Aku berjalan masuk kekantor dengan mengendarai gamis berwana biru tosca, juga dipadukan dengan hijab warna senada. Gamis ini merupakan adalah pemberian dari kak Ammar saat ketemu kemarin. Aku tidak menyangka dia sampai memikirkan ini, tapi tunggu. Bagaimana dia tahu kalau aku saat ini mulai terbiasa pakaian pergi seperti gamis seperti ini.
Aku menarik reselting untuk membuka tas, untuk mengambil secarik kertas, yang terselip didalam gamis yang sedang dikenakan saat ini. Kertas yang terdapat tulisan dari kak Ammar, kalau diamati saat ia menulis latin, sangat indah sekali tulisannya. Namun berbanding terbalik, saat menulis biasa, yang ada sebelas dua belas seperti tulisan dokter.
Jujur kakak tidak tahu harus bilang apa, yang pasti kakak sangat senang, ketika dirimu mulai berubah sudah seharusnya menjadi seorang muslimah. Kakak hanya pesankan kepadamu, niatkan itu semua karena Allah. Bukan mengikuti trend seperti kebanyakan sekarang atau bahkan hanya untuk menarik perhatian seseorang agar menyukaimu. Tetap dengan pendirianmu sekarang, Keep Istiqomah, Dik.
Tak terasa air mata lolos begitu saja dari kedua mataku, terharu sekali mendapatkan surat berupa ucapan sekaligus nasehat. Selama ini kak Ammar sangat sangat sayang dan perhatian dengan adik-adiknya. Maafkan aku ya Allah, diri ini begitu banyak dosa selama ini, dan maafkan adikmu ini kak, selama ini banyak dari nasehatmu yang tidak ku jalani.
"Ehm." Suara bariton yang sudah kukenal itu, menyadarkanku.
Lekas-lekas aku segera menyeka kedua pipi yang dibasahi dengan air mata. Kemudian aku membalikkan tubuh, hingga sekarang kami berdua saling bertemu pandang. Oh Allah, kenapa Engkau sekarang mempertemukan diriku dengan salah satu ciptaan-Mu ini.
Hanya melihat senyumannya saja, sudah membuat jantung berpacu dengan begitu kencang. Ditambah lagi kedua pipiku sekarang, menyerbak merah dan rasa hangat mulai menjalar. Oh Allah, sepertinya diri ini sekali tenggelam di bumi-Mu saat ini juga. Aku hendak memutarkan kembali tubuhku, untuk segera meninggalkan tempat ini dan segera menuju keruangan kerja. Namun sayang, dia memanggil membuat aku mau tidak mau berbincang dengannya.
"Gamis dari kak Ammar, kamu langsung pakai juga ternyata, kukira bakal kamu simpan di dalam almari," ucapnya, kembali menunjukkan ekspresi kebiasaannya.
Aku tidak tahu, dia memberikan pujian atau sindiran, yang pasti bagaimana dia sampai tahu. Kalau gamis yang kukenakan saat ini memang pemberian dari kak Ammar. Apakah kak Ammar memberitahukan kepadanya.
"Bagaimana kamu, bisa tahu ini dari pemberian kakakku," tanyaku dengan penuh kebingungan.
Dia hanya tersenyum, tak lama kemudian, ia mengeluarkan gawai dari saku celananya. Azzam menunjukkan sebuah chat antara dia dengan kak Ammar. Sepasang mata terbuka lebar dengan sempurna, sementara kedua tangan menutup mulutku. Baru menyadari, ternyata dialah dibalik kak Ammar memberikan gamis kepadaku. Pantas saja kak Ammar, tidak terlalu kaget dengan perubahan adiknya.
"Kenapa kamu sangat peduli denganku," tanyaku penuh keheranan.
Dia terlihat salah tingkah, ketika aku mengajukan pertanyaan seperti itu. Apa salah pertanyaan seperti itu.
"K-karena a-ku sangat peduli dengan wanita," jawabnya sangat grogi, ditambah lagi sangat ambigu sekali.
"Maksudnya?" Aku mengangkat kedua alis.
"Karena kamu lebih cantik ketika memakai pakaian seperti itu," ucapnya.
Dia memujiku. Oh Allah, rasanya aku ingin menghilang saja sekarang dari hadapannya. Pria itu membuat jantungku seperti roll coaster, apalagi pipiku sudah normal, kembali memerah karena ucapannya barusan.
"A-ku permisi sekarang," pamitku, berjalan terburu-buru meninggalkan dia dan menuju ke dalam lift. Terlalu sering didekatnya tidak baik untuk kesehatan jantungku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Sebelum Hilal
SpiritualNadhira yang dibuat bingung ketika terus didesak orang-orang terdekatnya agar segera menikah, terlebih usianya sudah memasuki 28. Masalah menjadi rumit ketika ibunya memberikan kesempatan hanya sampai sebelum lebaran, agar dia mencari calon sesuai k...