Bab 4

129 7 1
                                    

Dengan sekujur tubuh merasakan pegal-pegal, setelah perjalanan jauh. Aku turun dari ojek daring dan setelah itu menuju ke tempat kos yang ada di daerah Senen Jakarta pusat. Aku tinggal dikos ini sudah enam tahun yang lalu terhitung sejak kerja di Jakarta.

Sebelumnya sudah memberitahukan dan izin kepada pemilik kos, bahwa aku baru tiba sekitar pukul empat pagi. Karena kos yang kutempati ini khusus untuk wanita saja. Sesusai apa yang diminta ibu ketika dibolehkan merantau ke luar kota. Terlihat ibu paru baya mengenakan hijab instan berwarna hitam keluar dan langsung membukakan gerbang. Kos disini mempunyai peraturan jam malam, dimana penghuni kos harus pulang sebelum jam sebelas malam. Lebih dari itu, ya siap-siap saja tidur luar.

"Bagaimana dengan liburan di kampung halamanmu," tanyanya dengan sebuah senyuman. Dia bernama Bu Rahma atau anak kost sering memanggil dengan panggilan Bu Hajjah kecuali aku, karena memang beliau sudah menunaikan rukun Islam yang kelima.

"Seru," jawabku, sembari menyalimi dan mencium punggung tanganny,a sesuai diajarkan oleh kedua orang tuaku, agar senantiasa menghormati orang yang lebih tua. Selama itu kepada mahramnya, kalau bukan harus melungkupkan tangan. Amanat tidak dilaksanakan dan ketahuan ibu, bisa-bisa aku bisa diceramahi selama dua jam.

"Seru? Seru bagaimana?" Tanya Bu Rahma mengerut bingung.

Iya ya. Seru yang kumaskud apa ya? Kok bisa-bisanya aku ngomong spontan seperti itu. Atau mungkin, aku sudah keteluaran gaya ngomong Fani, kalau ngomong tidak pikiran sebelumnya. Sepertinya aku harus mulai menjaga bicara agar tidak terpengaruh ucapan Fani.

"Ya, karena bersama keluarga di kampung,"jawabku asal.

Ya bagaimana lagi, tidak mungkin aku menjelaskan, saat pulang kemarin sangat kesal karena terus ditanya soal jodoh. Bisa-bisa aku akan dibully Bu Rahma, dia seperti ibu kalau sudah kaitannya dengan jodoh. Suka mendesak para jomblo agar segera menikah.

"Oh." Dia mengangguk.

"Kalau begitu, saya izin masuk dulu, assalamualaikum," ucapku.

Baru saja beberapa langkah didepannya, Bu Rahma memanggilku. Lantas aku memutarkan badan menghadap kembali kepada beliau.

"Ya, ada apa lagi Bu," tanyaku.

"Besok sudah tanggal sepuluh, kamu tahukan harus apa," jawabnya dengan serius.

"Paham Bu hehehe, pasti tidak telat." Aku berusaha tersenyum dan menelan ludah, ketika Bu Rahma mulai bertanya soal iuran kost setiap bulannya.

Dia seorang yang ramah, terkadang malah ia sering membuat masakan untuk anak kost lainnya. Yang terpenting penghuni disini, harus mematuhi peraturan telah ia buat. Salah satunya soal bayar sewa kost, telat sedikit saja sifat ramah beliau bisa berubah menjadi sifat galak.

Setelah itu Bu Rahma kembali kediamannya disamping kost dan hanya berdempetan tembok saja. Kemudian aku menuju kedalam, bangunan kos yang kutempati ini berlantai dua dengan total sebanyak 12 kamar. Dimana lantai atas sebanyak delapan kamar, sisanya di lantai bawah yang juga terdapat ruang tamu ditengah-tengahnya. Diruang tamu ini terdapat fasilitas televisi lcd dan sofa bebentuk L, sering digunakan anak-anak untuk sekedar berkumpul atau menerima tamu.

Aku menapaki tangga untuk menuju ke kamarku dilantai atas. Kemudian menelusuri lorong kecil, untuk menuju posisi kamar yang ada diujung. Saat mendekat dengan kamar, mendengar suara wanita mengaji di kamar sebelah. Aku tahu siapa itu, dia adalah Maya teman sekantor dan juga sekost. Wanita itu baru bekerja sekitar enam bulan yang lalu, dan umurnya masih dua puluh dua tahun. Kebetulan juga kamar kami berdua saling berdempetan, dia memang anaknya religius, aku saja kalah.

Hendak melanjutkan kembali langkahku, terdengar suara  membuka pintu dari arah kamarnya. Dia nampak begitu tercengang saat aku didepan kamarnya, beberapa saat kemudian raut muka Maya berubah tersenyum dan langsung memelukku begitu saja.

Jodoh Sebelum HilalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang