23. Kue pink

339 57 8
                                    

Jaemin menunduk untuk melihat deretan kue dari balik kaca, menatapnya satu-satu sambil memilih mana yang mau dibeli.
"Aku mau yang ini"

"Mau diberi tulisan?"
Jaemin mengangguk, menuliskan kata-kata yang akan dibuat diatas kue nya. Dia menatap ke arah kuenya yang sedang dihias lagi oleh tulisan ucapan selamat ulang tahun, "ah.."
Jaemin mengeluarkan amplop kecil berwarna pink, senada dengan warna kuenya.

Setelah membayarnya dia menatap senang kue yang ia beli. Dirinya yakin, mama nya akan sangat menyukainya. Dia menatap lampu lalu lintas, belum boleh menyebrang. Sembari menunggu matanya tidak lepas dari kotak yang ia pegang. Setelah lampu berubah ia berjalan, sudah memastikan kendaraan sudah berhenti.
Waktu seakan menjadi lebih cepat lalu tiba-tiba berhenti. Mobil dari sebelah kanan tiba-tiba lewat dengan kecepatan tinggi, nyaris membuat tubuhnya melayang. Kuenya, kue ditangannya rusak oleh mobil yang lewat tadi.
Jaemin menatap tangannya yang tiba-tiba bergetar kuat, kepalanya terasa berputar. Oksigen disekitarnya tiba-tiba hilang, nafasnya sesak sambil menatap dus tempat kuenya. Satu langkah, satu langkah lagi tubuhnya yang akan menjadi sasaran.

Kakinya beku, tidak peduli dengan mobil yang terus membunyikan klakson. Tangannya memukul dadanya kuat, mencoba bernafas seperti normal.
Matanya berair, kesadarannya seakan lenyap dan berpindah ke masa lain. Masa dimana ia harus menutupi rasa takutnya, masa dimana dia harus mengingat Jeno. Jaemin menggeleng, berusaha menyadarkan dirinya, langkahnya pelan berusaha menuju seberang jalan. Dus yang semula tempat menyimpan kue masih ia pegang walaupun sudah hancur.
"Kau pengecut Na Jaemin"

"Begitu saja tidak bisa, dasar payah"

"Kau anak yang manja, pantas saya selalu payah begitu"

Ya, ia akui itu. Dia payah, pengecut, tidak bisa mengendalikan diri, tidak bisa melupakan ketakutannya, tidak bisa melawan rasa takutnya.
Tangannya ditarik agar segera ke pinggir, Jisung menangkup pipi Jaemin. Wajahnya pucat, Jaemin juga terlihat kesulitan bernapas.
"Na Jaemin.. Na Jaemin lihat aku. Jangan kau ingat lagi, aku mohon"

"Aku.. mohon.."

***

"Collapse lagi ya?"Jaemin diam. Umurnya sudah 18 tahun, masih saja bergantung pada Mina, dasar payah.
"Mau minum dulu?"

Mina menatap dus yang masih Jaemin pegang, erat sekali sampai ia ragu bisa mengambilnya. "Kamu beli kue buat siapa?"

"Mama.."

"Oh iya! Bener juga, mama kamu ulang tahun. Jaemin.. dus nya dibuang saja ya? Kita beli baru, yang sama"

"Kuenya cuma ada satu.."

"Kita beli yang lain oke? Pasti banyak yang lebih bagus lagi. Ayo, biar bibi temani"
Jaemin menggeleng. Kue nya khusus, dia sendiri yang memesannya kemarin. Uang hasil kerja sampingan nya yang ia pakai, tentu beda jika harus beli lagi. "Orang yang menyetir mobilnya bodoh ya?"

"Masa tidak lihat kamu mau menyebrang. Jahat banget"
Mina tau, Jaemin mengingatnya kembali. Dan efeknya pasti bukan main, usaha Jaemin selama ini bisa hancur berantakan karena itu. Usaha Jaemin untuk lepas daro ketakutannya bisa-bisa menjadi nol lagi. "Kamu hebat lawan ketakutan mu"

"Aku inget lagi.."

"Kita lupain lagi, oke?"
Pintu ruangan Mina terbuka, ada Jeno yang menatap Jaemin. "Jaemin"

Ah benar. Jeno baik-baik saja, tidak seperti yang ia pikirkan. Jeno selalu baik-baik saja, ayahnya tidak pernah mati oleh kecelakaan itu. Ayahnya tidak pernah benar-benar meninggalkannya. "Maaf papa lama jemput nya maaf banget.."

Call Him Nana vol.2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang