[25] the last time

1.2K 139 77
                                    

Shshs sumpah aku minta maaf banget baru up lagiii, aku sibuk kerja soalnya, maaf yaaa😭

Btw, tolong dong ramaikan chapter ini, dengan sangat memohon aku minta apresiasi kalian semua yang masih bertahan menunggu dan mendukung cerita inii.

21 Mei 2020

Langit telah berubah menjadi gelap gulita semenjak matahari tertidur, terlihat begitu hitam pekat tanpa cahaya seperti hatinya yang hancur dalam kesunyian. Pria itu berusaha terus berjalan secara perlahan, mencari sebuah titik cahaya, mencari jalan terang dalam kegelapan saat ini.

Kehampaan terasa sangat nyata walau di giling waktu, Sanha terlalu takut untuk menerima kenyataan bahwa ini adalah sebuah asa, satu katapun sangat sulit untuk di gambarkan suatu rasa yang di pahami dalam pikiran dan hatinya.

Karena seseorang yang begitu berarti baginya kini telah menghilang untuk selamanya meninggalkannya dalam sebuah jurang yang paling dalam. Dan, Sanha tibalah pada fase kehilangan semua hal,  terutama cinta dan keluarga.

Sanha benar-benar merasa seperti seorang diri setelah kehilangan sosok Eunha dalam hidupnya, dunia mereka gak lagi sama, Eunha telah berada di tempat yang jauh bersama kedua orang tua mereka dan sulit untuk di jangkaunya. Sekarang, pria itu hanya dipenuhi dalam rasa kesepian dan menanti waktu dimana akan bertemu dengan orang-orang yang dia rindukan.

Tiba-tiba langit meneteskan rintikan air, angin pun bertiup begitu kencang ke arahnya. Dengan tatapan kosong, kedua kakinya yang telanjang tanpa sepatu atau sandal, dan perasaannya yang hampa Sanha masih melangkahkan kedua kakinya menulusuri jembatan Mapo yang melintasi sungai Han.

Beberapa detik kemudian pria itu menghentikan langkah kakinya, membaca sebuah kalimat yang tertera di pembatas jembatan tersebut dengan bertuliskan “Apakah kamu sudah makan?”, kemudian Sanha kembali melangkahkan kakinya dan menemukan kalimat lain yang bertuliskan “Apakah kamu baik-baik saja?”, dan tulisan selanjutnya adalah “Apakah kamu merasa kesulitan sekarang?”

Lagi, Sanha masih menemukan kalimat lainnya sepanjang berjalan di jembatan Mapo, dan tulisan selanjutnya yang Sanha baca adalah “Sepertinya sulit, aku tahu walaupun kamu tidak memberitahu.”, kalimat berikutnya lagi bertuliskan “Kami menunggu cerita anda.” dan kedua kaki Sanha masih melangkah berjalan sampai menemukan sebuah telepon yang bernama telepon kehidupan.

Sanha menatap telepon itu cukup lama, sampai akhirnya dia meraih gagang teleponnya lalu menempelkan ke daun telinganya, dan tangan satunya menekan tombol yang tertera dengan bertuliskan 119. Untuk beberapa saat teleponnya masih menghubungkan ke pihak 119, ketika Sanha ingin mengembalikan gagang telepon itu tiba-tiba panggilannya terhubung.

"Kamu melakukan pekerjaan yang baik hari ini, kamu telah bekerja keras," adalah kalimat yang Sanha dengar ketika sambungan teleponnya di terima oleh pihak 119.

Tapi Sanha gak merespon perkataan tersebut, dia memilih terdiam, namun kedua matanya menatap sungai Han yang sangat luas dengan tatapan kosong, dan pikirannya membayangkan jika dia menghempaskan tubuhnya ke dalam air sungai Han apakah akan bertemu dengan Eunha dan kedua orang tua dengan cepat?

"Kamu tidak sendirian," Adalah kalimat kedua yang dikatakan seseorang dari balik telepon kehidupan tersebut.

Dan saat itu juga kedua mata Sanha meneteskan air yang berhasil membasahi wajahnya, dadanya langsung terasa amat sesak, isak tangis pun keluar dari mulutnya yang terdengar begitu pilu. Sejujurnya, sampai saat ini hatinya pun masih belum mengikhlaskan kepergian sosok Eunha, begitu pun dengan kedua orang tuanya, Sanha belum menerima takdir ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TIME TRAVELER - SanhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang