24 - MAYBE, I MISS YOU(?)

27 3 0
                                    

Happy reading!

Setelah belasan jam lebih beberapa menit, akhirnya Basha tiba di Guangzhou. Perjalanan panjang yang telah ia lalui telah usai. Dinginnya udara malam hari yang mampu menusuk ke dalam kulitnya membuat gadis itu merapatkan jaket jeans pilihan Dena. Dan, ia tak masalah jika jaket ini sedikit berat dengan permukaannya yang cukup kasar. Maklum, Basha baru pertama kalinya menggunakan jaket jeans.

Ia berjalan menggeret kopernya selepas check-out dari bandara. Pandangannya mengamati sekitar. Masih banyak orang yang beraktivitas di dalam bandara. Beberapa kendaraan masih berlalu lalang di sini. Kafe-kafe dan restoran-restoran yang berada di samping kanan-kirinya masih buka dan ramai pengunjung. Secara perlahan, rasa ketakutannya menggerogoti tubuhnya. Tapi tidak mungkin, untuk Basha agar tak segera beranjak dari tempat ini. Bagaimanapun juga, ia harus bisa melawan semua ini.

Basha merogoh saku jaketnya, mengambil handphonenya. Sekadar mengecek beberapa notifikasi masuk.

Nadindra Diajeng Samasta

Jan lupa kabarin gw, kalo udah sampe

Dharma Anjana Danendra

[Location]

Malam ini, lo istirahat di sana dulu. Gw udah bayar semuanya, tinggal ambil kartunya

aja di administrasi

Kabarin kalo udah sampe

Dyah Dena Suhita

Tiati lo, Ca

Ladira Florencia

Take care, Ca

Basha tersenyum, segera membalas pesan-pesan tersebut. Tangannya kemudian bergerak memberhentikan taksi yang entah dari mana datangnya keberanian dalam dirinya. Mungkin, ini semua berkat dukungan dari sepupu dan sahabat-sahabatnya, pikirnya.

"Selamat malam, bisa tolong antarkan saya ke hotel ini?" tanya Basha membantu sopir taksi tersebut memasukkan barang-barangnya ke dalam bagasi, lalu menunjukkan layar handphonennya.

"Tentu, Nona," balasnya.

Basha masuk ke dalam taksi. Lagipula, tak mungkin ia mendatangi rumah Bibinya di tengah malam seperti ini. Mungkin, esok pagi ia akan langsung menuju alamat tersebut.

Matanya tiba-tiba melebar begitu melihat hotel yang akan ia inapi malam ini rupanya merupakan hotel bintang lima. Ingin sekali mengajukan protes. Tapi mengingat Dharma telah menolongnya hingga ia bisa sampai ke negeri tirai bambu, membuat Basha mengurungkan niatnya itu.

Setelah tiba di hotel dan turun dari taksi, Basha melaksanakan perintah Dharma. Degup jantung dan napas yang tak beraturan, belum lagi gemetarnya langkah yang ia ambil menjadikannya sedikit ragu mendekati bagian resepsionis. Dan, mati-matian gadis itu melawan semua ini. Sama seperti saat turun dari pesawat tadi.

Sesusah ini ternyata memulai hidup baru. Keknya, Basha harus adaptasi mati-matian di sini.

Kini, kartu hotel telah berada dalam genggamannya. Basha bergegas menuju kamarnya sambil menggeret koper besar dan tas ranselnya.

Rasa penat gadis itu seketika menghilang melihat pemandangan indah yang disuguhkan hotel ini. Ribuan cahaya lampu menerangi kota terbesar di Provinsi Guangdong. Dan, satu-satunya yang paling mencolok di antara yang lain ialah Canton Tower, berdiri tegak dengan lampu yang dapat berubah-ubah warna.

Senyumnya mengembang. Tatapan matanya pada Canton Tower penuh akan harapan. Berdiri tegak di gelapnya malam dan panasnya siang hari, namun tetap bersinar, pikirnya.

PARIBASHA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang