16. Bahagia Selalu

525 77 12
                                    

Jeno memang tidak cengeng. Tapi jika berhubungan dengan Jaemin, itu salah besar. Dia bisa jadi pria yang terlalu sensitif. Tak jarang dia menangis jika mengingat anaknya apalagi sejak dirinya meninggalkan Jaemin. Membuat anaknya ada di posisi yang sulit, membuat anaknya harus menghadapi dunia yang selalu melemparkan pisau tajam ke arahnya.
Dan ingat, hidup sebagai orang yang terkenal di media tidak sebahagia itu. Jeno bisa membayangkan bagaimana para wartawan yang berusaha menanyai Jaemin tentangnya disaat anak itu harus terpuruk.

Jaemin sudah menghadapi hal yang begitu sulit dan sekarang Jeno tidak akan diam lagi seperti waktu itu. Dia yang tidak bisa apa-apa kini kembali untuk melindungi keluarganya meskipun nyawa taruhannya, lagi.
"Papa kenapa?"

"Gak.. Cuma liatin kamu aja"

"Risih tau lama-lama"

"Biasanya juga diliatin biasa aja"
Jaemin kembali menonton tv, di pangkuannya ada Daegang yang sedang tertidur. "Jaemin"

"Hm?"

"Makasih"

Jaemin menatap ayahnya bingung, tiba-tiba berkata terimakasih?
"Makasih udah kuat sampai sekarang. Kalau kamu gak kuat sampai detik ini papa gak yakin bisa liat kamu lagi"

Jaemin ingat dimana dia berusaha mengakhiri hidup. Pikirnya jika ia mati ia bisa bertemu Jeno. Jika saat itu dia berhasil, mungkin dia yang harus menunggu Jeno nantinya.
"Papa selalu takut sewaktu-waktu kamu bener-bener gak kuat dan... Kamu tau maksud papa"

"Waktu itu aku masih sedikit tidak waras saja. Overdosis obat.. Dipikir-pikir lucu juga"
Tidak, Jaemin tidak akan membandingkan anaknya dengan adiknya. Jaemin itu dirinya, salinannya dulu.
Sempat berpikir gila dan akhirnya bangkit dan Jaemin harus merasakan hal yang sama. Padahal dia tidak berharap jika Jaemin harus merasakan titik terendah yang sama sepertinya.

Tangannya mengusap kepala anak tunggal nya pelan. Anak kecil yang dulu sering mengekorinya ke ruang rapat sebentar lagi akan menggantikan posisinya, melanjutkan pekerjaannya sebagai pemimpin yang baru. Dan setelah itu waktunya dia menikmati masa tuanya bersama Xiyeon walau ada ketakutan dihatinya, dia takut Jaemin jadi menjauh seiring waktu karena jadwalnya yang sibuk nantinya.
"Sudah punya pacar belum jadinya?"

"Heh?! Kenapa jadi kesitu?!"

"Ya gak apa-apa.. Papa cuma nanya emangnya salah?"

"Ya gak nyambung sama topik yang tadi!"

"Kok marah? Udah punya calon ya..."
Jaemin nyaris memukul lengan Jeno jika saja tidak ingat ada Daegang di pangkuannya. "Awas aja nanti"

"Papa gak ngelarang kok.. Namanya juga anak muda pasti pernah jatuh cinta. Ya jangan lewatin batas aja, papa gak mau gendong cucu terlalu cepet"

"Pikirannya ya udah sampe sana aja" Xiyeon muncul sambil menarik telinga Jeno. Bisa-bisanya Jeno berpikir seperti itu. "Gak usah didengerin, papamu makin sini makin gila memang"

"Tega.. Suami sendiri dikatain gila"

"Ya lagian mikirnya sampe sana. Jaemin juga tau mana yang baik mana yang gak"

"Gak ada salahnya kan memberitahu? Mengantisipasi terjadinya hal yang tidak diinginkan"
Jaemin menggeleng. Dia lebih memilih menonton lagi dengan telinganya yang mendengarkan perdebatan kecil orangtuanya itu.

***

"Ah.. Rasanya masih aneh liat papa kamu, Na"
Felix yang sejak tadi memakan keripik ikut mengangguk. Aneh tapi Jaemin dan Chenle berhasil membuatnya berhenti merokok sekarang. Bahkan di tasnya bisa ada permen yang memang sengaja ia simpan.
"Kayak.. Ini beneran kan? Bukan hantu kan?"

"Beneran lah, masa disebut hantu"
Ketiganya menoleh ke arah Jeno yang muncul di ambang pintu kamar Jaemin sambil melipat tangan. "Makan dulu sana, mama udah masak. Kalian juga makan, awas berani pulang sebelum makan"

"Hehe.. Siap om.. Nanti aku habisin kok sampe isi kulkasnya"
Chenle memukul belakang kepala Felix sambil misuh-misuh. "Kamu ku coret dari daftar temen ya lama-lama"

Jeno menggeleng, kehabisan kata-kata kalau sudah menghadapi teman-teman anaknya itu. "Udah, tunda dulu adu jotos nya. Makan dulu sana"

Felix yang pertama melesat turun, sepertinya anak itu memang belum makan dari pagi.
"Chenle"

Yang dipanggil menoleh, membiarkan Jaemin pergi lebih dulu. "Makasih ya, udah jaga Jaemin selama papanya ini gak ada"

"Ohh itu.. Santai aja, emang tugasnya sahabat buat saling jaga. Aku seneng pas liat Jaemin bisa seceria itu lagi sekarang"
Jeno tersenyum sembari mengajak Chenle untuk turun juga. Felix sudah makan duluan, memang tidak ada akhlak teman Na Jaemin yang satu itu.
"Makan yang banyak ya, nanti yang masak ngambek. Anaknya gampang marah"

"Masih aja ngejek ya?!"
Diam-diam Jeno memandang Jaemin, anaknya terlihat lebih lepas sekarang dibandingkan sebelumnya. Masalahnya terlihat hilang begitu saja, bahkan dia bisa mendengar tawanya saat menonton tv.

"Bahagia terus anak papa, kamu pantas untuk bahagia di dunia mu"

***

"Na.. Belum ngantuk?"
Jaemin menggeleng, dia menatap Chenle yang terlihat sudah mengantuk. Dia sendiri yang menyuruh mereka untuk menginap dirumahnya. "Tidur duluan aja, Felix aja udah tidur kok"

"Terus kamu?"

"Nanti, tanggung ini"

"Ntar dimarahin papa kamu loh main game sampe malem"

"Gak kok, aman. Udah tidur aja duluan"
Chenle akhirnya menyetujuinya dan tidur, membiarkan Jaemin terjaga sendiri. Ada alasan Jaemin belum tidur jam segini. Diam-diam dia keluar dari kamarnya lalu turun. Dia bisa melihat punggung Jeno yang sedang duduk di meja makan.

"Papa belum tidur karena apa?"

"Belum ngantuk aja. Kamu juga kenapa belum tidur?"

"Nungguin papa"
Jeno tersenyum, menyuruh Jaemin duduk disebelahnya. "Tidur harusnya, udah jam segini"

"Papa juga harusnya tidur, katanya mau ke kantor besok"

"Bentar lagi, nanggung habisin ini. Kamu mau?" tawar Jeno sembari mengangkat gelas berisi teh hijau.
"Enggak makasih"

"Biasanya kamu kalau gak mau tidur suka ke kamar papa, ajak papa buat turun dan nonton tv. Baru juga lima menit udah tidur"

"Terus pas bangun aku udah ada di kasur padahal malemnya ketiduran di lantai"
Keduanya tertawa kecil. Momen ini terlalu hangat untuk dilihat, momen manis ayah dan anak yang mengingat kenangan-kenangan saat sang anak masih kecil.
"Kalau sekarang yang ada punggung papa patah buat gendong kamu ke kamar"

"Akhir minggu kita nginep ya sambil ajak mama jalan-jalan. Kasian ngehirup bau obat terus"

"Oke. Mau di hotel?"

"Gak tau.. Pengennya sih sambil bakar ikan atau yang lainnya"

"Ide papa emang selalu bagus, aku selalu suka ide papa itu"
Jeno menepuk bahu Jaemin sambil berdiri dari kursinya.
"Ayo tidur, papa udah ngantuk"

"Cepet banget ngantuknya"

"Ya lagian tadi siang gak bisa tidur makanya jadi ngantuk. Udah malem ini, gak sehat"

[]

Baik kan aku..
Keyboard ku ganti jadi klo nemu typo dimaklumin aja ya. Aku nulis aja ini satu kalimat bisa jadi amburadul karena keyboard nya.

Call Him Nana vol.2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang