16 - KAFE

33 4 0
                                    

Happy reading!

Parikesit tersenyum. Ia bergegas meninggalkan tempat itu dan segera pulang, karena Sarah tadi memintanya untuk mengantarkan pesanan katering seperti biasa.

"Itu di tata di sana aja, ya," kata Sarah memberi arahan kepada para karyawannya.

"Aku pulang," sapa Parikesit turun dari motor sportnya begitu tiba di perkarangan rumah yang saat ini sudah terlihat banyak orang yang kesana-kemari, masuk-keluar rumah dan meletakkan ratusan besek ke dalam mobil. Sambil menyurai rambutnya ke belakang, ia mencium tangan sang Ibu.

"Ri, abis ini lo mandi, trus, anterin semua pesanan ini ke Dukuh Kupang," terang Sarah mengacak-acak rambut putranya.

Parikesit mengangguk lalu meninggalkan Ibunya bersama para karyawan lainnya. Ada perasaan lega setelah melihat Basha sudah tiba di rumah setelah pergi selama seharian penuh tanpa dirinya di sisi gadis itu. Dan, berharap, semoga Basha menyukai paket yang ia berikan. Berisi buku-buku novel yang berada di dalam list novel yang belum dibeli oleh gadis itu. Ya, Parikesit tak sengaja melihat list tersebut ketika ia berada di rumah Basha yang tertempel di meja belajar saat sang pemilik mengambilkannya novel-novel untuk dipilih.

Lima menit telah berlalu. Parikesit sudah siap. Gerakan kakinya yang cepat mempersingkat waktunya untuk segera mengantarkan pesanan katering mengambil kunci mobil dan segera mengemudikannya menuju tempat tujuan.

***

Basha memarut kunir yang ia beli di pasar tadi. Diparutnya beberapa buah kunir tersebut dengan parutan hingga teksturnya halus nan lembut. Dan, untuk pertama kalinya Basha melakukan hal ini. Kemudian, memindahkan hasil parutan kunir tersebut di atas piring dan membawanya ke ke ruang keluarga. Tak lupa untuk meletakkan sapu tangan di bawah kedua lututnya agar kunir-kunir tersebut tidak terjatuh mengenai sofa kiwinya.

Hari ini merupakan hari yang luar biasa baginya. Hampir tak percaya, ia bisa melakukan semuanya seorang diri dan membuat seutas senyuman tipis membentang di sepanjang bibirnya. Bersyukur bisa melaksanakan semuanya dengan baik, meski terdapat sedikit kendala, seperti rasa takut yang menghantuinya.

Merasa bosan, Basha membongkar paket berbentuk kardus kecil yang kini berada di depannya. Cukup terkejut, lantaran semua novel tersebut merupakan novel-novel yang ia impikan dan rencananya semua itu akan dibelinya suatu saat.

Diantaranya Hitam Putih Majapahit: Dari Kejayaan hingga Keruntuhan karya Sri Wintala Achmad, The Mortal Instrument: City of Bones karya Cassandra Clare, Harry Potter and The Goblet of Fire karya J.K. Rowling, The Mistery of the Blue Train karya Agatha Christie, Midnight Sun versi Edward Cullen karya Stephanie Meyer, Gajah Mada: Madakaripura & Hamukti Moksa karya Langit Kresna Hadi, dan masih banyak buku lainnya yang kebanyakan merupakan novel-novel impor dan lokal dari berbagai genre. Khususnya, novel impor yang rata-rata menggunakan bahasa internasional.

"Parikesit, is that you?" gumam Basha tersenyum tipis memandangi beberapa novel lainnya yang berada di atas pangkuannya.

Ting!

Basha meletakkan novel-novel tersebut di atas meja akibat sebuah pesan yang masuk ke dalam handphonenya.

Nadindra Diajeng Samasta
Sist, jan lupa makan, yak! Sorry, gw gak bisa ke sana. Soalnya, di suruh
Mama jagain butik. Mungkin besok gw baru ke rumah lo
Btw, jan lupa juga buat ambil upah lo di kafe tadi pagi

Basha menepuk dahinya. Ia lupa, jika belum mengambil uang hasil penjualan jus jeruknya di salah satu kafe yang baru saja dibuka. Terpaksa, gadis itu harus pergi keluar rumah lagi dan melawan rasa ketakutan serta keraguan yang melanda dalam benak.

PARIBASHA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang