05. Kesehatan anaknya

982 109 10
                                    

"tidak usah berharap lebih, Jeno hanya bayangan mu selama ini"

"Itu wajar untuk orang yang sudah depresi, halusinasi? Kau sedang mengalami. Saking tertekannya kau jadi memiliki gangguan jiwa seperti ini. Ayahmu mana mungkin bisa kembali lagi, jelas-jelas dia sudah mati didepan mu kan?"

"Jeno itu tidak nyata. Dia hanya bayangan di kepala mu itu. Selama ini kamu mengobrol sendirian, tertawa sendirian, memasak untuk dua orang yang jelas-jelas hanya ada dirimu.
Kau gila Na Jaemin, kau benar-benar sudah gila!!"

"Jaemin!!"
Anak itu terbangun dengan keringat dingin yang bercucuran, pasokan oksigen seakan berhenti masuk ke paru-parunya saat bangun. "Kamu kenapa?? Daritadi kamu nangis sambil teriak-teriak terus.."

Jeno menarik tubuh Jaemin untuk dipeluknya, anak itu sudah menangis hebat sekarang. Jaemin benar-benar terkejut tadi, tubuhnya bahkan tiba-tiba tidak bisa digerakkan begitu saja saat bangun. "Ada papa.. gak apa-apa, ada papa disini. Gak usah takut.."
Jeno benar-benar panik tadi saat mendengar Jaemin terus berteriak dari dalam kamar. Mukanya benar-benar pucat sudah seperti mayat, bahkan Jeno tidak bisa membangunkannya untuk beberapa saat.

Diusapnya rambut Jaemin yang basah karena keringat dengan lembut. Dia masih bisa merasakan degup jantung Jaemin yang seakan habis berlari kencang sekali. "Kenapa hm? Apa yang bikin kamu nangis gini.."
Bukannya menjawab tangisan anaknya malah semakin histeris. Jeno juga kembali memeluknya, mengusap kepalanya sembari mengatakan jika dirinya ada disini. "Udah udah.. gak usah nangis lagi.. dada kamu sesek nantinya"

Jeno menyandarkan tubuhnya pada headboard kasur dan masih tetap memeluk anak semata wayangnya ini. Dia benar-benar takut jika Jaemin kenapa-kenapa, apalagi tubuhnya yang sudah sedingin es sekarang. Tangan kanannya buru-buru mengambil ponsel Jaemin yang ada diatas meja untuk menghubungi Xiyeon ataupun Mark, asal Jaemin diperiksa dulu saja Jeno baru bisa tenang.
"Halo Jaemin, kenapa??"

"Ini aku, bisa pulang sebentar? Jaemin menangis dalam tidurnya. Aku tidak tau kenapa tapi dia sampai sesak nafas, tubuhnya benar-benar dingin. Aku tidak bisa tenang jika dia belum diperiksa"

"Tunggu, aku segera kerumah"
Jeno menaruh ponselnya kembali di atas meja. Diusapnya telapak tangan Jaemin yang benar-benar dingin apalagi saat Jaemin menjadi benar-benar diam. Tak ada suara isak tangisnya lagi, "Jaemin.. kamu dengar papa kan?"

Pipi Jaemin ditepuk namun tidak kunjung bangun. "Na Jaemin kamu denger papa? Na Jaemin bangun"

Pelukannya semakin erat, dalam hati kecilnya ia terus berdoa jika Jaemin baik-baik saja. "Xiyeon.. aku mohon cepat datang.."

***

Xiyeon menatap Jeno yang masih duduk di kasur menunggu Jaemin bangun. Ibu dari Na Jaemin itu cukup terkejut saat tekanan darah Jaemin cukup tinggi. Xiyeon cukup yakin jika Jaemin memang terlalu banyak mengonsumsi kafein dan jarang mengatur jadwal makannya. Xiyeon juga takut jika maag Jaemin kembali kambuh, anak itu tidak pernah memberitahu jika maag nya kambuh atau tidak. Tau-tau ada bungkus obat dimeja setiap Jaemin pergi sekolah.
"Bawa ke rumah sakit saja ya? Aku mohon.."

"Aku bingung cara membawanya. Aku tidak yakin untuk memaksa Jaemin naik mobil, apalagi sedang sakit seperti ini"

"Makanya sekarang mumpung dia belum bangun. Aku takut dia kenapa-kenapa, sungguh.."
Xiyeon akhirnya mengangguk dan buru-buru memberitahu sang supir sementara Jeno memakaikan jaket pada Jaemin. Dia cukup kesusahan saat menggendong Jaemin karena Jaemin tak lagi seperti anak kecil sekarang, bahkan menurutnya Jaemin masih cukup ringan.
Dia tidak tau apa yang ada di pikiran Jaemin selama ini.

Saat sudah di dalam mobil pintu rumah buru-buru dikunci, Xiyeon takut jika Jaemin keburu bangun di dalam mobil nantinya. Dia masih terlalu khawatir dengan kondisi anaknya yang takut untuk menaiki kendaraan seperti ini.
Bukannya jahat tapi Jeno berharap Jaemin tidak bangun dulu, setidaknya sampai nanti berada di rumah sakit. Saat Jeno mengajaknya naik taksi dia bisa melihat sorot mata Jaemin yang langsung berubah, bisa dilihat jika Jaemin benar-benar ketakutan hanya untuk naik taksi.

"Ck, kenapa harus macet sih..."

Jeno yang melihat jalanan cukup padat jadi semakin khawatir, apalagi saat Jaemin terlihat menggerakkan tangannya. Matanya yang semula terpejam pelan-pelan terbuka, menatap sebentar ada di mana sekarang dirinya.

"Lihat.. bahkan saat naik mobil kau ketakutan"

"Ayahmu akan mati untuk kedua kalinya, dengan mobil juga. Begitupun ibumu"

"Sudah, menyerah saja pada dunia. Jangan sok kuat, kau juga sama gilanya kan?"

"G-gak.."
Jeno langsung menatap Jaemin panik, nafas anak itu sudah tidak teratur lagi sekarang. "Ya Tuhan apalagi sekarang.. Jaemin, Jaemin lihat papa"

"Lihat papa!!"matanya yang sudah berkaca-kaca menatap wajah Jeno, bayangan saat dia melihat wajah Jeno yang penuh darah di rumah sakit lagi-lagi bisa ia lihat sekarang. "Jangan diingat.. ada papa disini oke? Jangan buat ketakutan mu itu berhasil ambil alih pikiranmu.. lihat papa.."

Kepalanya menggeleng ribut, tangisannya kembali lagi dengan gumaman yang terus keluar dari mulut Jaemin. "Papa gak pergi kan? Papa sama Nana kan? Papa gak bakal kemana-mana kan?"

Jeno kembali mendekapnya. Jaemin juga menyembunyikan wajahnya di dada sang papa, dia sudah tidak kuat untuk melihat yang lainnya lagi hari ini. "Gak.. papa gak bakal kemana-mana. Papa disini sama kamu, bentar lagi nyampe. Papa disini buat kamu, papa gak akan pergi kemana-mana"

***

"Kemungkinan maag nya kambuh lagi, tadi dia mengeluh sakit. Sudah ku beri obat jadi rasa sakitnya akan mengurang. Jaemin tiba-tiba seperti itu?"

"Iya.. mungkin dia bermimpi buruk. Di mobil tadi dia terus bertanya kalau aku akan pergi atau tidak. Dia terus bertanya seperti itu"

"Dia terlalu takut untuk ditinggal lagi. Mimpinya pasti berhubungan dengan kecelakaan mu hari itu makanya sampai seperti itu. Jangan buat dia berpikir yang lain-lain dulu, yang ada Jaemin semakin stress nantinya."
Mark memasukkan pulpen ditangannya ke dalam saku jas, matanya menatap Jeno yang masih khawatir.
"Kalau berontak lagi panggil aku atau Xiyeon, mau tidak mau dia harus diberi obat penenang. Berontak nya Jaemin lebih gila dari yang aku bayangkan waktu itu"

"Maaf kalau aku sedikit menyinggung mu, tapi Jaemin harus ke psikiater lagi untuk berjaga-jaga. Mungkin aku akan bertanya pada Mina dulu. Jaemin tidak suka dengan orang baru yang banyak bertele-tele"

[]

Membosankan ya

Call Him Nana vol.2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang