19. Only You *2 - What The...

778 36 9
                                    

"kita hadapi ini bersama"

Dan dari satu kalimat sederhana yang bermakna dalam itu -paling tidak menurut mereka, Afid beserta keempat saudaranya, segera mengambil jadwal penerbangan saat itu juga.

Meninggalkan Jepang, sebenarnya sedikit mengganggu pikiran dan benak Afid. Terlebih lagi, Mrs. Agel sang ibu yang mempunyai gelar nenek sihir itu, sudah mengancamnya akan memberikan konsekuensi yang setimpal, jika ia berani meninggalkan Jepang hanya demi Ersa yang ingatannya juga belum bisa dipastikan. Namun, pepatah yang mengatakan 'cinta itu buta', sepertinya masih berlaku saat ini. Afid bahkan tetap mempertahankan apa pendirian dan kemauan hati terdalamnya untuk kembali ke Indonesia demi mencegah hal-hal yang sebenarnya tidak seharusnya diterima oleh Ersa, tanpa memikirkan apa yang mungkin nanti ia terima.

Lagipula, untuk urusan pekerjaannya, Afid tidak begitu saja meninggalkan semuanya tanpa tanggung jawab. Ia sudah menyelesaikan pekerjaannya untuk beberapa hari kedepan demi mengantisipasi kecurigaan Mrs. Angel tentang kepergiannya, dan juga, ia sudah menitipkan kepada asistennya yang tidak lain adalah pengurus perusahaan sebelumnya, untuk menggantikannya beberapa hari ke depan, sebelum dia kembali...

Sementara itu di Indonesia..

Ersa yang sudah lemas akan berita dicabutnya beasiswa miliknya, kini hanya bisa terdiam di rumah dengan ditemani oleh Fia dan Kiko. Ia memikirkan bagaimana caranya jika ibunya bertanya nanti. Apa yang akan dikatakan pada ibunya? Apakah ia harus berbohong? Tapi.. kepada ibunya sendiri, bagaimana mungkin..?

"Sa, kamu makan dulu gih. Ini udah sore, dari pagi kamu belum makan loh.." bujuk Fia selembut mungkin pada Ersa yang sedang berbaring di tempat tidurnya.

"aku lagi gak nafsu makan Fi.." jawab Ersa malas dan malah menutup wajahnya dengan bantal.

"jangan gitu dong Sa.." kini suara Kiko pun ikut terdengar "bagaimanapun, kamu juga harus makan biar gak sakit.."

"gimana bisa aku makan di saat seperti ini?" suara Ersa yang terendam benda empuk itu, terdengar serak "gimana nanti kalo ibu pulang? Aku harus bilang apa? Meskipun aku gak inget gimana caranya aku bisa dapet beasiswa itu, tapi.." sesegukan kecil mulai terdenagr dari balik benda empuk itu "pasti ibu bakal sedih kalo denger berita buruk ini" dan Ersapun menangis.

Helaan nafas sedih, lagi-lagi terdengar dari nafas Fia dan Kiko yang berada di sisi kanan dan kiri Ersa. Mereka saling melihat dengan kerutan kening penuh kebingungan. Namun kini, pandangan mereka terlihat lebih tenang dan bersahabat, tidak panas seperti sebelum-sebelumnya.

'lalu bagaimana sekarang?' Kiko mengisyaratkan kalimat itu, dari gerakan singkat kepalanya.

Dan Fia pun menggerakkan kepalanya seakan berkata 'kita bicara di luar'.

***

"Ibu Ersa akan datang besok" ucap Fia lebih dulu, saat mereka sudah duduk di ruang tamu "Setidaknya, kita harus bisa membuat Ersa selalu keluar rumah pada pagi hari dan pulang di sore hari, agar ibunya tidak curiga" lanjutnya sambil memijit kepalanya yang sudah mulai pusing.

"baiklah, mungkin kita bisa atur yang satu itu" jawab Kiko yang menempatkan dirinya di samping Fia "Kita bisa bergantian mengajak Ersa keluar, saat kita tidak ada kelas" lanjut Kiko dan mendapat anggukan setuju dari Fia "tapi.."

Fia menatap Kiko "tapi kenapa?"

"sebenarnya siapa yang melakukan ini?" Kiko mengerutkan keningnya tipis, pertanyaan inilah yang mengganggunya "Apa Ersa punya musuh di luar sana yang tidak diketahuinya?"

"musuh?" Fia juga mengerutkan keningnya.

"ya, maksudku.. Apakah ada orang lain di luar sana, yang tidak menyukai Ersa? Kelakuan seperti ini, pasti berasal dari orang yang bermasalah dengan Ersa bukan?"

Only YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang