Bab 10

117 2 0
                                    

Sesuai kegiatan yang begitu padat hari ini, aku akhirnya baru bisa menghempaskan tubuh ke atas kasur, pukul sembilan malam. Sekujur tubuh terasa pegal-pegal terlebih, seharian tadi berkutat untuk mengurusi berkas-berkas pak Hendra. Ingin sekali mencela hari ini, tapi teringat petuah dari Ayah. Beliau pernah bilang 'Nad, meskipun kamu seharian mengalami hal yang tidak inginkan, tapi jangan sekali-kali jangan mencela waktu. Ketika kamu mencelanya, secara tidak langsung kamu telah mencela Pemilik waktu tersebut.' itu diucapkan saat  tengah menghadapi ujian kelulusan waktu SMA, dimana jadwal yang padat membuatku mengeluh.

Aku berusaha mencari ponsel yang ada disamping. Setelah ketemu, aku lantas membuka ponsel, dan menekan tombol Instragram, hanya scroll kesana dan kemari tidak jelas. Namun tak selang lama, ada notifikasi masuk, dan ternyata ada followers baru. Betapa tercengangnya aku, saat mengetahui siapa yang baru saja memfollow. Jantung terasa berdegup kencang, padahal dia cuma memfollow. Dan ini seharusnya sudah biasa, padahal sudah difollow oleh pria, tapi kali ini entah kenapa rasanya berbeda.

Aku mencoba menyelam dan menyelusuri akunnya, dan yang tidak pahami, tak satupun fotonya terpampang disitu. Hanya berapa Poto dengan jepretan sangat menakjubkan, sepertinya ia memiliki hobi fotografer. Namun itu, kalah dengan kumpulan question yang membanciri akun Instagram dia. Aku iseng-iseng membaca salah-satu question yang lama.

"Serius dan berjuang keras apapun kamu, untuknya. Namun kalau dia bukan milikmu, kamu tidak bisa menggapainya"

Aku mengerut, ternyata ia juga bisa menjadi bujangga. Walaupun itu ditulis sudah lama, sekitar empat tahun yang lalu.

"Aneh," gumamku

Tapi, aku tidak tahu. Apa alasan dia tidak satupun untuk memajang Poto pribadinya, tapi meskipun begitu followernya ternyata banyak. Tidak disangka mencapai lima ribuan follower, aku saja kalah jauh, hanya memiliki dua ribuan follower saja. Setelah kuamati, kebanyakan followernya, karena qoutes-qoutes yang dia tulis. Dan kebanyakan adalah, para wanita.

Entah aku merasa tidak nyaman, ketika penggemarnya yang didominasi kolom komentar akunnya. Terlebih lagi, beberapa diantaranya agak genit.

Kedua mata mulai terasa berat dan tidak bisa diajak kompromi lagi. Aku menengok jam menempel didinding menunjukkan jam setengah sepuluh malam. Terdengar sayup-sayup orang sedang tadarus masih berlangsung, padahal niat sepulang dari taraweh tadi ingin baca Alquran. Namun ternyata aku kalah dengan godaan kasur ini.

Sementara dibalik dinding, lebih tepatnya kamar Maya. Sepertinya dari tadi dia terus membaca dan belum usai juga, bulan ramadhan seperti ini harusnya digunakan hal yang bermanfaat terutama dalam ibadah. Padahal sudah berjanji sebelumnya, untuk sering giat lagi dalam beribadah, tapi ya itu cuma niat.

Mataku benar-benar sudah tidak kuat lagi, dan pada akhirnya secara perlahan mulai terpengaruh untuk menuju dunia mimpi.

                             🌙🌙🌙

Pagi yang cerah, tak satupun gumpalan awan menghiasi langit Jakarta yang biru ini. Aku lebih semangat, ketika hari ini tidak terlalu banyak pekerjaan yang harus dikerjakan. Baru mengurus tiga surat masuk, padahal jam segini sudah ada sepuluh atau malah lebih. Apalagi pak Hendra hari ini juga masuk, jadi tidak menghandle pekerjaannya seperti hari kemarin.

Aku hanya membuka komputer untuk melepaskan rasa bosan, sesekali membuat tabel jadwal. Jadi ketika ada jadwal ataupun perubahan tinggal isi saja. Aneh memang manusia itu, ketika meminta A dia minta yang B, tapi sesudah dikasih B ingin kembali seperti A. Ya, contohnya aku ini. Ketika pekerjaan banyak mengeluh, dan sedikpun juga sama.

Tak selang kemudian, pak Hendra menghampiriku dan menaruh satu berkas dimeja kerjaku.

"Nad, izin usaha akan habis, tolong untuk urus  perpanjangan SIUP," perintahnya, sebelum beliau kembali keruangannya.

Jodoh Sebelum HilalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang