25. Jaemin Lee

433 48 5
                                    

Jeno menyandarkan kepalanya pada pintu, menatapi anaknya yang tengah tertidur pulas dibalik hangatnya selimut.
"Papa gak pernah mau samain kamu sama kayak adik papa.. tapi kalian terlalu mirip... Tiap liat kamu papa selalu pengen nangis. Papa gak bisa nemenin dia, gak bisa jagain dia dan malah harus nerima salah satu bagian tubuhnya.

Kalian itu beda, tapi setiap papa lihat selalu sama. Semuanya.. bahkan sampai hal terkecil pun sama persis"
Jeno menutup mulutnya, takut tangisannya terdengar oleh Jaemin.

"Aku banyak salah sama kamu Na.. Aku yang paksa kamu buat ikut hari itu. Aku yang harus sakit dan gak bisa buat nemenin kamu yang sama sakitnya.."
Jeno memukul dadanya pelan, sesak. Sakit sekali rasanya, dia tidak kuat jika sudah begini.
"Jeno.."

Xiyeon berusaha untuk tersenyum. Dia berjongkok untuk mensejajarkan wajahnya dengan Jeno yang sudah duduk di lantai. "Lagi kangen ya?"

"Kenapa mereka harus sama banget... Aku gak kuat lihatnya. Walaupun mereka itu berbeda tapi sulit buat bilang itu, mereka selalu sama dimataku. Kenapa Xiyeon?"

"Jaemin cuma pengen bikin kamu bahagia. Waktu kamu belum pulang, dia sering bongkar kotak yang kamu simpen. Dia kayak terobsesi buat tau lebih jauh seperti apa pamannya... Dia cuma pengen bikin kamu bahagia Jeno"

"Appa.. Selalu bilang kalau mereka itu beda. Dia selalu bilang buat gak samain mereka... Tapi-"

"Iya Jeno. Mereka sama. Aku belum pernah lihat dia secara langsung tapi dari ceritamu mereka memang hampir semirip itu.
Jangan gini, Jaemin malah makin kepikiran sama kamu nanti. Dia belajar akhir-akhir ini, sebenernya diam-diam mikirin kamu. Kamu lebih sering ngelamun akhir-akhir ini. Tidur mu juga gak nyenyak kayak biasanya, sesekali dia dengar kamu manggil namanya. Jaemin tau yang kamu panggil sebenernya pamannya.
Memang nama aslinya Lee Jaemin, lingkungannya yang udah terlalu biasa manggil dia dengan sebutan Na Jaemin... Bahkan lingkungan sekolahnya yang akhirnya ikut manggil dia gitu, guru-gurunya juga.
Sesuka itu dia sama nama pamannya"

"Jaemin bilang kuliah nanti gak mungkin dia dipanggil dengan nama Na Jaemin sedangkan ditulis Lee Jaemin... Guru-guru saja bahkan lebih kenal dengan nama Na Jaemin dibandingkan Lee Jaemin.
Coba sekali, jangan ingat nama Na Jaemin. Bukan aku menyuruhmu melupakan itu, tapi akhir-akhir ini nama itu yang sering mengganggu pikiran kamu kan? Jaemin juga ikut ngerasain Jeno... Dia selalu ngerasain semua yang kamu rasain. Dia tau bagaimana terganggunya kamu dalam tidur, ngelamun tiba-tiba dan lainnya. Sekali saja... Coba dulu.. Panggil dia dengan nama yang ditulis dan seharusnya. Marga mu, sekali saja.
Jaemin harus membiasakan diri, lingkungannya harus ikut untuk memanggilnya dengan marga kamu Jeno"

"Kamu masih bisa panggil dia Nana... Tapi coba dulu sekali jika memanggil nama lengkapnya pakai marga kamu"

"Ayo tidur, Jaemin suka kebangun lagi kalau kamu belum tidur"

***

"Jaemin-"

"-Lee"mulutnya aneh menyebut nama yang rasanya asing. Walaupun jika dia mengisi data anaknya sudah tentu dengan nama ini.
"Ya??"

"Mama menyuruhmu makan, jangan belajar terus"

"Tanggung! Sedikit lagi saja ya? Papa tunggu aja di meja tar aku nyusul. Gak lama kok"
Jaemin kembali membaca bukunya. Mendengar panggilan Jeno tadi membuatnya ingat dengan perbincangan orangtuanya semalam. Dia mendengarkan nya dari awal.
"Lee Jaemin... Kau Lee Jaemin bukan Na Jaemin lagi.. Itu nama paman mu... Jangan dicuri"

Setelah berucap pada dirinya sendiri dia segera keluar dari kamar dan duduk disebelah Jeno. Menatap kagum masakan Xiyeon yang sudah berjejer rapi. "Mama masak banyak hari ini, ada acara apa nih?"

"Gak ada. Sengaja biar kamu lupa dulu sama yang namanya belajar"

Jeno terlihat menahan diri, menahan mulutnya agar tidak memanggilnya Jaemin dengan sebutan biasanya. "Jeno... Hanya disekolahnya namanya Jaemin Lee. Kau masih bisa memanggil nya Nana disini"

"Kamu bilang buat aku coba manggil dia gitu"

"Bercanda... Tapi kemungkinan susah kalau nanti kamu manggil gitu diumum. Disana nanti maksudnya, kalau disini mereka bakal milih manggil dia Nana, sudah tertanam di otak mereka"
Jeno tersenyum, dia memandang Jaemin yang asik makan. Lupa semua memang kalau sudah perihal makanan.
"Mau Na Jaemin mau Lee Jaemin sama saja buat papa"

"Ya memang sama orang satu badan kok. Gak mungkin membelah diri karena panggilan nya beda.
Aku mau main sama Felix sama Chenle ya hari ini? Boleh?"

"Tentu boleh. Tapi sebelum makan malam harus sudah pulang kalau mau seharian main. Jangan lupa makan siang juga nanti"
Jaemin memperagakan gaya hormat sambil menatap mama papanya, dia kembali melanjutkan makannya sambil sesekali iseng mengambil telur gulung dari mangkuk milik Jeno.
"Naik sepedanya jangan ngebut loh ya?"

"Siap kapten"
Jeno menyodorkan beberapa lembar uang pada Jaemin sebelum anak itu naik ke atas sepeda. Setelah makan Jaemin memang langsung bersiap walaupun ada sedikit perdebatan antara ibu dan anak perihal jaket.
"Gak usah, aku masih ada"

"Papa kangen ngasih kamu uang jajan. Kamu besar terlalu cepat, Jaemin"
Jaemin tersenyum, menerima uangnya lalu memasukkannya ke dalam saku celana.
"Aku pergi ya?"

"Ingat pesan mama tadi"

"Tentu!"
Jaemin mengayuh sepedanya meninggalkan rumah. Jeno terlihat masih berdiri sebelum masuk ke rumah dan menghampiri Xiyeon yang tengah mencuci piring.
"Sedang apa istriku ini..."

Xiyeon menatap jijik Jeno, terlebih saat Jeno memeluknya dari belakang dan menaruh dagunya di bahu Xiyeon. "Jijik tau gak"

"Salah lagi kan..."
Xiyeon menggelengkan kepalanya. Mengelap tangannya yang basah setelah cuci piring lalu berbalik.
Jeno masih saja memeluk pinggangnya, menatapi Xiyeon yang terlihat sedikit kesal. "Cantikmu tidak berkurang"

Xiyeon mencebik. Berjinjit sebentar untuk mengecup bibir Jeno lalu melepaskan pelukan suaminya ini. "Haechan masih iri tau... Katanya kenapa dia malah adu mulut terus sama Somi"

"Karena dia bukan Jeno dan Somi bukan aku"
Jeno kembali menarik Xiyeon ke pelukannya, mengecupi puncak kepala istrinya ini. "Kau ini"

"Aku kan hanya ingin memelukmu, kenapa sih marah-marah terus"
Xiyeon mendongakkan kepalanya, menatap lama Jeno sebelum memukul pipi pria itu. Pelan kok.
"Jangan banyak omong, aku banyak pekerjaan hari ini. Mending bantu aku dibandingkan bertingkah gila seperti ini"

"Hehe... Cium dulu"

"Kau pikir aku mau? Tidak"Xiyeon menghempaskan tangan Jeno lalu pergi untuk mencuci baju.
Jeno masih saja mengikutinya sambil merengek layaknya bayi, sumpah kalau begini Xiyeon yang takut. Jeno seperti orang gila yang terus mengikutinya sambil mengoceh.
"Ayolah... Sekali saja cium dulu. Ya? Ya? Ya?"

"Janji aku akan membantumu, serius. Aku akan menyapu, mengepel, menyedot debu disofa dan sudut ruangan. Aku juga akan menyirami tanaman. Xiyeon ayolah..."
Xiyeon menghela nafasnya, menangkup kedua pipi Jeno sampai pria itu diam, menciumnya cukup lama sampai membuat Jeno mengalungkan tangannya di pinggang Xiyeon. Cukup lama momen itu berlangsung, setelahnya Xiyeon langsung memberikan keranjang cucian yang sudah ia keringkan.
"Hehe aku mencintaimu Xiyeon!!"

[]

Aku....
Gak tau mau ngomong apa

Call Him Nana vol.2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang