"Ada apa Fi?"
"Ini... Dari Brian, Sa."
"Loudspeaker Fi."
Fia mengangguk dan menekan tombol yes pada layar ponselnya "Halo?" lalu ditekannya tombol loudspeaker.
"Fia, kau ada dimana?"
"Kenapa?"
"Aku ingin bicara denganmu. Kau pasti sudah bertemu Ersa kan? Dan mendengar semuanya." Fia tidak memberi jawaban, hingga Brian kembali bicara, "Maafkan kami." Dan juga mama kami lanjut Brian dalam hati.
Mendengar itu, Fia dan Ersa saling berpandangan dan mengerutkan kening merasa aneh.
"Fia, apa kau masih di sana? Aku harus bertemu denganmu dan membicarakan banyak hal. Ini demi sahabatmu dan saudaraku tentunya."
"Aku?" bisik Ersa yang sepertinya terdengar oleh Brian.
"Apa di sana juga ada Ersa?"
"Aku ada di cafe depan kampus. Dan ya, aku bersama Ersa."
"Oh bagus, sebentar lagi aku ke sana."
"Baiklah, ku tunggu." dan Fia pun memutuskan sambungan telfonnya.
"Kenapa kamu mau ketemu sama dia Fi?"
"Seperti yang kamu dengar tadi, ini tentangmu Sa."
"Terus kenapa kamu rela ikut campur? Seharusnya gak perlu Fi, mungkin ini akan merepotkanmu nantinya."
Fia tersenyum tulus, "Sebagai sahabat, bukankah susah senang harus ditanggung bersama?"
Ersa menghembuskan nafasnya pasrah dan membalas Fia dengan senyum pula "Makasih ya Fi udah mau bantu aku."
"Itu gunanya sahabat Sa."
***
"Bagaimana?" tanya Raka langsung, saat Brian menutup sambungan telponnya dengan Fia. Oh, sepertinya Brian tidak mengaktifkan tombol loudspeaker saat menelfon tadi.
"Ya, dia mau bertemu dengan kita. Ayo berangkat sekarang."
"Tapi kak," suara Doni berhasil menghentikan langkah kaki yang lain, "Apa kita juga harus mengungkapkan kemampuan kak Afid pada mereka?"
Tak ada yang langsung menjawab, karena semua merasa situasi ini sangat sulit. Selain karena harus mengungkapkan ididentitas asli mereka, dan ditambah lagi bagaimana jika Ersa dan Fia tidak bisa percaya dengan apa yang mereka katakan. Ya, itulah yang mereka khawatirkan.
Brian menghembuskan nafasnya berat, dan angkat bicara "Itu cara terakhir yang kita gunakan jika tidak bisa menjelaskan semuanya. Yang penting sekarang, bagaimana cara untuk menghapus rasa waspada mereka terhadap kita dan membuat mereka mengerti keadaan kita agar dapat membantu untuk melancarkan rencana kita lusa. Karena ku rasa, tak satupun dari mereka akan buka mulut mengenai bagaimana mereka tau akan semua kelakuan mama pada Ersa dan keluarganya." dan semua mengangguk setuju.
"Baiklah, apa kita berangkat sekarang?"
"Ayo."
"Tunggu," kali ini suara Afid yang menahan langkah kaki yang lain "Apa benar di sana ada Ersa juga?"
"Kemungkinan besar iya." jawab Brian.
"Sepertinya aku tidak bisa bertemu dengannya lagi. Aku... Sangat merasa bersalah padanya."
Serempak empat saudaranya itu menghembuskan nafas berat setelah mendengar keputus asaan Afid.
"Fid, kau harus bicara dengannya. Hanya itu jalan satu-satunya agar rencana kita berhasil." jelas Raka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Only You
RomanceErsa Melodianawati Apa kau percaya dengan kemampuan indera ke-6? Ah, maksudku bukan hanya dapat melihat makhluk astral saja. Melainkan kemampuan khusus apapun yang tidak sembarang orang dapat miliki. Aku tidak pernah percaya akan itu. Dan mungkin ak...