2. Afid Nugraha

1.4K 67 0
                                    

"Kalau gitu ketuanya Afid aja! Dia udah berpengalaman jadi wakil ketua osis. Pasti dia tau gimana cara ngatur sebuah organisasi."

Mendengar namanya disebut dan sorakan setuju dari teman sekelasnya. Afid mengernyitkan sedikit dahinya, tidak terima.

"Hei! Auramu kenapa seperti itu? Bersemangatlah. Lihat, Gadis yang di depan itu namanya Ersa. Dia adalah gadis yang sering dibicarakan para pria karena paling sulit untuk didapat." bisik Brian pria yang duduk di samping Afid.

"Dan kulihat, auranya sangat berbeda dibanding gadis lain. Jika kau bisa mendapatkannya, akan ku akui sifat ke playboy-an mu itu." lanjut Brian yang membuat sebelah alis Afid terangkat, dan langsung berdiri dari tempat duduknya lalu menghampiri gadis bernama Ersa yang memasang wajah linglung seperti mencari seseorang.

"Baiklah. Aku akan menjadi ketuanya. Dan Ersa yang menjadi wakilnya. Mohon bantuannya." ucap Afid sambil membungkukkan badan dan sebelah tangannya yang bebas, mendorong punggung Ersa tanpa permisi agar Ersa juga ikut membungkuk.

PROK PROK PROK!

Tepuk tangan yang meriah, membuat Afid tersenyum lalu kembali ke tempat duduknya meninggalkan Ersa yang langsung mengerutkan keningnya.

"Untuk memilih anggota yang lain, ku serahkan padamu nona wakil ketua." dalam sedetik kerutan Ersa hilang dan tergantikan dengan bola matanya yang membulat karena kerlingan mata Afid yang tak terduga.

Sementara Ersa masih terdiam di depan kelas karena bingung dengan keadaan yang terjadi begitu cepat, Afid malah keluar kelas bersama Brian dengan alasan akan ke ruang guru. Dan tentu saja itu hanya alasan.

"Kenapa kau senyum-senyum seperti itu?" Brian membuka pembicaraan saat ia dan Afid telah berada di luar kelas, menuruti arah kaki mereka melangkah.

"Tidak, hanya saja dia lucu"

"Siapa? Ersa? Apa kau secepat itu jatuh cinta padanya? Sampai memikirkannya seperti ini?"

Pertanyaan Brian membuat Afid menghentikan langkahnya dan memandang Brian. "Jatuh cinta? Yang benar saja! Aku yang akan membuatnya jatuh cinta padaku." ujar Afid yakin dan melanjutkan langkahnya.

"Kau selalu seperti itu. Padahal aku tadi tidak melihat auranya yang mengatakan bahwa dia ada rasa suka padamu. Dia benar-benar berbeda Fid. Ingat itu." jelas Brian panjang lebar.

Akhirnya langkah kaki mereka mengarah masuk ke dalam sebuah kantin yang sudah banyak siswa di sana. Sepertinya semua kelas sedang tidak ada pelajaran. Jadi, banyak siswa yag memutuskan untuk pergi ke kantin dan mengobrol santai sambil mengenyangkan perut mereka.

"Apa kau berfikir seperti itu? Ku kira dia biasa aja. Buktinya saat aku menyentuhnya, tidak ada yang ku dengar dari pikirannya. Ya.. aku rasa dia sama saja seperti gadis lain. Selalu terpana saat aku berada di dekat mereka hingga mereka tidak bisa berkata apapun."

"Jadi, saat kau memaksa Ersa untuk membungkuk dengan mendorong punggungnya itu, memang sengaja? Agar kau dapat membaca pikirannya?" tanya Brian tidak percaya dan hanya dibalas dengan gidikan bahu oleh Afid.

"Dasar kau!"

Afid Nugraha. Tak ada seorang pun yang mengira bahwa seorang pria yang terkenal tampan nan rupawan ini, mempuyai kemampuan dapat membaca pikiran orang lain hanya dengan menyentuh salah satu bagian dari tubuh orang itu.

Terkesan bahaya? Memang. Bagi mereka yang selalu berpikiran negatif mengenai dirinya dan tidak tahu akan kemampuannya. Karena Afid tak akan segan-segan memberi perhitungan kepada orang lain yang seenaknya mengatainya. Bahaya untuk orang lain, namun keberuntungan besar bagi dirinya. Karena ia dapat dengan mudah mengetahui apa maksud orang lain saat berteman dengannya.

Dan Brian. Dia adalah teman Afid sejak TK. Bahkan sejak bayi. Ya, sebut saja mereka saudara. Brian juga mempunyai kemampuan khusus. Yaitu melihat aura seseorang. Jika di bandingkan dengan Afid. Keuntungannya tidak jauh beda. Yaitu ia dapat mengetahui apa maksud orang lain memilih berteman dengannya. Mungkin bedanya, ia lebih bisa memilih ingin berteman akrab dengan siapa karena ia sudah tau watak asli dari orang itu hanya dengan melihat auranya.

"Ayo kembali. Sudah waktunya untuk pulang." ajak Brian setelah melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya yang ternyata telah melewati jam pulang sekolah.

"Pulang?" ada jeda dalam kalimatnya, "Tidak bisakah kita tetap di sini sebentar lagi?"

"Fid. Sampai kapan kau akan seperti ini? Selalu merubah sikap saat seseorang mengajakmu pulang. Ayolah! Kau sudah dewasa sekarang. Bahkan usiamu hampir 18 tahun." ucap Brian lembut seperti kakak.

Kau tau umur itu hanya bohong Brian.

"Kita kembali. Ehm?" ajak Brian lagi saat tidak mendengar suara yang keluar dari mulut Afid. Dan dengan berat hati, Afid pun ikut berdiri dan meninggalkan kantin.

Siapa yang mengira sifat Afid yang semula sok playboy itu tiba-tiba berubah drastis saat mendengar kata 'pulang'. Yaah.. ternyata hidup memang dramatis. Seperti cerita kebanyakan, pria tampan, kaya, pintar, dewasa, yang menjadi idaman para kaum hawa seperi Afid, ternyata kurang rasa kekeluargaan dan kasih sayang, terutama dari kedua orang tuanya. Dan itu membuat kepribadiannya yang seharusnya lembut, dapat berubah menjadi orang yang dingin dan menyebalkan. Ya, setidaknya begitulah sosok Afid selama ini yang sebenarnya.

Langkah Afid terhenti saat ia baru saja melangkahkan kakinya masuk ke kelas yang sudah kosong, dan hanya ada satu orang di sana.

Ersa? Ucap Afid dalam hati.

Seakan dapat mendengar suara hati Afid. Ersa pun menoleh ke arah pintu kelas dan mendapati Afid yang masih terpaku di sana sendiri. Sendiri? Ya sendiri. Karena Brian telah lebih dulu pulang meninggalkanya entah sejak kapan.

Entah kenapa Afid sang playboy itu masih terdiam di tempat, meskipun kini Ersa telah berjalan mendekatinya sambil membawa beberapa kertas di tangannya.

"Ini susunan anggota perangkat kelas dan jadwal piket yang sudah disetujui pak Dul. Maaf, aku dan anggota perangkat lainnya tidak bisa mengetik ulang karena kami ada urusan pribadi sepulang sekolah ini sampai malam. Jadi, bisakah kamu saja yang mengetik? Mengingat besok, berkas ini sudah harus ada di tangan pak Dul."

Jelas Ersa panjang lebar sambil menyerahkan beberapa kertas HVS itu pada Afid yang langsung sudah diterimanya masih tanpa kata.

"Baiklah. Ku kira, diam mu itu adalah jawaban 'iya'. Jadi mohon bantuannya, terima kasih." Ersa menutup bicaranya dan mulai melangkah pergi. Namun, baru saja dua langkah Ersa berjalan, tiba-tiba lengannya ditahan oleh genggaman tangan Afid yang membuat gadis itu menghentikan langkahnya.

"Ada apa?"

Afid tidak langsung menjawab, melainkan menatap lurus ke arah Ersa. Dan saat di rasa sudah yakin, ia pun melontarkan maksudnya.

"Bolehkah.. aku ikut pulang ke rumah mu? Ersa?"

To Be Continue..

Alhamdulillah.. Part 1 udah ada yang baca dan nge vote.. *^▁^* senangnya..
Ini part 2.. hmm? Bagaimana?
Apa ada kemajuan? #plak! Heheheee...
Aaaah.. aku berusaha semaksimal mungkin untuk mengembangkan cerita yang dulunya pendek ini..
Jadi, jika ada saran dan kritik..
Tolong di utarakan ya..
Itu sangat membantuku..
Yak, sampek sini aja.
Terima kasih telah berkunjung, dan.. jangan lupa tinggalkan jejak.. *^▁^*
Terima kasih telah membaca part sebelumnya dan terima kasih vote nya..
Commentnya di tunggu looh..

Only YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang