Happy reading!
Hari semakin sore, Parikesit, Basha, Nadindra, dan Janar memutuskan untuk kembali ke tempat acara pernikahan diselenggarakan. Nadindra mengoceh sepanjang jalan, lebih tepatnya protes untuk kedua kalinya kepada Parikesit dan Janar. Lantaran mereka berdua seperti orang yang ingin merepotkan orang lain.
"Biar sehat. Gak rebahan mulu," Janar mengungkapkan dan langsung mendapat anggukan persetujuan dari Parikesit membuat Nadindra mendengus kesal. Dan, saat ini, mereka sedang berjalan kaki menuju hotel. Jujur, ia merasa tersindir akan hal ini.
"Ya, tapi, kan, sama aja bikin orang susah. Gimana, sih?! Gak ada cara lain napa?!"
Parikesit merotasi matanya, mencoba sabar atas perilaku Nadindra.
"Udah. Gak usah protes. Salah siapa ikut?" tanya Janar.
Nadindra melirik tajam Janar, menutup tutup botol susu yang sempat ia beli hasil dari memeras uang Janar dengan cara membeli sepuluh botol susu asli susu sapi di kafe tadi. "Salah e sopo ngajak? Hayo? Ngaku!" (Salahnya siapa ngajak?)
Seketika Janar terpaku dan menggaruk tengkuknya. Sementara Parikesit hanya bersikap cuek, sama sekali tak menanggapi ucapan Nadindra yang memboomerang Janar.
***
Parikesit mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. Pikirannya terasa segar kembali dari ocehan-ocehan Nadindra yang tak jelas. Kini, penglihatannya tak lepas dari sosok Basha yang sedang membolak-balikkan buku Ensiklopedia Sejarah pemberian Santoso—Ayah Lia sebelum mereka meninggalkan tempat itu—dengan tatapan tak penuh minat di atas ranjang sembari menyandarkan kepala di dipan. Berkali-kali Parikesit melihat halaman yang menampilkan sejarah singkat mengenai homo sapiens, zaman batu, filosofi yin dan yang, dan lain-lainnya itu dibolak-balik, tak dibaca sama sekali oleh sang pemilik baru.
"Bosen?" tanya Parikesit, mendekatkan wajah berniat membaca buku tersebut.
Basha tersentak kaget, spontan menutup buku tipis berwarna coklat itu. Bukan itu yang sebenarnya ia pikirkan. Melainkan bagaimana caranya, agar dirinya bisa tertidur nyenyak malam ini dan menganggap Parikesit sebagai angin lalu saja. "Ya..., Gimana ya, hotelnya kurang lengkap fasilitasnya."
Parikesit paham. Hotel yang disewa ini memang kurang memadai fasilitasnya, membuatnya harus sekamar bersama Basha. Khusus malam ini saja. Bukan hanya itu, ketakutan Basha ketika hendak tidur merupakan alasan utamanya. Walau dengan mudahnya ia mengeluarkan pundi-pundi uang demi memesan satu kamar hotel lagi, tetapi tetap saja gadis itu adalah prioritas Parikesit.
"Keluar?" Parikesit menawar.
Basha menggeleng. "Udah malam. Lagian di depan juga udah gelap."
"Nonton film?"
"Boleh. Soar Into The Sun aja, gimana? Kemarin aku baru dapet filmnya dari temen. Korea, sih, gak papa, kan?"
Parikesit mengiyakan. Ia mengambil laptopnya dari ransel dan meletakkan komputer generasi kelima itu di meja bundar area balkon sambil menunggu Basha yang nampaknya tengah menyiapkan camilan untuk menemani mereka selama menonton. Karena, kapan lagi mereka akan menikmati dinginnya udara seperti ini setelah acara pendakian di Gunung Argopuro akan berakhir?
"Kak Ca, flashdisknya mana?" tanya Parikesit, menyalakan laptop.
"Nih," balas Basha datang memberikan flashdisk putih sambil membawa beberapa cemilan yang seminggu lalu sempat dibeli ketika dalam perjalanan menuju Probolinggo tadi.
Selama film berlangsung, tak ada satupun dari mereka yang angkat bicara. Sebenarnya Basha sedikit menyesal mengajak Parikesit menonton film ini, mengingat impian laki-laki itu menjadi TNI Angkatan Udara yang pastinya akan semakin sedikit bersemangat untuk menggapai impiannya itu selepas menonton film ini. Diam-diam, ia melirik Parikesit yang sedari tak melepaskan indera penglihatannya dari layar laptop. Laki-laki itu terlihat fokus terhadap setiap adegan film dan jangan lupakan tangannya yang tetap bergerak mengambil keripik ketela dalam kemasan sambil sesekali menyeruput minuman bersoda.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARIBASHA [TERBIT]
Teen FictionMencintai seseorang dalam diam bukanlah hal yang mudah. Begitupun dengan yang dialami oleh Basha Gouw. Semenjak kematian kedua orang tuanya, gadis bermultitalenta itu terpaksa harus berkomunikasi dengan sang Ketua OSIS SMA Dexterous, Parikesit Mada...