Happy reading!
Basha menyandarkan punggungnya pada jok mobil dengan kaki yang berada di atas jok bagian depan dan telinganya sengaja disumpal dengan dua headset wireless. Sesekali ia menganggukkan kepala menikmati alunan lagu sembari menunggu Yaqiong menyelesaikan urusannya di sebuah restoran yang berada di seberang yang jika dilihat dari pakaiannya seperti seorang pengacara. Sedangkan Xaomi menatap keluar jendela, mengamati kendaraan dan pejalan kaki yang berlalu lalang sedari tadi.
"A-aku tidak siap memberi tahunya, Victor," kata Yaqiong memandang ke arah mobilnya yang berada di sana lalu menatap sahabatnya kembali. "Kau tahu, kan, aku tidak tega kehilangan dia untuk kedua kalinya?"
"Aku tahu. Tapi ... ini yang terbaik, Yaqiong," balas Victor menghela napas berat. "Hanya menunggu waktunya saja. Dan, semua hal akan terungkap."
Yaqiong memejamkan matanya cukup lama dibarengi helaan napas. "Ya, kau benar," katanya menyetujui hingga menciptakan keheningan selama beberapa detik lamanya.
"Dan ..., maaf. Aku tidak bisa membantumu lebih dari ini selain berdoa, agar Basha bersedia menjadi CEO di usianya yang ke tujuh belas tahun ini," kata Victor menatap berkas berwarna merah berisi pergantian nama pemegang perusahaan milik Yaqiong pada Basha dari notaris di hadapan mereka. "Aku pamit dulu, ada klien yang harus kutemui," pamit Victor melirik arloji mahalnya mengingat namanya-Victor Zheng-terkenal di negeri tirai bambu ini sebagai pengacara kondang sekaligus mantan suami Yaqiong sang pengusaha sukses.
Yaqiong mengangguk. "Baiklah. Hati-hati dan terima kasih atas bantuanmu selama ini."
"Ya, tidak masalah. Kau sudah kuanggap sebagai sahabatku, Yaqiong," akhir Victor tersenyum tipis lalu pergi meninggalkan Yaqiong seorang diri di restoran tersebut.
Melihat Victor keluar dari restoran, pandangan mata Basha mengikuti kemana pria itu pergi hingga lenyap ke dalam sebuah mobil mewah yang tak jauh dari mobil Yaqiong. Sedangkan di dalam restoran, Yaqiong masih menatap lekat map berwarna merah. Sekelebat bayangannya bersama Daniel dan Shannon bermunculan. Terngiang-ngiang dalam pikirannya.
"Cece ingin, kalian menjaga Basha. Bisa?" tanya Yaqiong pada Daniel dan Shannon yang baru saja dua bulan yang lalu.
"Tapi, kenapa, Ce?" tanya Daniel heran.
Yaqiong menggeleng. "Cece tidak ingin Basha menjadi anak broken home. Cici ingin, Basha bisa merasakan kasih sayang kedua orang tua secara utuh."
Daniel dan Shannon saling melempar pandang. Mereka diam sesaat. Sebelum akhirnya, Daniel mengiyakan permintaan sang Kakak. "Baiklah."
"Xièxiè."
Sebening cairan turun dari kedua sudut kelopak mata Yaqiong. Daniel dan Shannon telah tiada. Dan, ia merasa menyesal. Menyesal karena tidak dapat melihat wajah mereka berdua untuk terakhir kalinya dan tidak dapat menjadikan bahunya sebagai tempat Basha menyandar di masa-masa terpuruknya. Tapi, ia yakin, ada seseorang yang menemani Basha saat itu.
"Aku harus mencari orangnya. Berterima kasih, sebab dia telah menemani Basha selama ini," gumam Yaqiong tersenyum senang, mengambil map yang masih tergeletak di atas meja ke dalam tasnya kemudian berjalan keluar dari restoran ini, berjalan mendekati mobilnya.
"Maaf menunggu lama," kata Yaqiong masuk ke dalam mobil.
Basha menoleh. "Hm, ya. Tak apa-apa."
Yaqiong tersenyum. Mati-matian ia menahan tangannya agar tak memegang bahkan mengacak-acak rambut Basha. Walau dalam lubuk hatinya yang terdalam Yaqiong ingin terang-terangan mengatakan bahwa dia dan Victorlah ayah dan ibu biologis Basha.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARIBASHA [TERBIT]
Teen FictionMencintai seseorang dalam diam bukanlah hal yang mudah. Begitupun dengan yang dialami oleh Basha Gouw. Semenjak kematian kedua orang tuanya, gadis bermultitalenta itu terpaksa harus berkomunikasi dengan sang Ketua OSIS SMA Dexterous, Parikesit Mada...