Happy reading!
Basha menghembuskan napasnya, selepas membaca pesan dari Nadindra jika gadis itu hari ini tak dapat menjemput sekaligus mengantarnya ke rumah sakit untuk memeriksakan lututnya. Itupu jika tak keberatan. Sebab, Nadindra sedang mengikuti ekstrakurikuler basket untuk terakhir kalinya sekaligus sertijab.
Kini, Basha sedang mengetikkan pesan di kolom chat Parikesit. Tapi dengan cepat, gadis itu menghapus pesan yang akan ia kirim. Terlalu ragu sekaligus takut menghadapi tanggapan Parikesit. Dan, sampai saat ini, gadis itu belum mengerti maksud perkataan Nadindra dan hanya bisa berasumsi bahwa Parikesit menjadikan kekasihnya yang sekarang sebagai pelarian belaka. Tapi, entahlah.
Terpaksa Basha memesan ojek online. Meski sudah berkali-kali menaikinya, tetap saja rasa takut masih terselubung dalam benaknya.
"Basha Gouw?"
Basha mendongakkan kepala. Seorang pria berjaket hijau berdiri tepat di hadapannya. "Iya, Pak," jawabnya.
Pria itu mengangguk, memberikan helm yang warnanya senada dengan jaketnya pada sang penumpang. Basha menerimanya, kemudian naik ke atas motor matic tersebut.
"Ke Rumah Sakit Mitra Keluarga, ya?"
"Iya."
Beberapa hari yang lalu, sebelum Basha menjadi korban ghosting Parikesit, laki-laki itu telah mengatakan padanya untuk mengecek kondisi kedua lututnya di Dokter Ortopedi dan teman dari Ronald lah yang akan menanganinya.
Ting!
Notifikasi pesan singkat mencuri perhatian Basha usai beberapa menit dalam perjalanan. Ia membuka kaca helm, melirik handphonenya.
Parikesit Mada Alister
Langsung ke ruangannya aja, Kak Ca
Udah aku daftarin
Maaf ga bisa nemenin, ada rapat OSISSeutas senyum terbit dari bibir merah Basha. Kejadian selama berada di Probolinggo, Tretes, dan terakhir, di bioskop kemarin tak berhenti berputar di otaknya. Miris sekali rasanya. Dan, kini, jarinya bergerak di atas keyboard.
Parikesit Mada Alister
Langsung ke ruangannya aja, Kak Ca
Aku udah daftarin
Maaf ga bisa nemenin, ada rapat OSISOkeee, thx xx
"Mbak, udah sampe," kata tukang ojek tersebut sesampainya di rumah sakit.
Basha terkesiap. "Oh, iya, Pak. Ini, makasih, ya," ucapnya mengembalikan helm dan memberikan beberapa lembar uang hasil jerih payahnya berjualan jeruk peras.
"Sama-sama, Mbak."
***
Basha memainkan jarinya dan fokus memandangi nama Dokter Ortopedi yang tertera di dinding di seberangnya ini. Deru napasnya memburu dan ritme jantungnya berdegup kencang akibat ketakutan yang ia alami.
"Basha Gouw."
Basha mendongak, mendapati seorang suster keluar dari ruangan yang sejak tadi ia tatap horor. Gadis itu menghembuskan napas, mencoba menghadapi situasi ini setenang mungkin. Lagipula, dirinya telah berjanji untuk tak merepotkan orang lain. Maka, Basha harus bisa mempertahankannya. Dalam kondisi apapun itu.
"Iya," jawabnya beranjak dari kursi dan masuk ke dalam ruangan itu.
"Selamat siang, Basha," sapa sang dokter dari meja kerjanya dan cukup membuat Basha terkejut. Lantaran, ia bisa merasakan, jika dokter muda itu seperti tahu kondisi hatinya dan mencoba mencairkan suasana.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARIBASHA [TERBIT]
Teen FictionMencintai seseorang dalam diam bukanlah hal yang mudah. Begitupun dengan yang dialami oleh Basha Gouw. Semenjak kematian kedua orang tuanya, gadis bermultitalenta itu terpaksa harus berkomunikasi dengan sang Ketua OSIS SMA Dexterous, Parikesit Mada...