Bab 20

174 6 0
                                    

Aku masih tidak mengerti, bagaimana mereka berdua saling mengenal. Terlebih Kak Naila maupun Azzam membulatkan kedua mata, seolah tidak percaya.

"Zam, kamu kenal Naila?" tanya kak Ammar, dia juga sepertiku yang bingung dengan ketemuan keduanya.

Wajah Azzam terlihat mendadak pucat, kemudian dia menghirup udara dan membuangnya secara perlahan, untuk menormalkan rasa kegetnya. Dia menatap kak Naila dan aku.

"Ya Mar, aku dan Naila sudah saling kenal lama," jawabnya sedikit berat, seolah dia sedang menyembunyikan sesuatu.

Aku bisa melihat kak Naila yang kini  penuh peluh keringat dingin membasahi wajahnya. Seluruh tubuhnya sedikit gemetar.

"Nail, apa benar yang dikatakan oleh Azzam," tungkas Kak Ammar.

"I-ya," jawabannya dengan menganggukkan kepala secara perlahan.

Kak Ammar seperti curiga dengan hubungan mereka berdua, seperti apa yang aku rasakan. Namun berusaha untuk berzuuson baik kepada kak Naila maupun Azzam.

"Mar, biar kita sudah teman sudah lama, tolong jelaskan agar kita saling salah paham.

Sekali lagi Azzam menghela napas. Dia mulai menceritakan tentang hubungannya dengan kak Naila di masa lalu. Aku dan kak Ammar sontak terpanjat, ketika mendengarkan penuturan Azzam. Mereka berdua dimasa lalu pernah saling mencintai dan menjalani hubungan spesial, tapi semua berakhir saat kak Naila dilamar oleh kak Ammar.

"Jadi waktu itu kamu menyukai Naila, Zam," tanya kak Ammar, terlihat dia berusaha untuk menekan emosinya.

"Ya Mar, sekali minta maaf. Dulu saat dia meninggalkan diriku sangat terpukul, karena rasa cintaku kepadanya terlamat dalam." Terlihat jelas sendu di wajah Azzam.

Sementara kak Naila terus menunduk, hingga satu titik air matanya jatuh menghujam bumi. "A-aku minta maaf kepadamu zam," ucapnya lirih.

Kak Ammar mengusap wajah dengan kedua tangannya berusaha untuk mengontrol emosinya. Aku khawatir kak Ammar dan Azzam akan saling pukul, terlebih terdengar dengusan napasnya mulai berubah.

"Zam! Ayo kita duduk," titahnya, kemudian kak Ammar duduk di rerumputan hijau.

"Duduk Zam!" Kini nadanya sedikit keras, Azzam langsung duduk disampingnya.

Sedangkan aku langsung memeluk kak Naila yang masih saja menangis. Terlihat wajah kak Naila juga begitu ketakutan.

"A-aku takut Nad. Takut mas Ammar tidak bisa menahan diri," katanya disela isakan tangisnya.

Aku mengelus punggung kak Naila begitu lembut, aku mengerti bagaimana perasaannya ini, dan aku yakin kepada kak Naila kini hanya mencintai kak Ammar saja.

"Tenang kak, kak Ammar dan Azzam, bukan orang yang gampang tersulut emosi. Mereka berdua pasti punya solusi terbaik," tuturku, sembari menyeka pipi kak Naila dari air matanya.

"Itu yang bersama kak Ammar siapa kak," tanya Reza, yang baru kembali dari membeli kolak pisang untuk berbuka nanti.

Aku tidak menjawab, karena belum sepenuhnya mengetahui persoalan ini.

"Zam, sekarang aku tanya apakah kamu masih mencintai Naila, jujur kalau itu benar, aku menjadi orang yang jahat terhadapmu Zam," tanya kak Ammar pandangannya lurus kedepan.

"Ya," sontak semuanya kaget, bahkan Reza sudah mengepalkan kedua tangannya, "sebelum aku kenal dengan adikmu itu," ucapnya kemudian melirik ke arahku.

Semuanya bingung, kecuali aku yang mematung untuk masih mematung karena ucapan Azzam. Jantungku juga rasanya ingin copot akibat berdegup kencang sekarang. Ya Allah, apa maksud semua ini.

Jodoh Sebelum HilalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang