01 - SAINS & SASTRA

78 8 4
                                    

Happy reading!

"Ai, kamu udah pulang?"

"Udah."

"Ada rapat OSIS, gak?"

"Hari ini ga ada rapat, jadi langsung pulang. Dijemput, Kak?"

"Iya."

"Tungguin. Lima menit lagi nyampe."

"Thanks."

"Oke."

Basha menghela napasnya sejenak. Ia terlihat celingukan mencari keberadaan Parikesit dari arah kiri, sesekali memandangi pesan terakhirnya yang dia kirimkan kepada laki-laki itu. Berharap, sang sepupu menepati janjinya.

Sambil menunggu kedatangan Parikesit, Basha mendengarkan musik melalui headset wireless putihnya. Setidaknya dapat membuatnya tenang, meski saat ini suasana sekolah masih ramai. Memang, sebagian besar murid menunda jam pulang mereka demi Wi-Fi dan sisanya sedang mengikuti ekstrakurikuler. Seperti basket dan voli.

Tin!

Suara klakson motor mengagetkan Basha. Seorang anak laki-laki berjas almamater OSIS SMA Dexterous yang ia tunggu-tunggu sejak tadi telah datang di hadapannya dengan motor sport merah yang dapat menambah kesan keren nan macho pada sang pengemudi. Ya, dia, Parikesit Mada Alister, sepupu dekat Basha yang saat ini menjabat sebagai Ketua OSIS SMA Dexterous yang merupakan salah satu sekolah elit di Surabaya.

"Ayo," ucapnya dari balik helm full-facenya seraya menyerahkan helm yang sejak tadi menggantung pada stang motor kiri kepada Basha.

Basha mengenakan helm tersebut dan naik ke atas motor. "Udah," balasnya.

Parikesit menjalankan motor sportnya kembali, masuk ke area jalan raya yang mulai dipadati berbagai kendaraan dan klakson yang saling bersahutan. Maklum, karena ini jam pulang kerja. Tak heran jika jalanan yang tadinya sepi kini berubah menjadi ramai.

"Kak Ca," panggil Parikesit menengok ke belakang sejenak.

Basha mendekatkan diri. "Hm, iya?"

"Kak Ca yakin gak mau pindah sekolah?"

Basha terdiam lalu menjawab, "Nggak, deh. Udah kelas sembilan juga, pasti susah."

"Nanti, kan, bisa diurus sama Papa dan jangan pernah pikirin omongan Mama." Parikesit menyahut

"Nggak, deh." Lagi-lagi, Basha terpaku memikirkan ucapan Parikesit. "Aku pingin usaha sendiri, malas juga harus adaptasi lagi. Lagian, aku udah nyaman di sana."

Diam-diam, Parikesit tersenyum dari balik helmnya. "I'm so proud of you. Good job!"

"Makasih."

Lima belas menit kemudian, motor sport Parikesit memasuki sebuah perumahan. Melewati jalanan paving blok yang sepi di bawah rindangnya pepohonan yang berjejer di tepi jalan, lalu berbelok ke kiri memasuki gerbang cluster berwarna hitam-kuning dan terdapat pos satpam bercat putih. Tak lupa, keduanya saling menyapa satpam berbadan besar tersebut hingga akhirnya motor terhenti di depan rumah bertemakan minimalis-industrialis.

"Kalo ada apa-apa, telpon aku, ya?" peringat Parikesit menerima helm dari tangan sang sepupu dari pihak Mamanya ini.

Basha mengangguk seraya merapikan rambutnya. Walaupun sebenarnya ia selalu merasa sungkan untuk meminta bantuan apapun dari Parikesit selepas dua tahun kepergian kedua orang tua Basha, keduanya mulai dekat kembali hingga saat ini. Dan, kegiatan mengantar-jemput Basha merupakan aktivitas terbaru bagi Parikesit belakangan ini.

PARIBASHA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang