Tak mendapat jawaban dari Mei, guru pertama menghampiri Mei dan menyibak selimut yang digunakan Mei.
"Gu...guru...perutku sa...kit..." jerit Mei Ling.
"Sakit? Kau makan apa Nina? Setauku kau hanya memakan bubur dan sayuran." ujar guru pertama curiga.
Mampus aku! Batin Mei.
"Tidak guru... Mei...benaran sa...kit perut..." rengek Mei Ling.
"Ya sudah aku pangilkan tabib."
Guru pertama pergi meninggalkan Mei Ling yang terlihat sangat cemas. Bagaimana tidak, pengakuan Mei tidak berlaku di depan tabib nanti.
"Bagaimana ini? Aku harus kabur. Aku tidak mau menikah! Aku sudah muak dengan semua lelucon ini! Aku mau pulang!" jerit Mei.
Mei bergegas turun dari tempat tidur dan berlari menuju pintu tapi sayangnya pintu terkunci dari luar.
Kembali Mei berpikir dan matanya tertuju ke arah jendela yang terbuka.
Dengan buru buru Mei menuju jendela dan mulai menaiki jendela sebelum ada yang melihatnya.
Tapi naas niat kabur Mei di ketahui para guru.
Pintu terbuka secara tiba tiba di iringi wajah garang para guru dari kerajaan.
"Aku sudah menduga semua ini!"
Guru pertama menghampiri Mei dan menarik tangan Mei membuat Mei jatuh tersungkur berlutut di depan para guru.
"Kau mau kabur kemana Nona?" tanya guru kedua.
"Sayangnya kau tak bisa kabur, kasihan." ejek guru ketiga.
"A..ampun ampun... Mei salah, Mei tau salah, maafkan Mei..." mohon Mei sambil bersujud.
"Ampun guru..." rengek Mei.
"Jangan ulangi lagi! Ini hari terakhir! Jangan coba coba kabur!" ujar guru pertama penuh penekanan.
Para guru membawa Mei keluar untuk mengajarinya menulis kaligrafi.
Lagi dan lagi Mei hanya bisa pasrah. Tak ada jalan keluar. Mei menyesal harus bertaruh dengan Mia dan harus menjadi istri pangeran beruang kutub yang kejam.
Sial sekali rengek Mei.
*******
Dari tadi Mei mondar-mandir di dalam kamarnya cemas karena hari ini adalah hari kebahagiaan semua orang namun tidak dengan dirinya.
Mei ingin kabur atau pun pura-pura sakit tapi rasanya sia-sia saja.
Bagaimana ini apa yang harus aku lakukan? Aku tidak mau menikah! jerit Mei Ling.
Creekk
Pintu terbuka dan nampaklah seorang pria tua yang gendut. Pria yang selalu memberikan Mei kasih sayang serta sosok ibu bagi Mei. Siapa lagi kalau bukan ayahnya tercinta, Zhang Ling.
"Sayang, apakah kau sudah bersiap? Ayo kita pergi." ajak Zhang Ling sembari mengandeng tangan Mei.
Berat rasa kaki Mei untuk melangkah tapi mau bagaimana lagi. Jalan buntu. Tidak ada jalan keluar lagi.
Iringan langkah kaki Mei serempak dengan iringan langkah kaki Zhang Ling. Mei melakukan itu agar hatinya tidak merasa cemas dan dapat menemukan jalan keluar.
Mei melirik ke sana kemari berharap ada celah untuknya, tapi nihil! Seluruh sudut kerajaan dipenuhi dengan prajurit.
Mei menghembuskan napasnya pasrah dan menerima keadaan. Diam-diam Mei juga memperhatian hiasan yang memenuhi ruangan yang sangat luas dan besar. Perpaduan warna merah dan emas merupakan ciri khas orang Tionghoa.
Banyak hiasan yang tak kalah cantik di zaman modern dan hal itu sukses membuat Mei sedikit kagum dan berbinar. Jangan lupa pandangan sinis dari beberapa orang yang iri serta tak suka kepadanya.
Di depan matanya sendiri, Mei dapat melihat sosok pria yang akan menjadi suaminya kelak.
Mei akui pangeran Quan sangat menawan di tambah dengan hanfu merahnya yang melekat sempurna di tubuh tinggi nan tegapnya sungguh sangat memikat dan pastinya membuat hati para kaum hawa akan dipenuhi bumbu cinta ketika melihatnya.
Dengan langkah jenjangnya, Quan melangkah menghampiri Mei dan Zhang Ling. Setelah sampai, sembari memberi hormat kepada ayah mertuanya Quan langsung menggandeng tangan Mei dan membawanya berjalan menuju altar bersama-sama.
Seumur hidup Mei, dirinya tak dapat menyangka akan menikah di umur yang masih terbilang muda.
______
KAMU SEDANG MEMBACA
Princes (M) Einstein - [Open Po]
Tarihi KurguTERSEDIA VERSI CETAK / BUKU, YANG BERMINAT SILAHKAN HUBUNGI 0831 7015 2745 (Nanad) ~ Di lengkapi beberapa eksperimen sains kecil yang aman dan mudah untuk kalian coba di rumah~~~ :)) ______📋📌 Jenica Natalie adalah siswi SHS yang sangat menyukai Sa...