Happy reading!
Matahari semakin tinggi ke atas, enam orang remaja berbeda usia nampak bergegas meninggalkan saung dan area persawahan yang telah mereka kunjungi sejak dua jam yang lalu.
"Gak ada yang ketinggalan, kan?" Parikesit bertanya pada semua orang yang ada di situ, bersiap mengayuh sepedanya keluar dari kawasan persawahan.
"Nggak ada, Ri. Kuy lah!" Dharma membalas dan hanya dibalas anggukan oleh Parikesit.
Dipimpin Parikesit, ketiga sepeda gunung itupun mulai melewati jalanan yang dipadati puluhan paving block sebelum akhirnya membelah jalanan beraspal. Dan, di saat yang lain senang sekaligus merasa puas atas liburan sederhana mereka kali ini, beda dengan Basha yang dilanda rasa dilema atas kegiatan-kegiatan yang akan Parikesit lalui. Semuanya berjalan begitu cepat dan ia tidak sanggup menghadapi kenyataan-kenyataan yang akan terjadi di saat Parikesit akan disibukkan dengan berbagai hal. Tapi, gadis itu juga tidak memiliki hak untuk melarang sepupunya agar tak mengikuti semua yang sudah akan dihadapi.
"Ngaco lu, anjir!" teriak Nadindra membantah ucapan Dharma membuat Basha tersadar dan untungnya tidak mendapatkan protes dari pengguna jalan yang lain.
"Amiinin aja napa, sih, Nad, kalo kita emang berjodoh entar," goda Dharma mendusel-dusel pipi Nadinda dan anehnya gadis itu tak memberi respon apapun seperti biasanya. "Eh, gaes. Gimana kalo ntar malam kita ke mall? Nongki-nongki gitu, mumpung belum ujian. Ngerefresh otak."
"Kali ini, gue sefrekuensi sama Dharma," sahut Nadindra.
"Asee-"
"Eh, gue belom selesai ngomong, bego! Yang jenius, mah, enak. Semalam gak belajar, pas ujian dateng siang, tahu-tahu dapet nilai bagus. Lah gue bisa apa?" tanya Nadindra kembali bersuara, menyindir Parikesit-terutama Janar yang berhasil menyelesaikan pendidikannya di bangku SMA melalui jalur akselerasi.
"Tenang. Ntar ada Kangmas Dharma yang ngajarin Ayang Nanad."
"Ayang-ayang ... pala lo peyang?!"
Janar menghembuskan napas dan Dena nampak menahan tawanya. "Bertengkar mulu lu pada. Bisa gak, sih, rukun bentar gitu, kan, adem ayem."
"Kek gak pernah bertengkar aja sama si Nadindra," gumam Parikesit yang hanya dapat terdengar oleh Basha, mengingat kejadian di villa beberapa minggu yang lalu. Walau, pada akhirnya mereka berdua tertawa bersama.
"Eh, eh, giraffe couple kita ketawa, tuh. Ada apakah gerangan?" Dharma bertanya kepo, menujuk ke arah barisan terdepan membuat Nadindra mengalihkan pandangannya pada Parikesit dan Basha.
"Ya ..., menertawakan gombalan lo yang receh pake banget," sewot Nadindra memukul pelan pipi laki-laki itu.
Dharma mengacuhkan pukulan pelan Nadindra, malah kembali menggoda gadis tersebut. "Emang Ayang Nanad mau kayak gitu? Uwu-uwuan sama Kangmas Dharma."
"Najis!"
"Heh! Jadi apa nggak, nih, ke mallnya?" Parikesit menegahi pertengkaran antara sepupu dan sahabatnya itu. "Kalo gak jadi, ya ... nggak papa."
Dharma melotot. "Jadilah! Emang lu mau ngasih gue kunci jawaban sebagai gantinya otak gue yang lemot gegara gak direfresh dulu? Nggak, kan? Ya udah!"
"Sewot mulu lo! PMS?" sahut Nadindra.
"Mirror, please?"
***
"M-makasih, Ai," kata Basha pada Parikesit yang masih berada di atas sepeda.
"Sama-sama, Kak Ca. Aku langsung pulang, ya? Mau meeting dulu soalnya, gantiin Papa," terang Parikesit memberi pengertian, mengerti jika Basha hendak memberinya tawaran agar ia mampir sebentar ke rumah gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARIBASHA [TERBIT]
Teen FictionMencintai seseorang dalam diam bukanlah hal yang mudah. Begitupun dengan yang dialami oleh Basha Gouw. Semenjak kematian kedua orang tuanya, gadis bermultitalenta itu terpaksa harus berkomunikasi dengan sang Ketua OSIS SMA Dexterous, Parikesit Mada...