Q.

333 46 1
                                    

          "Bukan untuk mengenang. Namun sebagai peringatan untuk tidak mengulang kesalahan yang sama."
                    -Unknown-

          ***

   Bukannya pulang,Praha malah mengajak Renata mencari makan. Meski ingin menolak,Renata akhirnya tidak tega melihat tampang kelaparan Praha.

"Belum makan dari siang?" takjub Renata melihat lahapnya Praha makan. Pria itu menggeleng dan melanjutkan kunyahan nya. Renata terkekeh sambil menuangkan minuman untuk Praha yang kepedesan.

"Harusnya tadi jangan pedas. Perutmu pasti kaget nggak diisi seharian. Pas diisi malah yang pedas-pedas." omel Renata kembali menuangkan minuman ke gelas Praha yang sudah tandas.

"Kamu beneran nggak makan?" pasalnya Renata hanya memesan minuman.

  Dia menggeleng"Tadi udah makan sama anak-anak."

"Wah, pantesan anak-anak anteng. Lah udah disogok duluan." goda Praha dengan senyum tipisnya. Renata merengut dan mengibaskan tangan.

"Sembarangan. Mereka anteng ya karena aku ngajarnya asyik."jumawa nya. "Jangan lupakan aku juga pinter ngarahin mereka."

   Alhasil Praha tertawa mendengar Renata membanggakan diri sendiri. "Nggak ku sangka inilah dirimu yang sebenarnya." ada kekehan geli yang terselip namun Renata mengendikkan bahu. Tau kalau Praha meledeknya.

"Aku kan bicara fakta," ngeyelnya. Menatap tajam Praha yang serasa mengejeknya sedari tadi. Yang di tatap malah menahan tawanya. "Kalau mau ketawa nggak usah di tahan. Lepasin aja."

  Maka meledak lah tawa Praha. Renata sendiri hanya memandangi pria itu dengan gesture malas. "Iya,Ibu Renata Syahbana." Praha mengacak rambut Renata yang langsung ditepis gadis itu.

"Sembarangan pegang-pegang," galaknya.

"Pelit amat sih," gerutu Praha pelan yang masih bisa di dengar Renata. "Padahal cuma ngusap dikit ."

"Kamu bilang apa?" menyipitkan matanya dan memandangi lekat Praha.

"Eh,nggak kok," gumamnya mengusap tengkuk. Galak benar nih cewek.

"Jadi?" Renata kembali membuka suara setelah senyap melingkupi mereka. "Sesibuk itu ya sampai lupa makan."

"Bukan gitu. Siang tadi sehabis dari pengadilan ketemu klien. Bablas sampai sore terus keinget belum menyesuaikan  jadwal ngajar yang kalian dengan jadwal yang awalnya di atur tapi ternyata bentrok."

"Lagi banyak kasus ya?" Renata tidak begitu tahu-menahu soal dunia hukum."Pernah menangani kasus narkoba bukan sih?"

Praha menggelengkan kepalanya. "Nggak pernah dan nggak mau." tegasnya.

"Kenapa?"

"Udah tau salah ngapain dibela." singkatnya padat dan jelas.

"Nggak nyangka gue pengacara masih ada yang berpikiran waras kayak Lo,"

"Lo aja yang terlalu menskreditkan pengacara." jawab Praha dengan tenang dan santai.

"Bukan gitu, tapi kamu taulah maksudku."

"Nggak bisa dipungkiri. Namanya manusia pasti pilihan tiap orang berbeda. Namun bukan berarti semua sama. Masih banyak kok yang memakai logikanya menangani sebuah kasus sekalipun bayarannya mahal."

"Semoga selalu di jalan yang terhormat ya Bapak Praha Wirakusuma." Renata tersenyum tulus yang dibalas Praha dengan anggukan tak lupa ikut membalas senyum manis gadis di depannya.

                   

                        *

 

Apa Kabar Hati?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang