02. Sulungnya Jong-hoon

765 100 8
                                    

"Kalian... Dari mana?"
Jeno terkekeh kecil lalu duduk, tak menjawab Mark yang terkejut melihat Jeno. "Tanya saja pada anak itu"

"Kau."
Jeno menatap Haechan dari sudut matanya lalu membuang muka. Rahangnya masih cukup sakit, sungguh. "Jangan bilang kau-"

"Tau gitu aku habisi saja kau hari ini, Lee Jeno"

"Dih.. sensi amat"
Haechan hampir saja ingin memukul Jeno lagi jika Mark tak segera menghalanginya. "Kau gila hah?"

"Dia yang gila"

"Kau! Kalau Jaemin tau bagaimana?! Kau mau dipukul dia juga?"
Diam-diam Jeno menertawakan Haechan yang tengah dimarahi. Sengaja menjulurkan lidahnya agar Haechan semakin marah. Tidak banyak, hanya beberapa pukulan saja tadi. Jeno kira Haechan hanya main-main kemarin, taunya tadi saat datang kemejanya langsung ditarik oleh Haechan dan begitulah.
"Habis aku ditanyai Xiyeon nanti. Memangnya kau mau tanggung jawab hah?!"

"Siapa suruh pura-pura mati?! Anak bodoh memang!"

"Heh? Jaga ucapan mu!"
Mark memijat dahinya, pening kepalanya melihat dua pria yang seperti anak kecil ini. "Jeno, pulang saja. Tidak akan benar kalau kalian bareng disini, bisa-bisa rumah sakit heboh karena kalian"

"Urusan ku belum selesai! Heh anak bodoh! Kemari kau sialan!"
Jeno berbalik sebentar lalu mengejek Haechan sebelum kembali berjalan. Meninggalkan temannya itu yang teriak-teriak memakinya,
Semuanya tergantung Mark, dia yang harus menahan malu hari ini karena kelakuan mereka.

***

"Masa aku bilang ini karena dipukul Haechan sih.."
Jeno menatap wajahnya, rahangnya cukup memar karena Haechan tadi. Kurang ajar memang. Sampai rumah nanti Jaemin bisa-bisa terus menanyakan tentang ini, kalau dia bilang karena Haechan tidak mungkin anaknya datang untuk balas dendam kan?

"Biarlah"
Jeno menyalakan mobilnya dan bersiap pergi ke rumah seseorang. Xiyeon bilang dia sudah memberitahu Jong-hoon tentang dirinya tapi katanya Xiyeon bohong dan hanya terlalu merindukan Jeno.
Sudah lama ia tidak berkendara seperti ini, Jeno sempat tidak bisa berjalan beberapa waktu. Bisa dibilang sangat parah saat itu sampai Jeno berada diantara hidup atau mati.

Ia rindu saat jalan-jalan berdua dengan Xiyeon sekedar untuk berkeliling, jalan-jalan berdua dengan  Jaemin untuk ke suatu tempat. Terlalu sering naik mobil karena selalu ingin mengantarkan Jaemin ke sekolah atau menjemputnya, habis itu mengajaknya jalan-jalan sebentar sambil mencari makan siang. Dia juga rindu bagaimana Jaemin sering bernyanyi bersamanya di mobil saat pergi sekolah, mendengarkan celotehan anaknya tentang bagaimana sekolahnya saat dijemput atau pamer pada Xiyeon karena bisa beli es krim.

Mungkin jika Jeno bisa menghindari kejadian itu, dia bisa menyaksikan secara langsung bagaimana Jaemin tumbuh, lulus dari SMP ke SMA, mendengarkan ceritanya tentang bagaimana sekolahnya setelah masuk ke jenjang yang lebih tinggi.
Ayah dari Jaemin itu selalu menangis setiap tau perkembangan anaknya lewat sekretaris nya. Menangis karena tidak bisa turun tangan untuk membantu Xiyeon maupun Jaemin seolah-olah dia membiarkan keluarganya seperti itu. Bahkan saat tau Jaemin masuk rumah sakit Jeno tidak bisa sehari tanpa menangis. Dia selalu ingat bagaimana Jaemin sekarang, kondisinya membaik atau memburuk dan Xiyeon yang pastinya juga menangis.

Jaemin sudah mengalami hari-hari buruknya tanpa adanya Jeno yang biasanya selalu menguatkan, memberikan semangat dan perlindungan pada Jaemin. Anaknya yang selalu ia usahakan untuk bahagia sekarang juga menangis karena ulahnya sendiri. Jaemin yang selalu tertawa sekarang sering menangis karena kehilangan sosok Jeno untuk waktu yang tidak sebentar. Ia bingung, Jeno takut Jaemin tidak bisa menjadi dirinya sendiri lagi. Menjadi Jaemin yang terlalu ceria sampai-sampai Jeno kelelahan hanya untuk menjaganya.

Jeno mengusap matanya pelan saat mobilnya berhenti didepan rumah Jong-hoon, ditatapnya rumah yang sudah lama tak ia kunjungi itu. Jong-hoon pasti kesepian karena Jeno jarang datang lagi. Jong-hoon sudah kehilangan Na Yoonji istrinya, kehilangan Na Jaemin anaknya dan bahkan merasakan kehilangan anaknya juga, si sulung Lee Jeno.
Ayahnya yang dulu selalu beradu mulut dengannya karena terlalu keras pada adiknya juga ia banggakan. Jong-hoon hebat bisa sekuat itu sampai sekarang.

Tangannya gemetar saat mengetuk pintu rumahnya, masih sama dan tidak ada yang berbeda. Banyak tanaman yang masih segar dan terawat di halamannya. Jeno menoleh saat ada suara gonggongan, senyum nya mengembang melihat anjing berwarna putih yang terlihat senang dengan kedatangan nya. Ia hampiri lalu berjongkok dan mengusapnya,
"Terimakasih sudah menjaga appa untukku ya, Daegang"

Jeno kembali ke depan pintu dan kembali mengetuknya. Jong-hoon yang baru membuka pintu rumahnya dibuat bungkam dengan Jeno yang tepat didepannya sekarang. "Dengan tuan Lee Jong-hoon?"

Jong-hoon menangis lalu memeluk anak sulungnya itu. Xiyeon benar, anaknya benar-benar kembali. "Kemana saja kamu.. appa menunggu mu kenapa baru datang?"

"Maaf.. maaf baru datang sekarang. Maaf membuat appa sedih terus",

Jong-hoon kembali memeluk Jeno, perasannya lega begitu saja setelah seharian diliputi rasa penasaran apakah ucapan Xiyeon benar atau tidak.
Bukannya egois, tapi hati kecilnya juga berharap Jaemin bisa seperti Jeno sekarang. Membayangkan jika anak bungsunya tiba-tiba datang dan memeluknya. Tapi rasanya cukup mustahil, apalagi ia ingat dengan jelas wajah Jaemin yang saat itu menjadi pucat pasi. Dadanya tak lagi naik turun untuk bernafas, tak ada lagi ocehannya saat itu.

Jaemin sudah bahagia, dia benar-benar sudah ikhlas untuk anak bungsunya. Hanya Jeno harapannya sekarang. Harapannya untuk tetap hidup sebelum nanti ikut dengan Yoonji dan anak bungsunya.
"Aku takut tidak bisa bertemu appa lagi... Rasanya sakit sekali, aku gak bisa gerak sedikitpun waktu itu. Cuma bisa nunggu yang nolong aja.."

"Setidaknya.. anak sulung ku ini sudah kembali. Terimakasih banyak Ya Tuhan... Terimakasih telah mengembalikan anak sulungku.."

"Appa sudah makan? Aku bawakan makanan untuk appa. Kita makan bareng ya?"
Jong-hoon mengangguk. Tangannya tak bisa lepas untuk merangkul Jeno. Dia hanya takut jika Jeno harus pergi lagi, itu saja. "Appa makan dengan baik kan? Appa juga tidak boleh kelelahan mulai sekarang"

"Jaemin menjaga appa dengan baik. Dia yang selalu mampir kesini dengan Xiyeon."

"Benarkah? Jaemin tidak cerita itu padaku. Jaemin terlalu lelah menangis kemarin-kemarin, anak appa ini jahat ya? Bikin cucu kesayangan appa menangis seperti itu"
Jong-hoon hanya punya Jaemin sebagai cucunya dan Jeno tau pasti Jong-hoon kecewa karena ia membuat cucu satu-satunya itu menangis.
"Itu sudah lewat, tidak perlu diingat lagi. Kamu sudah disini juga jadi tidak perlu diingat terus"

"Setiap lihat Jaemin aku selalu ingat itu. Aku sendiri yang membuat anakku menangis seperti itu, rasanya permintaan maaf tidak cukup"

"Hanya berjanji padanya agar tetap disisinya. Bukan berjanji, kau harus benar-benar melakukannya. Jaemin hanya butuh itu, dia masih merasa takut jika kau meninggalkan nya lagi. Jaemin hanya butuh kamu sama Xiyeon, percayalah.. Jaemin akan baik-baik saja nantinya"

[]

:)

Call Him Nana vol.2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang