Happy reading!
Landasan udara kini bagaikan milik pribadi. Sudah beberapa detik lamanya, Parikesit memeluk Basha. Kerinduan yang terpendam selama tiga belas tahun lamanya itu telah terbayar melalui pelukan hangat dengan background pesawat-pesawat yang terparkir rapi di belakang Parikesit di bawah teriknya panas matahari.
Dalam pelukan Parikesit, Basha dapat merasakan kembali rasa nyaman, aman, dan tenang. Jauh dari kata bahaya yang selama ini bersarang dalam dirinya. Tapi, ia sadar. Bahwa Parikesit bukanlah miliknya. Melainkan milik Dena, sahabatnya.
"Kak Ca?" kaget Parikesit melihat Basha melepas kasar pelukan mereka.
Basha menunduk, memandangi bayangannya. "Maaf."
Janar, Nadindra, Dharma, dan Dena saling melontarkan tatapan bertanya-bertanya saat mendengar kata itu keluar
"Kenapa?" tanya Parikesit mewakili saudara-saudara sepupunya.
"Trus, Dena gimana?"
Dena terkekeh. "Tenang aja. Gue udah ama Janar setahun yang lalu." balasnya menunjukkan cincin pernikahan.
Mendengar itu, mata Basha terbelalak dan sebisa mungkin ia mengontrol rasa keterkejutannya.
"Perjodohannya udah dibatalin, karena Mama gak kuat liat sifat aku yang berubah drastis. Dari biasa-biasa aja jadi dingin. Lagian, Pak Abidin juga gak keliatan keberatan kalo perjodohannya dibatalin," jelas Parikesit diakhiri senyuman, seakan mengisi apa yang ada di dalam pikiran Basha. "Jadi, apa yang perlu dikhawatirin? Lagian, aku udah lepas dari pengawasan Mama semenjak masuk AAU."
"T-tapi, kan, Tante Sarah gak suka sama aku," ceplos Basha segera menutup mulutnya. Lalu, menundukkan kepala dan pipinya terlihat memerah.
Parikesit tertawa. "Siapa bilang? Mama udah ngerestuin hubungan kita kok."
"Ha?"
"Mama udah gak benci sama kamu dan ngerestuin hubungan kita, semenjak lihat aku pulang ke rumah pas ambil cuti. Soalnya, abis terbang dari Iswahjudi. Dan, sering tanya-tanyain gimana kondisi kamu. Ya, aku jawab aja, kamu ngilang kayak ditelan bumi. Trus, nomor dan semua sosial media kamu udah gak aktif, ngilang. Dan, Mama jadi khawatir. Ikut-ikut nyuruh semua anak buah Papa buat nyari kamu. Tapi, hasilnya sama kayak yang aku dapat, nihil."
Basha terdiam mendengar penjelasan Parikesit. Mencoba menangkap penjelasan pria itu baik-baik.
"Jelas! Siapa dulu dong, yang nyembunyiin jejaknya Basha Gouw," sahut Dharma menepuk-nepuk bangga dadanya.
Parikesit terkejut bukan main medengar pengakuan lelaki yang telah menjadi saudara mereka itu. Sedangkan Basha, Dena, Nadindra, dan Janar diam-diam merutuki kebodohan Dharma. Pandangan mereka semua sama-sama tertuju pada Parikesit, menyiapkan diri menerima amukan dari sang Elang Muda Kencana.
"Lo?"
Sadar bahwa ia keceplosan, Dharma langsung memberikan tanda peace pada Parikesit. "Ehehehe. Iya. Emang napa? Daripada kesiksa lahir-batin. Gak baik juga, kan, buat kesehatan psikologis dia? Jadi, ya ... Ya udah lah. Biarin aja kali. Masa lalu, biarlah masa lalu~"
"Napa lo gak bilang ke gue, anjir?" semprot Parikesit melirik datar Dharma, seketika menghentikan nyanyian pria itu.
"Kalo gue bilang ke lo, lo pasti nyusul dia. Jan kira gue gak tahu, ya, lo tuh kek gimana orangnya."
"Nah, itu!" seru Nadindra setuju dengan penjelasan sang suami.
"Untung, gue anak pengusaha bahan bangunan," celetuk Dharma mengakibatkan Nadindra melemparkan tatapan sinisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARIBASHA [TERBIT]
Novela JuvenilMencintai seseorang dalam diam bukanlah hal yang mudah. Begitupun dengan yang dialami oleh Basha Gouw. Semenjak kematian kedua orang tuanya, gadis bermultitalenta itu terpaksa harus berkomunikasi dengan sang Ketua OSIS SMA Dexterous, Parikesit Mada...