Happy reading!
Sudah dua tahun lamanya, Basha dan Parikesit tak berkomunikasi. Bagi Parikesit, Basha sudah menghilang bak ditelan bumi usai acara wisuda saat itu. Bahkan, ia sudah menyuruh orang-orang kepercayaan Papanya untuk mencari keberadaan Basha kesana-kemari. Nyatanya, itu semua tak membuahkan hasil. Sampai sekarang.
Rasa sesak perlahan berkurang, ketika Basha yang mendengar kabar itu dari Nadindra, Dena, dan Dharma. Tapi, rasa bersalah terus menghantuinya, membuat ada sesuatu yang mengganjal dalam benaknya.
Dua tahun lagi, Parikesit sudah lulus dari Akademi Angkatan Udara yang berada di Yogyakarta. Saat itu pula, Basha akan melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi. Namun, Basha tak yakin dengan keputusan yang ia buat sendiri selama beberapa hari terakhir ini. Berulang kali, gadis itu memikirkan. Bagaimana jika Parikesit tidak lulus? Dan, berakhir menempati kursi kebesaran CEO Propiedad de Alister? Tapi, bisa saja, Ronald memintanya untuk tetap menempati jabatan CEO Propiedad de Alister sebagai penggantinya.
Basha mengacak-acak rambutnya. Itu mustahil. Parikesit bisa melalui semuanya dengan mudah, hasil kerja kerasnya sendiri tanpa bantuan kedua orang tuanya jika menyangkut-pautkan hal-hal berbau uang. Dan, seharusnya Basha senang jika Parikesit tak lulus. Tak perlu lagi berurusan dengan jet tempur seandainya laki-laki itu mengambil sekolah penerbang.
Menghembuskan napas sembari memandangi pemandangan dari balkon kamarnya, Basha merasa sedikit lega dibuatnya. Apalagi sudah terdapat segelas jus jambu dalam genggaman tangannya yang sempat ia ambil tadi di dapur.
Pukul tiga pagi ini ia terbangun. Biasanya, gadis itu akan mengerjakan naskahnya. Tapi, tidak untuk kali ini. Bayangan Parikesit membuatnya tak bisa fokus atas apa yang ia tuangkan ke layar MacBooknya.
"Ck! Katanya, move on, tuh, gampang! Tapi, napa gue malah gamon, sih?" gumamnya meneguk jus jambu. "Udah dua tahun malahan."
Basha menatap gelasnya yang telah kosong, tak menyisakan satupun cairan jus di sana. Sejenak, ia memandangi pemandangan indah dengan jutaan lampu yang menerangi. Menjadikan balkon ini sebagai salah satu tempat favoritnya selepas kamar di rumah Yaqiong.
Ya, selama ini, Basha tinggal di rumah Yaqiong. Hanya bertiga saja, termasuk asisten rumah tangga. Karena, Yaqiong sendiri mengaku, bahwa ia telah bercerai dengan suaminya belasan tahun yang lalu. Dan, obrolan mereka berjalan lancar, layaknya jalan tol. Seperti berbicara dengan teman rasanya. Membuat hubungan Basha dan wanita itu semakin erat kian hari.
Basha masuk kembali ke dalam kamar. Berkutat di depan layar monitor LED yang menampilkan halaman kosong Microsoft Word. Kursor berjalan kesana-kemari selama jarinya menggerakkan mouse. Sudah beberapa kali ia menulis novel, tapi tak ada satupun yang dikirimkan ke penerbit. Novel yang ditulisnya saat masih berada di Surabaya, pun, terpaksa berhenti. Tak kuat melanjutkan kisahnya dan Parikesit dalam buku itu.
"Apalagi yang mau gue tulis?" keluh Basha menyerah. "Kayaknya gue harus makan snack dulu, deh."
Basha beranjak dari kursi dan keluar kamar, menuju dapur. Di sana, sudah ada Xiaomi, asisten rumah tangga sedang memasak menyiapkan menu sarapan pagi ini. Melihatnya, membuat Basha teringat akan Parikesit yang memasakkannya setelah kejadian di kafe saat itu.
"Zǎoshang hǎo xiǎojiě," sapa Xiaomi menyadari kehadiran Basha. (Selamat pagi, Nona.)
"Zǎoshang hǎo," balas Basha tersenyum mendekat ke arah kulkas dan membukanya, mengambil satu roti isi cokelat dari sana. (Selamat pagi juga.) "Kau memasak apa?" tanya Basha merasa asing dengan masakan yang dimasak oleh Xiaomi
"Wonton."
"Perlu kubantu?" tawar Basha membuka bungkus roti dan memakannya lahap.
"Tidak, tidak perlu. Sebaiknya, Nona kembali ke kamar."
KAMU SEDANG MEMBACA
PARIBASHA [TERBIT]
Teen FictionMencintai seseorang dalam diam bukanlah hal yang mudah. Begitupun dengan yang dialami oleh Basha Gouw. Semenjak kematian kedua orang tuanya, gadis bermultitalenta itu terpaksa harus berkomunikasi dengan sang Ketua OSIS SMA Dexterous, Parikesit Mada...