Author POV
Mentari pagi menyinari hari yang cerah itu. Ini merupakan hari spesial yang ditunggu-tunggu karena Ismail berulangtahun pada hari ini.
Seluruh keluarga mereka sibuk merayakan hari ulang tahun sang kepala keluarga bahkan Della menyiapkan kue lumayan besar sebagai hal paling istimewa untuk suaminya. Semuanya berbahagia, kecuali Aurora. Meski gadis itu tersenyum, tapi di dalam hatinya ia menangis.
Aurora membenci dirinya sendiri yang lemah soal cinta. Dia tidak mampu menopang kesedihannya dan berujung menyakiti hatinya sendiri. Meski ia tersenyum, tapi itu adalah sebuah paksaan.
"Selamat ulang tahun, Papa!" Audrey mendekap Ismail cukup erat begitu ia mengucapkan kata selamat untuknya. Ismail membalas pelukan hangat anak bungsunya itu dan berterima kasih kepadanya.
Ketiga anak lelakinya juga melakukan hal sama, mereka sama antusiasnya seperti Audrey.
"Rara, Papa belum peluk kamu loh. Kok melamun?" Aurora segera tersadarkan dari lamunan kecilnya. Dia sontak tersenyum lalu bergerak cepat untuk mendekap Ismail.
"Kamu kenapa, nak? Kok kayaknya lagi sedih?" tanya Ismail setelah pelukan mereka terlepas. Semua anggota keluarga menatapnya penuh tanya dan itu membuat Aurora kebingungan sekaligus gugup.
"Ehm... Gak kok, Rara cuma lagi gak enak badan aja," jawabnya kikuk. Aurora memang tidak pandai dalam menyembunyikan emosinya sehingga ketika ia sedang sedih, marah, atau senang maka segalanya akan tampak.
"Ya udah, yuk kita potong kue!" Della berseru sembari mengambil pisau kue agar suaminya dapat memotong kue buatannya itu.
Aurora tetap senang meski saat ini hatinya sedang gundah. Melihat keluarganya yang tersenyum dan saling bercanda ternyata adalah obat untuknya merasa lebih baik.
Setelah menghabiskan waktu merayakan ulang tahun sang Papa secara bersama-sama, mereka pun menyudahinya. Satu persatu saudara Aurora pamit untuk melakukan kegiatan lain sampai akhirnya tinggal ia dan orangtuanya di ruang makan.
"Duh, ini Alan sama Arfeen makannya banyak banget. Hampir mereka yang ngabisin kue," ucap Della sembari terkikik lucu. Dia menyimpan sisa kue ke dalam kulkas karena bisa dimakan nanti malam.
"Kamu gak ada kegiatan hari ini, Ra? Di rumah aja?" tanya Ismail. Aurora hanya menggeleng pelan, memangnya apa yang bisa ia lakukan sekarang? Ia sedang liburan selama dua pekan sebelum kembali ke Jakarta.
"Kamu kenapa, Ra? Mama liatin kayak sedih gitu?" Kini Della pun tampak khawatir melihat putrinya seperti melamun setiap saat. Dia duduk di kursi makan lalu meraih telapak tangan Aurora untuk ia genggam.
"Cerita dong sama Mama dan Papa. Mana tau kami bisa bantuin kamu," ucapnya. Di sinilah Aurora merasa sangat rapuh dan dia ingin menangis saat ini.
Ismail dan Della saling berpandangan, mereka bingung kenapa putri sulung mereka tiba-tiba menangis seperti ini.
"Hey, ada apa nak?" Ismail mendekat lalu memeluk putrinya. Tidak biasanya Aurora menangis karena suatu hal dan tentu saja Ismail begitu bertanya-tanya akan penyebab kesedihan gadisnya ini.
"Gak apa-apa, Pa... Rara cuma lagi sedih aja," jawab Aurora. Dia membalas pelukan sang Papa dan menangis di sana. Sekarang dia merasa begitu lemah dan memerlukan penopang. Aurora tidak pernah menduga kalau mencintai seseorang akan menyakitkan seperti ini. Jika boleh, dia memilih untuk tidak mau mencintai siapapun.
"Pasti ada sesuatu. Kenapa, Ra? Cerita sama kami." Kini Della ikut bersimpati. Aurora melepaskan pelukan, dia mengusap kelopak matanya dan mencoba untuk tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Tanpa Cinta [TAMAT] REPOST
Любовные романыSEKUEL DARI CINTA PRIA TUA DAN NAFSU PRIA TUA 18+ Aurora adalah seorang model cantik berumur 23 tahun yang jatuh cinta pada pandangan pertama kepada teman masa kecilnya sendiri, yaitu Rafael Putra Pramudya. Karena rasa cintanya, Aurora meminta agar...