N.

321 57 10
                                    

        "Terkadang ada yang dipertemukan, namun tidak dipersatukan. Dia hadir hanya sebagai ujian."
                   -Unknown-

***

Renata disibukkan dengan berbagai macam pelatihan dan bimbingan sebelum disumpah menjadi ASN. Yang bahkan sampai sekarang dia nggak percaya bisa menang.

Awalnya hanya iseng dan tidak berharap banyak. Lantaran Renata percaya masih banyak yang lebih darinya. Hitung-hitung nyari pengalaman.

Di kota mungkin PNS tak begitu diminati. Banyak profesi lain yang lebih bergengsi. Tapi beda jika di kampungnya. Kalau udah PNS rasanya sudah luar biasa. Bagi masyarakat kampungnya PNS berarti sudah sukses.

Padahal bagi Renata sendiri pekerjannya belum apa-apa dibanding yang lain. Tapi tak mengurangi rasa syukurnya lantaran melihat kebahagian di wajah sang Ibu.

Melihat Ibunya tersenyum bangga saat disahkannya sebagai pegawai negeri sipil, rasanya seluruh perjuangannya terbayar. Menyaksikan ekspresi bahagia Ibunya rasanya Renata sudah melakukan hal yang benar.

"Selamat ya,Nak. Ibu bangga. Semoga menjadi pegawai yang baik." kata Ibunya saat mengadakan syukuran untuknya yang dihadiri tetangga sekitar rumah.

"Makasih Ibu."

"Adam bangga sama kakak." puji si bungsu dan memeluk erat kakaknya.

"Adam harus bisa lebih dari kakak," doanya yang diangguki remaja tersebut.

"Kak,Ren." Rania melankolis mengingat bagaimana sang kakak berjuang untuk kuliahnya. Dia yang jadi saksi bagaimana kakaknya jungkir balik menyelesaikan kuliahnya sambil kerja.

Ketiganya berpelukan diiringi tatapan haru Ibu dan yang lainnya. Sebagai tiga bersaudara ketiganya memang terkenal rukun dan saling menjaga. Jarang terdengar mereka cek-cok selama ini.

"Selalu seperti ini ya," pinta Rini mengelus kepala anaknya satu persatu. "saling sayang dan saling jaga."

---

Masih ada sisa dua hari lagi sebelum hari pertama kerjanya. Sisa waktu di mamfaatkan Renata untuk mengambil barang-barangnya sekaligus menyerahkan surat resign.

Renata ditemani Rania adiknya. Rencananya mereka akan menginap di rumah Delina atas paksaan sahabatnya itu.

Sampai di kost, dengan dibantu Rania mereka membereskan barang-barangnya. Ada yang dimasukkan ke dus besar dan ada yang dibagikan ke penghuni kosan lain.

Buku-buku dan sepatunya dimasukkan ke dalam dus sedang bajunya ke dalam koper besar yang mereka bawa. Untuk alat-alat dapur kebanyakan disumbangkannya ke teman satu kos-an lainnya.

Baru Renata sadari barangnya ternyata banyak juga. Hampir setengah hari mereka menyusun semuanya. Sekarang yang tinggal hanyalah lemari dan tempat tidur milik Ibu kos.

Ada tiga dus besar yang sudah dipaketkan Renata ke kampungnya sedang dua koper lainnya akan di bawa sendiri.

"Gue kangen lo," kata Delina begitu menjemputnya di kosan. Keduanya berpelukan sesaat.

"Gue pamitan dulu ya," mengurai pelukan diantara mereka. Lantas menyalami satu persatu penghuni kosan.

Rania dan Delina mengikuti dari belakang. Terlihat Ibu kos sudah menunggunya di teras. "Ibu makasih ya sudah baik sama Renata. Maaf kalau Renata pernah ada salah." peluknya pada wanita setengah baya yang sudah dianggapnya bagai ibu sendiri.

"Ibu juga. Maaf juga kalau ada yang tidak berkenan di hatimu." wanita itu terlihat menyusut air matanya.

"Iya,Bu." Ibu kos memberikan amplop berisi uang sewa yang dibatalkan karna Renata membayar setengah tahun.

Apa Kabar Hati?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang