Bagian 38

38.4K 2K 107
                                    

Author POV

Satu bulan telah terlewati. Aurora bersyukur semuanya berjalan baik-baik saja antara dia dan Rafael. Kini dia bisa lebih tenang dan sabar menunggu kehamilannya. Aurora tidak terlalu memikirkannya lagi, dia menyadari kalau kesehatan mentalnya perlu untuk diperhatikan jadi jangan sampai dia banyak pikiran.

"Brumm..."

Reivan dengan mainannya mengalihkan perhatian Aurora dari majalah yang dia baca. Wanita itu tersenyum lembut melihat putranya yang sangat gembira bermain mobil-mobilan. Rafael membelikan mainan untuk Reivan beberapa hari lalu. Padahal Aurora sering mengingatkan untuk tidak melakukan pemborosan, tapi tampaknya Rafael tidak memedulikan itu. Diam-diam dia juga senang mengoleksi mainan mobil-mobilan harga fantastis karena Aurora sering melihat Rafael menata lemari hias di ruang kerjanya dengan mobil-mobilan.

"Rei, kamu laper gak? Mau mamam sekarang?"

Reivan menatap Aurora dengan mata bulatnya, dia menggeleng tanda dirinya belum mau disuguhi makanan untuk sekarang. Apabila sudah fokus dengan mainan, Reivan memang sulit sekali diajak melakukan hal lain.

"Tunggu bentar ya di sini. Mama mau ke kamar dulu."

Aurora meletakkan majalahnya di atas meja persegi di depannya lalu melangkah cepat ke dalam kamar untuk mengambil ponselnya yang tertinggal di kamar.

Saat dia hendak membuka laci meja, Aurora melihat pembalut yang tersimpan rapi di sana. Plastiknya belum dibuka tanda bahwa bulan ini Aurora belum menggunakannya.

Aurora mematung sejenak, dia tiba-tiba mengambil kalender dan melihat tanggal yang dia lingkari.

Wanita itu menutup bibirnya dengan sebelah tangan ketika menyadari ada sesuatu yang tertinggal di bulan ini.

"Astaga iya... Aku udah telat hampir sebulan. Ya ampun, apa mesti aku cek ya?" ucapnya ragu. Dengan penuh rasa penasaran dan sedikit gembira, Aurora masuk ke kamar mandi sambil membawa dua alat tes kehamilan di tangannya.

Dia menggunakan benda itu dengan tangan yang bergetar. Selama ini doa Aurora adalah tentang kehamilan. Dia selalu berdoa agar Tuhan memberikannya anugrah untuk kembali hamil.

Selagi menunggu hasilnya muncul, Aurora bergegas keluar kamar untuk mencari Reivan. Dia tidak boleh meninggalkan Reivan sendirian, jadi Aurora harus selalu bersamanya.

"Rei, doain mama hamil ya? Biar Reivan ada temen main," ucap Aurora. Reivan memandangnya dengan mata bulat lalu dia mengangguk seolah mengerti. Lelaki kecil itu kembali sibuk dengan mainan di tangannya.

Aurora berjalan lagi ke kamar mandi. Dia menutup kedua matanya karena takut mendapatkan hasil yang berbeda dari yang dia inginkan. Tubuhnya berkeringat, menandakan bahwa dia teramat gugup menantikan hasil tes kehamilan itu.

Setelah mengumpulkan keberanian, Aurora pun membuka matanya. Dia terdiam sejenak, memerhatikan tanda garis dua dan tulisan pregnant di dua alat tes kehamilan yang dia pegang.

Entah bagaimana harus bersikap, Aurora bahkan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat.

Dia hamil? Benar-benar sedang hamil?

Aurora menyimpan dengan rapi dua benda itu lalu dia pun memutuskan untuk segera mengecek ke dokter kandungan. Kalau memang hasilnya positif, maka ini akan menjadi kabar yang sangat membahagiakan untuknya dan Rafael.

...

Rumah sakit yang dipilih Aurora letaknya tidak jauh dari kantor sang suami. Dia memutuskan untuk mengajak Audrey datang bersamanya untuk menemani. Untungnya Audrey punya waktu untuk menemani Aurora.

Menikah Tanpa Cinta [TAMAT] REPOSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang