang menetes ke lantai. Setelah mendapatkan pisaunya Sanha langsung membuang benda tersebut, lalu kembali memeluk tubuh Eunha.

"Tenang, tenang, ada gue," kata Sanha, pelukannya semakin kuat saat merasakan tubuh Eunha yang bergetaran seperti ketakutan. "Gue ada disini. Tenang, oke?"

"PERGIII!!!" teriak Eunha.

Junkyu yang kebetulan baru sampai setelah membeli camilan di mini market merasa terkejut, terlebih dia melihat noda darah di lantai dan juga pisau yang tergeletak di dekat pintu toilet kamar rawat. Pria itu menjatuhkan plastik belanjaannya, lalu segera memanggil dokter, dan 5 menit kemudian kembali bersama seorang dokter yang bernama Kim Seokjin dan dua perawat yang akan mengecek kondisi Eunha.

Perempuan itu memeluk tubuh Sanha gak kalah kuat ketika dokter itu berdiri di hadapannya, terlihat seperti ketakutan akan orang asing di sekitarnya. Sanha berusaha menenangkan Eunha, berkata bahwa dia akan selalu di sampingnya dan gak akan meninggalkannya, sampai akhirnya Eunha pun merasa sedikit tenang.

Setelah itu, Sanha segera menidurkan Eunha agar dokter dapat mengecek kondisi kakaknya. Tapi, tiba-tiba Eunha kembali berteriak, matanya menatap dinding pojok ruangan dengan tatapan yang ketakutan. Melihat kondisi Eunha tersebut membuat dokter Seokjin menyuntik sesuatu cairan ke selang infusan Eunha, gak lama perempuan itu mulai kelelahan sampai dia hilang kesadarannya.

Dokter Seokjin langsung mengecek kondisi Eunha. Dan Sanha menghelakan nafas lega, pun dengan Junkyu yang berdiri di ambang pintu kamar rawat. Sanha mengusap wajahnya dengan kasar, tanpa sadar darah yang mengalir dari telapak tangan kanannya gak berhenti menetes ke lantai, karena baginya kondisi Eunha yang paling utama.

"Karena kejadian yang di alami sebelumnya, membuat pasien mengalami trauma berat. Saya akan mengajukan untuk pasien menjalani beberapa tes psikologi," kata dokter Seokjin, setelah mengecek kondisi Eunha.

TIME TRAVELER - SanhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang