Pagi ini aku telah mendapatkan telepon yang membuatku pusing, pertama dari ibu yang terus menanyakan perihal jodoh dan apalagi lebaran tinggal tiga Minggu, hingga saat ini siapa dia belum nampak jelas. Kedua dari pak Hendra, beliau mengabarkan tidak bisa kekantor, karena harus mendampingi anaknya yang sakit ke rumah sakit. Dia memintaku untuk menghandle pekerjaannya hari ini.
Aku baru saja membuka pintu dan masuk, tapi melihat tumpukan berkas di meja kerja pak Hendra terlihat dari ruanganku, sepertinya hari ini akan menjadi sangat sibuk. Terlebih hari ini adalah hari Senin.
Aku meletakkan tas ke atas meja kerja, kemudian melangkah masuk, untuk mengambil tumpukan berkas pak Hendra di ruangannya. Untuk dibawa ke meja kerjaku.
Buka satu persatu berkas-berkas tersebut, kemudian memilah untuk mengerjakan yang sekiranya paling prioritas dulu. Selain mengerjakan tugas pak Hendra, tentu aku juga harus menyelesaikan tugas sebagai sekretaris.
Empat jam sudah, tapi belum selesai juga berkas-berkas dari meja pak Hendra, yang sedang aku kerjakan. Terlebih aku juga harus menyusun jadwal beliau untuk Minggu depan. Ditengah berkutat dengan pekerjaan, ada bunyi telepon masuk yang berasal dari ruangan pak Hendra.
Aku pun langsung menghentikan pekerjaanku, dan segera menuju keruangannya dan menerima telepon tersebut. Salah satu etika yang harus dimiliki oleh seorang sekretaris, adalah sesibuk apapun dia bekerja, kalau ada telepon masuk dari klien maupun orang kantor sekalipun, harus segera diangkat. Karena itu berkaitan dengan citra sekertaris itu sendiri, atau perusahaan. Itu adalah perkataan pak Hendra yang menjelaskan kepadaku, ketika baru promosi menjadi sekertarisnya dua tahun yang lalu.
"Dengan saya Nadhira sekertaris pak Hendra, ada yang bisa dibantu," ucapku saat membuka telepon tersebut.
"Sekertarisnya pak Hendra? Kalau boleh pak Hendra kemana saya ingin bicara penting kepadanya," jelasnya, dari suaranya aku pernah mengenalinya, dia adalah pak Joko. Salah satu pimpinan kantor cabang.
"Pak Hendra hari ini tidak masuk pak."
"Kemana dia, apa ada perdin?"
"Tidak pak, dia mendampingi anaknya yang sedang sakit dirumah sakit. Kalau bapak ingin membicarakan kiranya sangat penting, biar saya hubungan telepon bapak ke nomor pak Hendra," ucapku.
"Baiklah." Dia menyetujuinya.
Aku segera mengalihkan sambungan telepon ini ke pak Hendra, sebelumnya aku menelepon dia.
"Maaf, pak kalau saya menelpon menganggu bapak," kataku setelah sambungan telepon tersambung kedia.
"Tidak Nad, kalau ada hal mendesak, dan membutuhkan penangananku secara langsung. Hubungi aku saja."
"Ya pak, ini ada pak Joko yang menelpon bapak ada yang hendak beliau jelaskan kepada bapak, dan saya arahkan teleponnya ke nomor bapak."
"Baiklah, biar pak Joko bicara dengan saya sekarang."
"Baiklah pak." Aku mengganti bicara kembali ke pak Joko.
"Saya hubungkan sekarang, sambungan telepon bapak ke pak Hendra," jelasku.
"Ya, terimakasih."
Setelah menghubungkan telepon dari Joko ke nomor ponsel pak Hendra. Aku kembali menuju ke meja kerja, untuk kembali mengerjakan tugas yang sempat tertunda.
Disela-sela membuka berkas, ada satu berkas yang tidak berkaitan dengan pekerjaan. Melainkan itu sebuah proposal dari sebuah yayasan, untuk mengajukan untuk meminta sumbangan. Aku menyimpan proposal itu, untuk memberitahukan kepada pak Hendra nanti.
Tak seling kemudian telepon di meja kerjaku berbunyi, aku langsung mengangkat.
"Dengan saya Nadhira sekertaris pak Hendra, ada yang bisa dibantu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Sebelum Hilal
EspiritualNadhira yang dibuat bingung ketika terus didesak orang-orang terdekatnya agar segera menikah, terlebih usianya sudah memasuki 28. Masalah menjadi rumit ketika ibunya memberikan kesempatan hanya sampai sebelum lebaran, agar dia mencari calon sesuai k...